Sunday, February 23, 2014
Created By:
Nafila El-Sa'idah
Cirebon, 14 f3bruari 2014
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Berliterasi Melalui Akademik Writing
By Nafila El Sa’idah
Kondisi kronologi kelas mulai sedikit memanas di pertemuan kedua
kini apabila dibandingkan dengan pertemuan perrtama. Sebabnya adlah jika pertemuan pertama
kemarin, kelas diisi dengan kontrak belajar, SAP (Satuan Acara Perkuliahan)
berikut apa yang harus dipersiapkan sebelum kuliah nanti.
Persiapannya
sebagai berikut :
1.
From English Material ( Narrative essay,
deskriptive essay, explanation, etc) move to Akademik writing).
2.
Membuat
blog kelas.
3.
Tentunya
jari yang akan bergerak lebih dari biasanya.
4.
Fisik
dan mental
Pokoknya pada pertemuan pertama, kita dalam kondisi “siap siaga”.
Jika masyarakat yang ada di sekitar gunung kelud yang mengungkapkan. Sedangkan di pertemuan kedua inikelas mulai
sedikit memanas karena dari appetizer( baca: tugas) yang kita makan, kita juga
dituntut untuk berfikir kritis untuk mendapatkan keseimbangan pemikiran kita
dengan Prof. Chaedar Al wasilah (
penulis buku “Pokoknya Rekayasa Literasi).
Tidak hanya itu, berfikir kritis juga untuk sistem pendidikan di
Indonesia agar menjadi lebih baik dengan memperbaiki realitas buruk yang ada.
Akademik writing mempunyai 3 pillar yang telah dibahas minggu
kemarin, diantaranya :
1.
Akademik writing- research (validity)
2.
Critical
thinking
3.
Writing
1.
Akademik
Writing
Akademik
writing adalah kewajiban untuk seorang akademisi. Orang yang berpendidikan tentu sangat erat
dengan akademik writing. Akademik
writing dibuat berdasarkan research denggan data-data yang keabsahannya tidak
diragukan (validity) yang logical dan realistis. “research,
however, is central to what we know and do as teacher”. (ken hyland- second language writing : 245)
seperti yang dikatakan ken hyland dlam bukunya “second language writing”
penelitian adalah pusat apa yang kita tahu dan lakukan sebagai seorangg
guru. Melihat kita sebagai mahasiswa di
fakultas pendidikan ilmu keguruan. Research
yang logical dan realistis perlu kita lakukan dan publikasikan dalam akademik
writing.
Karakteristik
akademik writing, yaitu :
1.
Impersonal
Tulisan
dalam akademik writing, penulis seharusnya menghilangkan karakternya dalam
tulisan itu. Kata I, the writer, the
author, dan yang lain sebagainya tidak dituliskan. Kemudin dimana penulis menampakan karakernya
dalam tulisan? Penulis menampakan karakter dirinya dari argumen argumen yang ia
buat.
2.
Reference
based
Akademik
writing harus banyak menggunakan referensi atau berbasis referensi agar
kebenarannya lebih kuat dan dapat diterima.
3.
Formal
Akademik
writing bersifat formal. Keformalam itu
ada karena karya-karya ilmiah adalah ilmu baru yang dihasilkan dari seorang
akademisi yang benar-benar berpendidikan.
4.
Rigid
(Baku)
Akademik
writing juga bersifat baku. Tentunya dengan bahasa yang sesuai dengan EYD
(Ejaan Yang Telah Disempurnakan)
2.
Critical
Thinking
Critical
thinking dengan memposisikan diri menjadi 2 posisi, yaitu:
·
Critical
Reading
Menjadi
pembaca yang kritis dan
·
Critical
Writing
Menjadi
penulis yang kritis
3.
Writing
4.
Menulis itu adalah cara yang sangat hebat
untuk perubahan, pertumbuhan, perkembangan, produksi ilmu pengetahuan. Karena,
dalam menulis itu ada 3 siklus yang dibangun, sebagai berikut :
1.
A way of knowing something
2.
A
way of represening something
3.
A
way of reprodusing something
Something
diatas ialah information, knowledge, experience.
·
Information
Informasi
yang belum diketahui dapat diketahui dengan menulis.
·
Knowledge
Mengetahui
hingga memproduksi ilmu-ilmu pengetahuan.
