Sunday, February 23, 2014

Siapakah Kita di Kelas Writing?

Class Review 2
Siapakah Kita di Kelas Writing?
Alhamdulillahirobbil’alamin Allah SWT . masih memberi kita kesempatan untuk berkumpul  dan mengikuti pembelajaran ini.  Hari ini, 14 Februari 2014 pukul 07.30 WIB. Adalah saat yang sedikit membuat jantung berdetak lebih cepat dan otak bekerja lebih keras, karena ini saatnya bertemu dengan mata kuliah Writing 4. Tugas appetizer yang telah dikerjakan pun harus bisa dipertanggungjawabkan, harus menguasai isinya. Seperti biasa, satu persatu ditanya dengan pertanyaan beragam. Ketika tiba giliran saya, saya mendapat pertanyaan yang tidak begitu mengasah penalaran. Diakhir sesi tanya jawab, didapat kesimpulan bahwa: tulisan akademik berhubungan dengan penelitian, validitas, penyamaan lalu hal yang mendekati kebenaran. Tulisan akademik melahirkan seorang pembaca  dan penulis kritis. Saat lahir banyaknya pembaca dan penulis kritis, maka literasinya pun akan tinggi. Pertumbuhan literasi yang tinggi dalam suatu negara akan semakin memajukan perkembangan negara tersebut. Ternyata benar, dimanapun kita akan selalu  mendapatkan tantangan untuk kedepannya. Begitupun mahasiwa yang mendapat tugas dan menjadi tantangan besar untuk diselesaikan.

Literasi cukup erat kaitannya dengan perkembangan suatu negara. Literasi bisa menjamin kualitas hidup seseorang. Orang  yang berliterasi tinggi biasanya selalu berpikir kritis,  selalu bertanya, tidak pernah puas dengan ilmu yang sudah pernah ia dapatkan. Mereka mempunyai cita rasa yang lebih tinggi dibanding yang lainnya. Mereka lebih menyukai program berita dibanding drama tv atau acara lainnya.
Sumber daya manusia di Indonesia dewasa ini masih rendah, kita bisa lihat tingginya tingkat import seperti beras, gula, kacang kedelai. Kapan Indonesia bisa jadi negar eksportir? SDM sebenarnya bergantung pada diri kita masing-masing. Jika kita ingin sukses diusia 30 tahun maka kita harus membuat kualitas hidup dengan baik dan juga sukses dalam kesehariannya. Yang terpenting adalah kualitas menuju kesuksesannya, bukan masalah hasil sukses atau tidaknya nanti.
Lalu, bahasa merupakan gerbang portal menuju gerbang lainnya. Kita belajar bahasa sejak kita masih kecil dari ibu kita, guru bahasa kita. Guru bahasa yang baik akan menularkan ilmu kebahasaannya pada siswanya dan kelak mereka akan menjadi generasi penerus yang lebih baik lagi.
Dalam perspektif  pak Lala, seluruh mahasiswanya adalah seorang penulis multi-bahasa; menulis dalam L1 dan L2 dengan efektif; yang bisa menjadi pembaca kritis pula; yang bertransformasi dari seorang siswa menjadi siswa penulis; yang bisa memberikan informasi pilihan hidupnya; dan terakhir yang bisa mengganti dunia. Terdengar begitu berat dan sangat banyak. Tapi, itu semua pun pada akhirnya akan kembali lagi pada diri kita sendiri. Ketika kita mendapat banyak tugas dan dituntut membuat ini dan itu maka hal ini sejatinya untuk mengasah pengetahuan kita dan Insya Allah kita akan menjadi manusia yang lebih baik lagi. Aamiiiiin.
Ada banyak buku referensi yang harus dikuasai oleh setiap mahasiswa. Semuanya menggunakan bahasa Inggris. Inilah masalahnya, membaca buku berbahasa Inggris itu cukup sulit, membutuhkan waktu double untuk membaca dan memahami artinya. Disini pun muncul tantangan lainnya yang harus dihadapi. Apakah kita bisa sabar membaca buku-buku tersebut atau tidak. Buku referensi yang disarankan dibaca untuk minggu ini adalah buku “The Cultural  Analysis of Text” maha karya dari Mikko Lehtonen. Berikut beberapa informasi yang didapat dari buku tersebut.


