Sunday, February 23, 2014
Created By:
Deden Hamdan
Class
Review 2
The
connection of Writing and Reading
Juma’t
14 Februari merupakan pertemuan kedua matakualiah writing and composition
empat. Mata kuliah ini berlangsung seperti biasanya. Pada hari itu sebenarnya
kondisi fisik saya kurang mendukung. Hal ini mungkin dikarenakan masih dalam
proses adaptasi/ masa transisi dari masa liburan yang sedikit kegiatan. Tetapi
ini adalah sebuah konsekwensi bagi saya untuk melakukan apa yang seharusnya
saya lakukan.
Pada
class review kali ini saya akan melanjutak pembahasan mengenai teaching
orientation. Sebelum meninjad lanjuti tentang teacing orientation saya akan
mengulas apa yang Mr. Lala sampaikan dalam slide power pointnya. Dalam slide
power point, beliau menanyakan tentang niatan atau kesungguhan kita dalam
mengikuti matakuliah writing and composition 4 ini dengan pertanyaan sebagai
berikut:
1. Apakah hanya mahasiswa yang
mendaftar di kelas writing tanpa tujuan?
2. Apakah hanya mahasiswa yang mencoba
menyelesaikan setiap tugas tanpa keikhlasan?
3. Apakah hanya mahasiswa yang
menulis hanya untuk mendapat nilai yang pantas?
4. Apakah hanya mahasiswwa yang
menulis tanpa rasa?
5. Apakah hanya mahasiswa yang
mencoba untuk memenuhi seluruh kontrak belajar?
Jawaban
dari semua pertanyaan tersebut kembali pada diri setiap mahasiswa. Tetapi
mahasiswa menurut prespektif beliau adalah seseorang multilingual writer , yang menulis secara efektif dalam bahasa ibu
maupun dalam bahasa lain, yang bertindak sebagai pembaca kritis baik di dalam
bahasa ibu maupun dalam bahasa lainnya, yang mentranformasi dirinya dari
seorang mahasiswa bahasa menjadi seorang mahasiswa penulis, yang dapat membuat
pilihan-pilihan informasi dalam hidup, yang bisa mengubah dunia. Maksud dari
kata-kata tersebut adalah dengan menulis seseorang akan mamu mempengaruhi pembacanya dalam
segala aspek kehidupan yang selanjutya bisa mengubah suatu negara menjadi
sebuah negara yang maju dalam berbagai bidang. Sebagai mana kita ketahui bahwa suatunegara dapat
dinilai sebagai negara maju dengan menghitung berapa banyak negara tersebut
menghasilkan karya tulisan setiap tahunnya.
Menulis
merupakan suatu kegiatan yang rumit, karena untuk menulis kita harus mempunyai
banyak pengetahuan dari berbagai sumber serta dari buah hasil pemikiran kritis
kita. Hal lain yang membuat kegiatan menulis terasa sangat rumit yaitu penulis
harus mengerti apa yang diinginkan pembaca. Secara tidak langsung untuk menjadi
seorang penulis terlebih dahulu kita harus menjadi seorang pembaca. Menulis dan
membaca diibaratkan seperti sebuah tarian sebagai mana menurut hoey (2001)
seperti yang dikutip dari hyland (2004), mengibaratkan para pembaca dan penulis
sebagai penari yang mengikuti langkah-langkah masing-masing, setiap rasa
perakitan dari sebuah teks dengan mengantisipasi apa yang kemungkinan akan
dilakukan dengan membuat koneksi ke teks sebelumnya, dengan kata lain penulis
dan pembaca membuat koneksi yang disebut art.
Menurut Lehtonen (2000;74), pembaca naik ke inti pebentukan atau penyusuna
suatu makna dan membaca menjadi tempat dimana makna itu dimiliki. Teks dan
pembaca tidak pernah berada secara bebas, tetapi sesungguhnya mereka (teks
pembaca) satu sama lain saling menghasilkan makna (meaning). Membaca
termasuk memilih apa yang harus dibaca, menggabungkan dan menautkan mereka
bersama supaya membentuk makna juga membawa pengetahuan pembaca tersebut ke
dalam teks.