·
Experience
Hal
yang paling penting dari menulis adalah PENGALAMAN. Ketika kita melihat pada masa lalu dan kita
menuliskannya maka secara otomatis akan membawa kita kepada masa itu. Dan akan sangat lebih ingat pengalaman jika
dituliskan. Seperti mensejarahkan
kejadian dimasa lalu.
Hyland says, “writing is a practice
based on expectations: the reader’s chances of interpreting the writer’s
purpose are increased if the writer takes the trouble to anticipate what the
reader might be expecting based on previous texts he or she has read of
the same kind”(Hyland:2004). Menulis adalah tulisan yang dapat memunculkan
beberapa harapan. Ekpetasi itu yang akan
diberikan kepada pembaca dari penulis untuk mencapai tujuan yang penulis tuangkan
dalam tulisannya ihwal pembahasan ilmu pengetahuan yang dituangkan.
Writing-reading . kemampuan dari membaca dan menulis disebut
literasi ( 7th Edition oxford Advanced Learner’s Dictionary,2005:898). Literasi akan membangun sebuah kehidupan yang
berkualitas “ Life Quality”.
Dengan literasi Sumber Daya Manusia akan lebih baik serta mampu untuk
bersaing.
Banyak negara-negara di dunia yang
sudah membangun literasi dan mamp
bersaing di kancah internasional.
Seperti korea, korea mempunyai samsung, hyundai, dan sebagainya. Karena setiap harinya mereka seelalu berusaha
meningkatkan SDM mereka. Korea utara
sudah memiliki nuklir yang hebat karena literasi mereka tinggi. Sedangkan ciri-ciri negara yang mempunyai
daya saing yyang rendah ketika banyak produk-produk hasil impor yang digunakan.
Writer versus reader, keduanya bisa
berdansa bersama. Dalam buku Lehtonen
2001 yang dijelaskan Mr Lala Bumela, M.pd minggu kemarin keduanya berdansa dan
keduanya adalah sebuah seni.
Penulis dan pembaca menari berdans
di setiap langkah. Mengumpulkan
pengertian pengertian dari sebuah teks.
Hoey (2001) mengatakan bahwa writer dan reader dapat berdansa bersama
dengan menghubungkan teks.
Menurut Lehtonen, bagian yang
tterpenting dalam menulis adalah Meaning. Jangan jadikan tulisan seperti
kuburan yang tidak ada seorangpun yang membaca dan mengkritiknya. Menurutnya menjadi penulis itu hanya seketika
itu saja tetapi menjadi pembaca akan teringat sampai nanti dengan jangka yang
amat panjang.
Lehtonen’s note
·
Inti
dari bacaan adalah formasi meaning, reading menjadi tempatnya masuknya meaning.
·
Teks
dan reader tidak pernah berdiri sendiri tetapi saling memproduksi satu sama
lain.
Membaca
meliputi pilihan bacaannya, menyusun bacaan hingga menjadi ilmu pengetahuan
pada pembacanya.
Lehtonen
menghubungkan Teks, konteks, writer, reader, dan meaning. Hubungannya adalah teks sebagai akar untuk
menumbuhkan meaning, writer yang membuat konteks, dan juga reader membuat
konteks hingga menemukan meaning. Tujuan
dari semua itu untuk menemukan, mengetahui, memproduksi meaning dari bacaan
atau tulisan. Pembaca akan mengerti
konteks (isi) bacaannya.
Setiap bacaan
harus dapat mengajak pembacanya larut pada konteks yang penulis tuliskan, dan
meaning tujuannya.
Jadi,
kesimpulan dari class review kedua ini mulai menukil akademik writing. Mempelajari bagaimana menulis suatu karya
ilmiah dengan sifat-sifat yang telah disebutkan. Seperti : impersonal, reference based, formal
dan rigid. Cara untuk membangun literasi
dengan berfikir kritis. Kritis membaca
dan kritis menulis. Untuk menjadi
penulis yang hebat harus menjadi pembaca yang hebat dahulu.
Hyland dan
lehtonen memberikan cahayanya kepada kita yang sedang duduk dibangku sekolah
atau kuliah. Mereka mengungkapkan bahwa
membaca-menulis itu adalah 2 hal yang dapat disatukan melalui teks, keduanya
berdansa hingga menjadi sebuah seni.