TEKS
1.                  Teks sebagai makhluk fisik
Teks diyakini sebagai bentuk fisik, tapi mereka eksis dalam beberapa bentuk agar menjadi makhluk semiotik. Teks bisa jadi makhluk semiotik jika mempunyai beberapa bentuk fisik. Teks menyampaikan artepak, semacam bukti sejarah, yang diproduksi melalui berbagai teknologi. Awal mulanya tulisan dibuat pada kayu atau batu menggunakan gergaji dan pisau, kemudian jaman teknologi berikutnya  ini tulisan bisa dilihat melalui hasil cetakan pada kertas atau buku dan menciptakan generasi baru.
2.                  Teks sebagai makhluk semiotik
Teks dikategorikan menjadi tiga fitur. Pertama: tanda teks itu fisik dan material. Adanya bentuk fisik mereka selalu mempunyai dasar material. Kedua: hubungan formal antara isi teks. Ketiga: mempunyai makna semantik. Mengarah pada suatu bagian luar diri mereka, termasuk lingkungan alam atau budaya, atau bahkan sebuah non-tekstual maupun secara tekstual.
Dalam ‘The Death of the Author’ Barthes menulis bahwa teks adalah susunan kutipan hasil dari seribu sumber budaya.
3.                  Linguistik dan pemahaman budaya pada teks.
Biasanya teks diatur agar membentuk makna. Tidak terlalu banyak hasil dari sebuah pemahaman teks, tapi berhak menggerakan pengetahuan dan kemampuan pada si pembaca dan teks itu dibuat dengan pemahaman karena mereka menyatukan bahan mentah makna (sumber tulisan) menjadi isi teks.
4.                  Sejarah dunia
Sejarah adalah suatu bagian penting dari perbuatan kita untuk menafsirkan dunia; untuk membentuk jalan hidup kita. Bercerita menjadi salah satu bagiannya, ketika bercerita mereka akan mengetahui buday.
5.                  Fakta dan fiksi
6.                  Paradigm dan syntagm
Saussure berpendapat bahwa Syntagm ialah kombinasi yang dibuat dengan hubungan linear, dibangun dari dua unit atau lebih yang bergantian satu sama lain. Paradigm ialah perbedaan jenis hubungan dari situasi luar pada bahasa yang telah digunakan.

KONTEKS
Fakta pada teks yang tidak eksis diluar konteks, karena teks selalu dibentuk oleh kontekstual yang ditambahkan sehingga menyatu.
Beberapa teks selalu mempunyai konteks yang mengelilingi dan menembus makna. Sama seperti banyaknya tanda linguistik yang bergantung pada posisi mereka, makna pada teks pada akhirnya tidak mungkin untuk dipelajari secara terpisah dari konteks, sejak teks sebagai makhluk semiotik yang tidak eksis tanpa pembaca, situasi dan fungsi pada waktu yang bersamaan mereka saling menggabungkan.
Dalam pemikiran tradisional teks dan konteks, konteks terlihat seperti pemisah ‘latarbelakang’ teks yang perannya sebagai tambahan informasi dan bisa jadi penolong untuk mengartikan teks tersebut.
Konteks tidak ada sebelum author atau teks ada, semuanya tidak ada jika yang lainnya pun tidak ada. Bertemunya sebuah teks, konteks dan pembaca itu pada dasarnya adalah persetujuan. Persetujuan itu ditujukan tidak hanya mengarah pada makna yang dibuat, tetapi juga diarahkan pada identitas masing-masing kelompok yang terlibat. Bertemunya tiga bagian tersebut tidak hanya membentuk makna tapi sebuah identitas baru.