Pada minggu sebelumnya mr. Lala bumela telah membahas mengenai teaching
orientation yang mana dalam teaching orientation kita akan mengenal academic
writing, critical thinking dan writing. academic writing adalah menulis dengan
basik akademis yangmana dalam membuat academic writing ada empat point yang
harus diperhatikan yaitu: impersonal, Reverence, formal, dan rigid.
Impersonal maksudnya yaitu dalam membuat academic writing kita tidak
diperkenankan untuk menuliskan sipenulis secara langsung dalam artian tida
diperbolehkan menuliskan kata I sembarangan. Tetapi bisa mengubahnya dengan
pasive poice, atau dengan menghilangkan point of you dan mengubahnya dengan
dimasukan dalam piece of argument dalam kata lain penulis dapat dimunculkan
kata I ketika penulis berargumen atau berpendapat.
Reference. Maksudnya yaitu ketika membuat tulisan akademik sudah selayaknya
isi dari bacaan tersebut harus berbobot dan dapat dipertanggung jawabkan serta
terjamin ke-validannya. Sehingga penulis harus menyediakan banyak referensi
untuk menunjang semua itu.
Formal maksudnya bahasa yang dipakai dalam
tulisn tersebut harus bahasa formal, bukan bahasa yang dipakai untuk
berkomunikasi sehari-hari ataupun bahasa slank. Selain dari segi bahasa dalam
tulisan itu pun harus menggunakan grammatikal yang formal. Sehingga dalam
academic writing bahasa yang dipakai akan terasa lebih kaku.
Rigid maksudnya adalah kaku dalam arti pembahasan dalam academic writing
ini terbatas. Hal tersebut dikarenakan penulis hanya fokus terhadap apa yang
sedan penulis teliti.
Menurut hyland dalam bukunya yang berjudul second language writing untuk
mengajarkan writing ada beberapa fokus utama yaitu: language structure, text
fuction, theme or ttopics, literatur expresson, compossing process, content, genre
and contexts of writing.
Bagian kedua dari teacing orientation yaitu critical thinking. Critical
thinking secara bahasa bermakna berfikir kritis untuk mendapatkan suatu nalar yang
baik. Dalam critical thinking kita harus menjadi seorang critical reader dan
critical writer karena kedua hal tersebut saling berkesinambungan untuk
mencapai pemikiran di area critical thinking.
Bagian yang terakhir dari teaching orientataion adalah writing. writing
merupakan kegiatan merekam dalam bentuk tulisan. Dalam menulis “ writing” ada
tiga perinsip dasar yang harus diketahui oleh seorang penulis yaitu:
Writing is a way of knowing something. Maksudnya ketika kita menulis kita
dituntut untuk terlebih dahulu memahami latarbelakang sesuatu hal yang kita
akan tulis.
Writing is a way of representing. Menulis merupakan salahsatu cara untuk
mengungkapkan apa yang penulis rasakan.
Writing is Way a of reproducting. Menulis merupakan kegiatan mereproduksi
pengetahuan. Tetapi untuk mereproduksi ilmu tersebut kita harus membaca. Karena
membaca merupakan suatu upaya untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi, dan
menuliskannya itulah merupakan cara untuk meningkatkan pengetahuan atau
informasi tersebut.
Kesimpulan. Teaching orientation meliputi academic writing, critical
thinking, dan writing yang mana ketiga aspek tersebut memiliki poin-poin
tertentu yaitu: Dalam menulis academic writing poin yang harus diingat yaitu
impersonal, reference, formal, dan rigid. Selanjutnya dalam critical thinking
yaitu: critical reader dan critikal. Dan yang terakir poin yang harus diingan
dalam writing adalah fungsi writing yaitu sebagai: way of knowing, way of
representing, dan way of reproducing.
Hubungan text, konteks, writer dan reader yaitu memiliki hubunga sebagai
berikut. Text merupakan bentuk tersurat yang dimiliki writer, sedangkan konteks
merupakan bentuk tersirat yang dimiliki pembaca. Keempat elemen tersebut akan
menjadi makna (meaning) ketika meaning terletak diantara writer dan reader
sehingga makna meaning seharusnya searah dengan pengalaman masing-masing.