Membaca-menulis
untuk sebuah arti dari kegiatan tersebut dapat melibatkan teks, konteks,
penulis dan pembaca untuk menuju ke sebuah makna (meaning). Dari meaning itulah akan mendapatkan ilmu
pengetahuan yang melimpah ruah.
Cirebon, 14 f3bruari 2014
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Chapter Review “pokoknya rekayasa literasi”
Renovasi Literasi !
By Nafila El Sa’idah
In the 21st century, world class standars will demand that everyone
is highly literate, highly numerate, well informed, capable of learning
constantly, and confident and able to play their part as a citizens of
democratic society. –Michael Barber-
Human minds cannot be proportionally developed unless they can
learn language, math, social and natural sciences in an integrated way. –Artes
Liberal-
5 pendekatan yang telah dikelompokan oleh beberapa ahli bahasa,
diantaranya:
1.
Pendekatan
struktural dengan grammar translation methods.
Pendekatan ini lebih fokus pada pengajaran bahasa tulis serta
penguasaan tata bahasanya. Seperti :
unit sintaksis ( kata,frosa, klausa), kata dan komponen dalam tata bahasanya.
2.
Pendekatan
audiolingual atau dengar ucap ( 1940-1960)
Lebih fokus pada dialog-dialog.
Dialog akan digunakan oleh siswa untuk komunikasi mereka dan tidak
berhubungan dengan tulis menulis. Bahasa
tulis terabaikan.
3.
Pendekatan
kognitif dan transformative sebagai implikasi dari teori-teori syntaksis
structure ( chomsky, 1957)
Pendekatan ini mengarahkan siswa untuk berbahasa sesuai potensi
lingkungannya. Siswa akan menyeimbangkan
bahasa mereka tidak hanya dari sintaksis saja.
Namun sociolinguistic juga.
4.
Pendekatan
communicative competence, dengan tokohnya yaitu Hymes (1976) dan Widdowson
(1978)
Pendekatan ini lebih kompleks karena tujuan dari pengajaran bahasa
dalam pendekatan keepat ini. Siswa
diharapkan dapat berkomunikasi dengan target.
Komunnikatif saja tidak cukup.
Dengan pendekatan ini akan mempelajari komunikasi yang bernalar baik
dengan target, spontan dan alamiah. Dari
bahasa tulis membawa banyak sisi untuk larut.
Contohnya mengisi formulir, pada kegiatan ini tidak hanya mengisi
formulir secara benar tetapi menyadarkan siswa terhadap konteks ekonomi-sosial
dari kartu kredit sebagai mesin ekonomi kapitalis.
5.
Pendekatan
literasi atau pendekatan genre-based sebagai implikasi dari studi wacana.
Pendekatan ini telah terimplementasikanpada kurikulum 2004 di
Indonesia. Siswa diharapkan mampu menghasilkan wacana yang sesuai konteks
komunikasi.
Pembelajarannya
dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu :
1.
Membangun
pengetahuan ( building knowledge of field)
2.
Menyusun
model-model teks ( modeling of text)
3.
Menyusun
teks bareng-bareng (joit construction of teks), dan
4.
Menciptakan
sendiri teks (independentt construction of text)
5 pendekatan diatas dimaksudkan agar pengajaran bahasa dapat
efektif dengan berbagai perbedaan cara.
Semuanya melatih siswa dalam pengajaran bahasa.
Dalam buku “pokoknya rekayasa literasi” oleh bapak Prof. Chaedar Al
wasilah banyak definisi (lama) kemampuan dari membaca dan menulis disebut
literasi ( 7th Edition oxford Advanced Learner’s Dictionary,2005:898). “
Literasi adalah istilah yang jarang dipakai di Indonesia. Namun lebih terkenal dengan “pengajaran
bahasa atau pembelajaran bahasa” (setiadi:2010).
Literasi di jaman silam sudah dianggap “cukup” sebagai pendidikan
dasar. Tetapi, era globalisasi di zaman modern ini literasi adalah praktik
kultural yang berkaitan dengan sisi penting di setiap negara dari andangan
sosial dan politiknya. Oleh karena itu,
para pakar pendidikan beralih pada “literasi”.
Literasi terkenal kembali, istilah literasi pada masa kini dihubungkan
dengan kemajuan ilmu dijaman sekarang. Seperti adanya literasi komputer,
literasi matematika, literasi ipa, dan sebagainya.