PENULIS
Menurut Raymond Williams, sejarah tulisan dibedakan menjadi empat prinsip. Pertama; koneksi dengan sosial dimana pengetahuan secara lisan dan tradisi yang kuat. Tulisan berfungsi sebagai pendukung dan alat perekam budaya-budaya tersebut. Kedua; berfungsi untuk merekam dalam bentuk tulis. Ketiga; teks tulisan untuk dibuat dan dibaca secara pribadi. Keempat; saling mengikat hubungan baik antara kita. Masih saja, pembangunan menulis masih dibawah bayangan literasi. Hanya selama 150  tahun terakhir terdapat beberapa budaya dimana mayoritas orang memiliki sumber minimal untuk memahai teks tulisan.
PEMBACA
Teks dan pembaca tidak pernah ada secara bebas satu sama lain, tapi pada faktanya dibuat satu dengan yang lainnya. Teks tidak jadi semiotikal tanpa pembaca tapi pembaca bisa ada tanpa teks. Diibaratkan pembaca tinggal bersama dalam beberapa waktu dan tempat yang sama, bagaimanapun juga tidak perlu saing memutuskan. Mereka hidup bersama seperti mereka mempunyai beberapa kehidupan pribadi, kehidupan keluarga dan lainnya. Makna dibuat dengan interaksi antara pembaca dan teks yang tidak pernah bisa terbaca langsung melalui ‘textual features atau strategi yang tidak menyatu.
MAKNA
Kebudayaan adalah dimanapun adanya kehidupan manusia dan sosial. Kita adalah manusia dengan pengertian dan penafsiran apa yang kita rasakan, itu dengan membangun lambang dimana sesuatu berdiri untuk sesuatu lainnya. Lambang itu memungkinkan kita untuk berpikir apa yang tidak ditunjukan dan tidak jadi direpleksikan dimasa lalu,  juga rencana untuk dimasa mendatang. Untuk mengeksplor hal lainnya dan mempertimbangkan sesuatu yang belum diketahui, kita bersama-sama membentuk pola lambang untuk membangun sebuah negara dan memberikan diri kita posisi yang lebih khusus.
Bagaimanapun juga, dugaan mengenai peraturan mendasar akan arti kehidupan manusia adalah bukan pada penemuan abad ke-20. Jauh sebelum lahirnya sistem tulisan, orang meninggalkan tanda yang dimaksudkan untuk menunjukan sesuatu pada yang lain. Dunia meaning memberikan kita cara bertingkah laku dan peraturan-peraturan.
Organisasi dunia makna menguraikan kehidupan sehari-hari seluruh komunitas dan konsep mereka pada identitasnya dalam sebuah jalan yang penting. Dalam budaya, dimana makna dibuat dan ditransmisikan secara lisan untuk bagian utama, lokal, individualitas dan tradisi mungkin membawa beban yang baik. Sedangkan dalam budaya dimana makna juga diproduksi dan dialihkan melalui material cetak, sebuah aspek nasional bangkit, individu yang menghasilkan makna tidak lagi perlu diketahui pembaca, dan tradisi memilki kecenderungan untuk memiliki keragaman. Akhirnya, pembuatan dan penyebaran makna secara elektronik dan digital menempatkan secara global disamping tingkat lokal dan nasional, tetapi juga menghasilkan sub-budaya lokal yang baru.
Makna dan kekuatan
Setiap hari kehidupan manusia dalam budaya moderen terakhir ini tidak hanya termasuk lisan, tapi tulis, cetak, elektronik dan akhir-akhir ini penyebaran teks secara digital. Semakin banyak bertambah saja manusia yang bekerja dengan beraneka ragam teks tersebut. Dalam waktu yang sama, penyempitan jam kerja juga datang memberi arti bahwa kita mempunyai waktu lebih daripada generasi sebelumnya untuk menyelidiki kedalam teks yang tidak ada habisnya. Oleh karena itu, dalam dunia makna tidak ada hal seperti warna hijau sebagai tanda keluar atau merah sebagai tombol Off.
Berbicara untuk realitas makna tidak hanya selaku ekonomi dan politik. Makna mempunyai pengaruh sosial, konsekuensi politik dan kekuatan budaya. Lalu, menulis tentang makna tidak pernah “hanya” menulis tentang makna. Tetapi mencari bagaimana cara mencoba mendapatkan suatu pegangan pada hubungan antara manusia- lelaki dan wanita, muda dan tua, kaya dan miskin, kita dan mereka yang dilewati oleh hubungan makna. Makna dan hubungan sosial terjalin dengan begitu kuat satu sama lain.
Meskipun begitu, tidak semua orang bisa menjangkau dunia makna. Pada permulaan abad ke-21 masih ada jutaan orang yang tidak bisa membaca teks tulis. Sumber budaya berhubungan pada teknologi elektronik dan digital meskipun yang belum disebarkan dengan baik.
Disamping itu, kelemahan keterampilan atau peralatan yang diperlukan bukan hanyalah alasan orang-orang dilarang memasuki dunia makna. Dominasi makna bisa menghilangkan kelompok orang dalam rentang waktu yang cukup lama. Ada situasi budaya dimana orang menyimpang dan orang tidak setuju, tidak mempunyai kata-kata dan makna untuk menyampaikan pengalaman dan pandangan mereka dalam bentuk yang mudah dipahami oleh orang lain. Dibanyak negara, gay dan lesbian sebagai contoh masih terlihat eksis dimedia secara mainstream atau tidak disebut-sebut tetapi mereka menyatu membuat kaum moralitas borjuis, atau mereka tidak memperdulikan tingkat persamaan manusia dengan populasi kaum heteroseksual. Dalam aliran budaya barat, sebuah orientasi non-heteroseksual masih tabu untuk diterangkan.
Dalam buku “Second Language Writing” karya lainnya Hyland ada hal menarik berikut ;  pengetahuan yang luas itu dibutuhkan untuk menulis dalam bahasa Inggris. Cana (1980) berpendapat bahwa penulis itu membutuhkan paling tidak faktor-faktor berikut:
Ø  grammatical competence, pengetahuan tentang grammar, kosa kata dan sistem bahasa.
Ø  discourse competence, pengetahuan tentang genre dan pola reetorikal.
Ø  sociolinguistic competence, penggunaan bahasa secara tepat sesuai konteknya, dan bersikap sewajarnya sesuai tatakrama yang ada.
Ø  strategic competence, mempunyai strategi yang beragam dalam berkomunikasi.
Ketika kita akan menerapkan hal diatas pada siswa penulis, si pembimbing harus bertanya apakah pendapatnya, idenya, konsepnya sampai bagaimana nantinya ia akan menyelesikan itu semua dalam bentuk tulisan.