Chapter Review
Literasi di Balik Kemajuan Negri
Indonesia merupakan negara yang melimpah ruah
sumberdaya alamnya tidak bisa dikatakan negara maju dengan kurangnya sumberdaya
manusia yang berliterasi. Suatu negra akan sulit berkenmbang jika jalan untuk
mencapai literasi seperti niat membaca dan menulis belum baik. Tetapi
sumberdaya alam yang melimpah ruah belum tentu bisa menjamin negara tersebut menjadi negara yang memiliki budaya baca tulis
yang baik.
Pada kesempatan ini pada chapter review yang perdana ini saya akan membahas
tentang masalah apa saja yang sedang terjadi di Indonesia ini yang berkaitan
dengan literasi berdasarkan data hasil penelitian, dan kenapa permasalahan
tersebut bisa terjadi. Serta aka dibahas mengenai para pengajar bahasa dan
sastra di Indonesia. Apakah mereka sudah mengajarkan literasi? Serta sudahkah
mereka menjelaskan tentang literasi yang akan menjadi lebih rumit
pembahasannya?. sehingga Hal-hal tersebut akan menunjukan bagaimana para
pengajar mengajarkan permasalahan tersebut dalam pengajaran bahasa asing.
Para ahli bahas lazim mengelompokan periodisasi penggunaan metode dan
pendekatan (approach), khususnya terhadap pengajaran bahasa asing kedalam
beberapa klompok besar, yaitu sebagai berikut.
Ø Pendekatan struktural dengan grammar
translation methods. Metode ini populer sampai dengan perang dunia ke-2. Metode
ini meletakan fokus pembelajaran pada penggunaan bahasa tulis dan penggunaan
tata bahasa. Tata bahasa tradisional dengan fokus pada bentuk, melihat siswa
mengidentifikasi jenis kata, unit-unit sintaksis (kata, frase, klausa), dan cara
menggabungkannya. Ini melatih siswa dalam menganalisis kesalahan berbahasa
(error analysis), sintaksis kalimat, dan wacana. Namun, pendekatan ini tidak
menjamin siswa mampumenganalisis persoalan sosial seperti bahasa pejabat yang
munafik, bahasa yang biasa gender, dan bahasa iklan yang terkadan sesat dan
menyesatkan.
Ø Pendekatan audiolingual, yang bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan mendengar dan membaca. Secara bertahap
keterampilan membaca diberikan berdasarkan apa yang telah dibicarakan dan dibaca
.
Ø Pendekatan kognitif dan transformasi
dengan fokus pengajarannya terletak pada pembangkitan (generating) potensi
berbahasa pada siswa sesuai dengan potensi dan kebutuhan lingkungannya.
Yangmana ini tidak menjamin karena secara sosialinguistik tidak fungsional.
Ø Pendekatan communicative competence yang
tokoh tokohnya antara lain Hymes (1976) dan Widdowson (1978).pendekatan ini
menjadi tren pengajaran bahasa antara 1980-1990. Pendekatan ini sangat erat
kaitannya dengan pengajaran bahasa inggris untuk tujuan khusus (English for
spesific purposes) ditemukan pula bahwa pengajaran bahasa inggris di akademi
sekertaris itu termasuk dalam katagori English for spesifict purposes atau
lebih khusus yaitu English for accupational purposes. Pendekatan kognitif pula dinilai
kurang eksplisit dalam upaya untuk menjelaskan bentuk dan fungsi, sehingga
lahit tatabahasa fungsional atau lebih dikenal systematic fuctional grammar
(1985); martin (2000), dan lain-lain.
Ø Pendekatan literasi atau pendekatan
gendre-based sebagai implikasi dari studi wacana. Sesuai dengan kurikulum 2004
di indonesia,tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa mampu menghasilkan
wacana yang sesuai dengan tuntunan konteks komunikasi.yang sangat menonjol
dalam pendekatan ini adalah pengenalan berbagai genre wacana lisan maupun
tulisanuntuk dikuasai siswa. Pendekatan ini sesungguhnya amat berpotensi dalam
berdayaan peserta dididk dalam hal literasi dimana literasi merupakan kemampuan
komunikatif tertinggi yang didukung oleh keempat keterampilan bahasa.