Berikut adalah perubahan makna literasi, yang pasti akan mengubah sistem
pengajaran bahasa pada sistem pendidikan.
Pertama, literasi hanya
kemampuan dari membaca dan menulis, bisa menyelesaikan masalah yang ada di
sekitar masyarakat untuk mencapai suatu tujuan yaitu mengembangkan ilmu
pengetahuan dan potensi ( The National Literacy Act di US, 1991)
Kedua, literasi bukan
sebuah ideologi seseorang dengan kemampuan menulisnya serta bukan juga pemicu
technologi. Hal itu dimaksudkan untuk
produksi dari phsycal dan social (alfabet) (O’sullivan, 1994 :170)
Ketiga, mulai masuk ke abad 21, dunia
menuntut penghuninya agar menjadi seseorang yang literate, numerate, well
informed, dengan pengajaran yang lebih konstant. Dan masyarakat dunia siap mengambil posisi
mereka sebagai masyarakat demokrasi ( Barer, dikutip hayat dan yusuf 2010:23)
Keempat, Literasi tidak
hanya berperan dalam kehidupan sosial.
Literasi mulai menyatu dengan kulitnya.
Yaitu, tata bahasa. Literasi
dengan multiliteracies adalah sebuah cara untuk meningkatkan kesusastraan,
dengan secara efektif menggunakan multiple language, multile Englishes dan
komunikasi antar budaya. ( The New London Group, 1996, dikutip hayat dan yusuf,
2010:24-25)
Kelima, definisi
terakhir ini adalah makna literasi yang sangat kompleks literasi untuk
kefasihan, efektif dan kritis dalam bahasa yang berbasis semiotic socities dan
ekonomis untuk menjadi seorang yang literate.
Untuk membuktikan keabsahannya dapat menggunakan medium print, visual,
digital dan media analog (Bull dan Anstey 2003:53)
Kemudian, 7
ranah dimensi literasi. Seseorang akan
literate dilihat dari sisi dimensi ke 7 ranan ini. Diantaranya sebagai berikut :
1.
Dimensi geografis (lokal, nasional, regional
dan internasional)
Dimensi ini
dapat dilihat dari sistem pendidikan dan jejaring sosial serta
vokasionalnya. Tingkatan orang yang
berposisi lebih tinggi harus lebih tinggi dimensi geografisnya. Contohnya diplomat harus lebih tinggi,
ditantang harus memiliki literasi internasional literasinya daripada bupati.
2.
Dimensi
bidang
Seperti
pendidikan, komunikasi, administrasi, hubungan militer dan sebagainya.
3.
Dimensi keterampilan
Seperti
membaca, menulis, menghitung dan berbicara untuk menjadi seorang yang literate.
4.
Dimensi
fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan,
mengembangkan pengetahuan dan mengembangkan potensi diri)
Seorang yang
literate seyogyanya dafat berfunsi seperti yang telah disebutkan di atas .
5.
Dimensi
media ( teks, cetak, visual dan digital)
Tuntutan era
modernisasi sekarang. Seorang yang
literate tidak hanya piawai dalam membaca-menulis alfabet, namun, harus siap
dengan media yang ada. Kini sudah muncul
literasi visual, digital dan virtual.
Pengetahuan IT ( Information Technology) sangat penting, sehingga
kehebatan universitas sekarang saat ini diukur melalui “ webometrics”. Sejauh mana universitas diperbincangkan.
6.
Dimensi jumlah (satu, dua dan beberapa)
Literasi juga
menuntut seseorang yang tidak hanya dalam 1 situasi. Tetapi harus multilaterat. Artinya ia mampu berinteraksi dalam berbagai
situasi, kondisi, bahasa, budaya dan lain-lain.
7.
Dimensi
bahasa ( etnis, lokal, nasional, regional dan internasional)
Dimensi ini
beranalogi ke dimensi monolingual, bilingual dan multilingual. Jika seseorang yang harus komunikatif dalam
bahasa indonesia dan inggris maka harus komunikatif juga dalam bahasa lokal
seperti sunda atau yang lainnya.
Masih terhubung
dengan revolusi definisi kiterasi lima di atas.
Terungkap 10 kunci literasi, yaitu :
·
Ketertiban
lembaga-lembbaga sosial
Karena literasi
tidak ada yang netral. Semua literasi
memiliki ideologi, ideologi itu didikte oleh linggkungan sosial politiknya.