Definisi
literasi.
Pengertian
literasi pada masa tempo dulu adalah kemempuan membaca dan menulis. Meski di
indonesia jarang istilah literasi dipakai, istilah yang sering dipakai di
Indonesia adalah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa. Pada masa sekarang
ini pengertian literasi memiliki makna yang luas oleh karenanya, ada
bermacam-macam literasi misalnya literasi media, literasi komputer, literasi
teknologi, literasi ekonomi, literasi informasi, dan bahkan literasi moral.
Pada
dasarnya literasi merupakan kopetensi mutlak yang harus dimiliki setiap anggota
masyarakat di era informasi ini. Literasi menuntut kemampuan berfikir kritis
masyarakat dan kiinginan pelajar seumur hidup. Proses ini tidak berhenti pada
satu titik. Penerapan budaya literasi di sekolah perlu di kembangkan, yangmana
banyak dikalangan akademisi mengutamakan linguistic featur dan mengabaikan
aspek pemahaman. Pendekatan literasi menuntut seorang guru untuk tidak hanya
terampil memilih, menganalisa, dan memahami isi teks, tetapi juga menilai teks
yang dihasilkan siswa. Teks tidak cukup dinilai dari segi kuantitas melaikan
berdasarkan isi.
Pada
era sekarang ini manusia dituntut untuk menjadi orang-orang yang multi
literasi. Meskipun literasi tetap berurusan sengan penggunaan bahasa, dan ini
merupakan kajian literasi disiplin yang memiliki tujuan dimensi yang saling
terkait.
·
Dimensi geografis (lokal, nasional, regional, dan
internasional) berkaitan dengan literasi seseorang. Dimensi ini bergantung pada
tingkat pendidikan dan jenjang sosial dan vakasionalnya.
·
Dimensi bidang (pendididkn, komunikasi,
administrasi, hiburan, militer dsb) Literasi bangsa tampak pada bidang
pendididkn, komunikasi, administrasi, hiburan, militer dan sebagainya.
·
Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung,
dan berbicara) literaras seseorang akan tampak pada saat kegiatan membaca,
menulis, menghitung, dan berbicara. Setiap sarjana pasti mampu membaca, tapi
tidak semua sarjana mampu menulis. Kualitas tulisan bergantung pada kualitas
bacaan yang dibaca. Itu akan tampak ketika berbicara. Untuk menjadi sarjana
yang baik, orang tidak cukup mengandalkan literasi, dia paun mesti memiliki
numerasi (keterampilan menghitung). Dalam tradisi barat, keterampilan ini lazim
disebut 3-R, yaitu Reading, writing, dan arithmatic.
·
Dimensi fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan
pekerjaan, mencapai tujuan,mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi
diri). Orang yang literat karena pendidikannya mampu memecahkan persoalan,
tidak sulit untuk mendapatkan pekerjaan, memiliki potensi untuk tujuan hidupnya,
dan gesit mengembangkan serta mereproduksi ilmu pengetahuan (kepekaran).
·
Dimensi media (teks, cetak, visual, digital) pada
zaman sekarang orang tidakcukup mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks
alfabetis, melainkan juga harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks
cetak, visual, dan digital.
·
Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa) jumlah dapat
merujuk pada banyak hal, misalnya bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur,
bidang ilmu, media, dan sebainya. Hal itu sama halnya dengan seseorang yang
komunikatif dalam bahasa indonesia, tapi kurang komunikatif dalam bahasa ibu.
Demikian pula halnya dengan literasi.
·
Dimensi bahasa (etnis, lokal,nasional, regional,
internasional) ada literasicy yang singuar, ada literasi yang plural.
Dalam
lima dimensi di atas ada 10 gagasan kunci ikhwal literasi yang menunjukan
perubahan paradigma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan
ilmu pengetahuan sekarang ini.
Ø
Keterlibatan lembaga-lembaga sosial, misalnya RT,RW,
keluarga sampaidengan DPR dan presidenmenjalankan mesin birokrasi sekaligus
menjalankan peranannya dengan fasilitas bahasa.