·
Tingkat
kefasihan relatif
·
Kefasihan
berbahasa yang relatif jika bahasa inggris tingkat kefasihannya di ukur oleh
TOEFL 550 . 550 itu juga tidak menjamin kefasihan literasinya dalam konteks
Aneika Serikat.
·
Pengembangan
potensi dan ilmu pengetahuan
Pada tahap ini
jika mahasiswa memegang kunci ini. Maka, akan membekali mahasiswa untuk
berkemampuan memproduksi ilmu pengetahuan karena menulis akademik adalah bagian
dari literasi yang wajib dikuasai oleh para calon sarjana. Karena inilah literasi akademik.
·
Standaar
dunia
·
Literasi
adalah kunci untuk bersaing di standar dunia dalam persaingan global sekarang
ini. Meningkatkan rujuk mutu ( banch
marking) sehingga kualitas pendidikan lebih mudah dari bangsa lainnya.
·
Warga
masyarakat demokratis
Kunci dari
seorang yang literate yaitu menjadikannya sebagai warga masyarakat yang
demokratis macedo merekomendasikan “ as real intellectuals, teachers need to
appropiated languge of critique so as to denounce the hypocricy, the social
irjusticies and the human misery (I2000:12)
·
Keragaman
lokal
Manusia literat
sadar mengenai keragaman bahasa dan budaya lokal atau cerlang budaya ( Ayas
Erohaedi : 1986)
·
Hubungan
global
Semua warga
bersaing. Oleh karena itu wraga harus
memiliki literasi yang tinggi dengan penguasaan teknologi informasi (ICR
Literacy) dan penguasaan konep atau pengetahuan yang tinggi agat tidak kaget
budaya ( culture shock) yang disebabkan oleh loncatan inovasi teknologi.
·
Kewarganegaraan
yang efektif
Literasi akan
membekali warga negara yang efektif untuk mengetahui hak dan kewajibannya (
citizen literacy).
·
Bahasa
inggris ragam dunia
Pemahaman dan
antisipasi terhadap ragam-ragam bahasa inggris merupakan bagian dari literasi
global, karena bahasa inggris bagian dari literasi global karena bahasa inggris
dunia sesuai dengan lokal tempat tinggalnya.
·
Kemampuan
berfikir kritis
Literasi juga
menuntut untuk berfikir kritis.
·
Masyarak
semiotik (tanda/icon)
Kita semua
adalah praktisi semiotik. Setiap hari
kita membaca dan bernegosiasi ihwal dunia simbol dan mengintruksi diri kita
sendiri secara semiotik. Dari cara kita
berpakaian ( Luke, 2003)
7 prinsip
pendidikan berbasis literasi
1.
Literasi
adalah kecakapan hidup (life skill) yang memungkinkan manusia berfungsi
maksimal sebagai anggota masyarakat.
2.
Literasi
mencakup kemampuan reseptif dan produktif dan produktif dalam upaya berwacana
secara tertulis maupun lisan.
3.
Literasi
adalah kemampuan memecahkan masalah
3 R diganti
dengan 4 R ( Reading, writing, arithmethmetic dan reasoning)
4.
Literasi
adalah refleksi penguasaan dan appresiasi budaya.
5.
Literasi
adalah kegiatan refleksi (diri).
6.
Literasi
adalah hasil kolaborasi
Kolaborasi
antara dua pihak yang berkomunikasi.
7.
Literasi
adalah melakukan interpretasi.
Menginterpretasikan
alam semesta dengan kata-kata. Begitu
pula Al-quran . untuk menjadi ahli quran
harus literate. Agar ia mampu
menginterpretasikan ayat dengan benar.
Beberapa Rapor Merah Anak Negri
Dikutip
temuan-temuan terpenting dari PIRLS 2006 (Progress in International Reading
Literacy Study) yang relevan tentang prestasi anak negri dalam membaca. Tujuan membaca adalah literary purposes dan
informational purposes. Adapun proses
membaca meliputi interpreting, integrating dan evaluating.
·
Data
prestasi membaca :
Rusia=
565
Hongkong=564
Kanada=560
Singapura=559
Indonesia=407
Qatar=356
Kuwait=333
Afrika
304
Negara yang skor prestasi pembacanya
di atas rerata 500 ditandai oleh pendapatan kapita dan indeks pembangunan
manusia. Negara yang mendapat score 500
HDI= 0,9. Sedangkan, indonesia HDI=0,711
dan GNI/kapita 810 US $.
·
Lterary
purposes (LP) dan Informational Purposes (IP)
Negara yang literary purposes lebih tinggi daripada Informational
Purposes (IP) adalah Hongaria, Kuwait, Lituania, Georgia dan Israel. Sedangkan, yang LP lebih rendah daripada IP adalah Indonesia,
Maroko, Afrika Utara, Moldavia dan Singapura. Dan negara yang IP dan LP sama
yakni Luksemburg, Latvia, Skotlandia, Austria dan Inggris.
Indonesia merupakan negara yang berindikator retrieving dan straightforward
inferencing process daripada interpreting, integrating dan evaluating process.
·
Presentase
membaca siswa
Indonesia hanya memiliki 2 % yang presentasi membacanya sangat
tinggi, 19 % menen gah, 55% rendah.
Artinya 45% kurang skor 400.
Sedangkan singapura presentase membacanya 86-91 % untuk advanced international benchmark, 58-61% high
international benchmark, 86-91% intermediate international benchmark dan 97-99% low international benchmark.
·
Home
literary activities
Indonesia 44% sedangkan skotlandia 85% pada early home literary
activities, HER (Home Educational
Resource) yang membiasakan belajar di rumah untu membaca, menulis, menghitung,
bercerita, bermain kata dan lain lain.
·
HER
13 % siswa berada dalam kategori high HER, 77 % medium dan 10%
kategori low HER. Indonesia ada dalam
posisi bawah yaitu sekitar % high, 62% medium dan 37 % low.
Negara yang banyak mempunyai siswa
dengan kategori high adalah Inggris, USA, Islandia baru, Israel dan kanada (
British Columbia, Alberta dan Ontario)
·
Orang
tua lulusan universitas
Orang tua siswa yang lulus dari universitas hanya 25%, lulus SMA
21%, SMP 31%, SD 15 % dan tidak tamat SD 8%.
Negara yangg paling banyak mempunyai siswa lulusan universitas adalah
(> 40%) Denmark, Georgia, Islandia, Israel Belanda, Norwegia, Qatar, dan
Kanada. Orang tua siswa tidak lulus SD
terbanyak ada di negara Indonesia (46%), iran (35%), maroko (59%) dan afrika
utara (26%) ( hayat dn yusuf.2010:73-81).
Dari rapor merah di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Indonesia adalah negara yang belum siap bersaing di
dunia. Ketertinggalannya sangat
jauh. Artinya, sistem pendidikan di
Indonesia belum bisa membentuk orang-orang yang literate dan siap bersaing.
Meskipun dalam laporan PIRLS tidak ada laporan menulis. Namun, dapat dipastikan prestasi menulis akan
rendah apabila prestasi membacanya juga di bawah rate-rata.
Produksi buku yang dihasilkan oleh penduduk indonesia yang telah
sarjana tidak mampu bersaing. Jumlahnya
sangat sedikit 6000 buku (termasuk terjemahan) apabila dibandingkan dengan
jumlah orang berpendidikan di Indonesia yakni 12.231 orang. Seharusnya buku
yang dihasilkan sebanyak 77.000.
sedangkan, malasyia menghasilkan 8500 buku, korea 45.000 buku, jepang
60.000 buku, Amerika 90.000 dan India 70.000.
Maka untuk mengejar ketertinggalan itu harus ditingkatkan lagi
SDM. Ujung tombak pendidikan literasi
adalah guru dengan langkah-langkah profesionalnya. Dapat dilakukan dengan 6 aspek. Sebagai berikut:
1.
Komitmen
profesional
2.
Komitmen
eits
3.
Strategi
analisi dan redlektif
4.
Efikasi
diri
5.
Pengetahuan
bidang study
6.
Keterampilan
literasi dan numerasi (cole dan cha 1994 dikutip oleh setiadi 2010)
Maka
dari itu, literate adalah seorang yang berpendidikan dan berbudaya. Kuncinya adalah penguasaan bahasa.
Rekayasa literasi yang dilakukan
pemerintah diperbaiki oleh 4 dimensi, yaitu:
1.
Linguistik
atau fokus teks
2.
Kognitif
atau fokus media
3.
Sosiokultural
atau fokus kelompok dan
4.