Ø
Tingkat kefasihan relatif. Kefasihan bahasa tidak
hanya diukur dengan skor TOEFL atau apapun itu, karena kefasihan literasi
sangat relatif.
Ø
Pengembangan potensi diri dan pengetahuan. Pada
tahap tertinggi literasi memekali orang (baca: mahasiswa) kemampuan produksi
dan mereproduksi ilmu pengetahuan.
Ø
Standar dunia. Mutu yang di kembangkan pad saat ini
adalah mutu internasional.
Ø
Warga masyarakat demokratis. Pendidikan literasi
harus mendukung terciptanya demokrasi bangsa.
Ø
Keragaman lokal. Manusia literat sadar akan
keragaman bahasa dan udaya lokal.
Ø
Hubungan global. Kini, semua orang adalah warga
dunia dan semua orang harus memiliki literasi tingkat dunia.
Ø
Kewarga negaraan yang efektif. Literasi membekali
manusia dengan kemampuan menjadi warga negara yang mampu mengubah diri,
menggali potensi diri, dan berkonunikasi.
Ø
Bahasa inggris ragam budaya. Kini, setiap bangsa
membangun literasi dalam bahasa etnis dan budaya lokal. Bahasa inggris mereka
kental dengan kelokalan sehingga muncul sebagai ragam bahasa inggris atau
multiple english.
Ø
Kemampuan berfikir kritis
Ø
Masyarakat semiotik. Kita semula adalah praktisi
semiotic. Setiap hari kita membaca dan bernegosiasi ikhwal dunia simbol. Dan
mengontuksi diri kita sendiri secara semiotic. Dari cara kita berkomunikasi non
verbal sampai cara kita berpakaian (Luke, 2003)
Pendidikan
bahasa berbasis literasi seyogyanya dilakukan dengan mengikuti tujuh prinsip
sebagai berikut:
1. Literasi
adalah kecakapan hidup (life skill) yang memungkinkan manusia berfungsi
maksimal sebagai anggota masyarakat.
2.
Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif
dalam upaya berwacana secara tertulis maupun lisan.
3.
Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
4.
Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi
budaya.
5.
Literasi adalah kegiatan refleksi (diri)
6.
Literasi adalah hasil kolaborasi antara penulis dan
pembaca.
7. Literasi
adalah kegiatan melakukan interprensi.
Pada
saat ini indonesia belum bisa dikatakan sebagai negara yang berliterasi tinggi
sebagaimana hasil analisa. Pada tahun 1999 sejak tahun itu Indonesia mengikuti
proyek penelitian dunia yang dikenal dengan PIRLS ( Program in International
Reading Literacy Study), PISA (Program for International Student Assessment),
dan TIMSS (the Third International Mathematics and Science Study) untuk
mengukur literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan alam.
Pada
PIRLS 2006 ditemukan temuan-temuan penting yakni tentang prestasi membaca siswa
kelas IV Indonesia dan posisinya dibandingkan dengan siswa dari negara peserta
lainnya. Dalam penelitian itu tujuan membaca meliputi literacy purposes dan
informational purfoses. Sedangkan proses membaca meliputi interprenting,
integrating, dan evaluating.
Hasil
dari penelitian itu mencatat bahwa sekor tertinggi diperoleh Rusia (565),
Hongkong (564), Kanada (560), dan Singapura (559) sedangkan Indonesia menempati
urutan kelima dari bawah. Yaitu sedikit tinggi dari Qatar (356), Kuwait(333),
dan Afrika utara (304).
Dari
hasil temuan tesebut dapat disimpulkan
bahwa Bangsa Indonesia sangat jauh tertnggal dengan negara negara lain,
hal ini menjadikan PR bagi pemerintah, intasi pendidikan, guru dan kita semua
untuk merubah masakelam ini.
Kesimpulan
Literasi
bukan hanya istilah baca tulis melainkan sesuatu yang bisa mengubah setiap
orang untuk selalu berfikir kritis dan mengembangkan setiap apapun. Indonesia
saan ini dengan berbagai permasalahan yang terus menerjang yang tidak
berkembang akan bisa berubah menjadi negara maju dengan menanamkan literasi
disemua kalangan penduduknya.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)