Perkembangan
atau fokus pertumbuhan (kucer, 2005:293-4)
Merekayasa
literasi berarti merekayasa pengajaran membaca-menulis dalam 4 dimensi.
3 paradigma
untuk pengajaran sastra dalam literasi.
1.
Decoding
Penguasaan kode
bahasa, grafonem merupakan kunci pertama literasi, mempelajari bahasanya dengan
menguasai bagian bagian bahasa.
Rumus :
Perkembangan
literasi= belajar ihwal literasi-> belajar literasi-> belajar melalui
literasi.
2.
Keterampilan
Keterampilan
untuk menguasai tata bahasa pada suatu bacaan dengan menguasai morfem dan
kosakata.
3.
Bahasa
secara utuh
Tidak fokus
pada sebagian atau serpihan bahasa saja.
Tetapi fokus pada makna secara uttuh tidak parsial.
Perkembangan literasi= belajar ihwal
literasi-> belajar literasi-> belajar melalui literasi ( tidak digunakan)
perkembangan literasi adalah belajar melalui literasi->belajar literasi->belajar ihwal literasi.
perkembangan literasi adalah belajar melalui literasi->belajar literasi->belajar ihwal literasi.
Tadinya
|
Kini
|
-Bahasa adalah system struktur yang mandiri.
-Fokus pengajaran pada kalimat-kalimat yang
terisolasi.
-Berorientasi ke hasil.
-Fokus pada teks sebagai displaykosakata dan struktur
tata bahasa
-Mengajarkan norma-norma perspektif dalam berbahasa.
-Fokus pada penguasaan keterampilan secara terpisah
(discreate).
-Menekankan makna derotatif dalam konteksnya.
|
-Bahasa adalah fenomena sosial.
-Fokus pada serpihan-serpihan kalimat yang saling
terhubung.
-Berorientasi ke proses.
-Fokus pada teks sebagai realisasi tindakan
komunikasi.
-Perhatian pada variasi register dan gaya ujaran.
-Fokus pada ekspresi diri.
-Menekankan nilai komunikasi.
|
Paradigma
yang telah dibuat dan dirubah untuk perbaikan pengajaran bahasa. Kita tidak boleh melakukan kesalahan, jangan
sampai ahli linguistik tidak bisa menulis dan ilmuwan bergelar tidak menulis
buku sebagai perbaikan literasi di negara ini.
Jangan juga menyalahkan guru bahasa karena literrasi yang telah dibangun
memiliki dimensi lain sesuai politik sosial.
Perubahan paradigma adalah langkah baru untuk hijrah intelektual,
keilmuan, hijrah bernalar dan maju menghadapi tantangan di jaman sekarang
dengan arus globalisasi sekarang ini.
Jadi
kesimpulannya, literasi sebagai keterampilan membaca-menulis telah berevolusi
hingga linguistic-semiotic societis dan pragmatik. Sampai saat ini banyak dimensi dari literasi
yang harus didapatkan dari pengajaran bahasa dengan idealisme definisi, kunci,
ranah, dan prinsip literasi sendiri.
Untuk indonesia benar-benar belum mampu untuk bersaing dalam dunia
global karena kualitas pengajaran atau sistem pendidikan yang ada tidak mampu
mencetak seorang yang literate.
Pendidikan belum maksimal untuk menghasilkan akademisi yang literate. Dilateratenya dapat ditunjukan dari kemampuan
membaca dn menulisnya.
Siapa
yang akan meluruskan bangsa ini ke jalan yang terang benderang, yang mampu
bersaing dalam standar dunia dan mencapai kesuksesan literasi, jika sistem yang
ada tidak cukup menyadarkan warga negaranya untuk menjadi seorang yang
literate.
Dalam buku prof. Chaedar Alwasilah ini
sangatlah jelas untuk mengungkapkan bahwa pengajaran bahasa belum
kompetent. Jangankan warganegara
biasa. Orang yang telah bergelar sarjana,
profesor bahkan akademisi seniorpun tidak berbanding lurus dengan apa yang
harusnya mereka hasilkan. Dapat dilihat
dari jumlah karya ilmiah yang seharusnya dihasilkan.
Rekayasa
literasi ini adalah merekayasa pengajaran membaca-menulis dengan revolusi
paradigma pengajaran bahasa. Renovasi
rumah pendidikan kita dengan semen, material, dan mebeul literasi!.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)