Chapter Review 1
Rapor Merah Rekayasa Literasi Indonesia
Dewasa ini, literasi menjadi salah satu bahan perbincangan  khususnya dikalangan guru bahasa. Disamping itu, ahli bahasa menyebutkan  lima cara pendekatan pembelajaran bahasa asing, yakni:
v  Pendekatan Struktural, pembelajaran yang berfokus pada penggunaan bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa.
v  Pendekatan Audiolingual, pembelajaran yang berfokus pada latihan dialog-dialog pendek untuk dikuasai oleh siswa. Akan tetapi, ada kelemahannya yaitu baca-tulis yang kurang diperhatikan.
v  Pendekatan Kognitif dan Transformatif, berfokus pada penguasaan siswa terhadap bahasa yang disesuaikan dengan lingkungannya.
v  Pendekatan Communicative Competence, berfokus pada cara berbahasa dan berkomunikasi  secara komunikatif sehingga bisa berkomunikasi dengan spontan dan alami.
v  Pendekatan Literasi, berdasar kurikulum 2004 pendekatan ini berfokus pada pengenalan berbagai jenis wacana lisan maupun tulisan. Pengenalan ini dilakukan dengan empat proses: membangun pengetahuan; penyusunan model-model teks; penyusunan teks bersama-sama; menciptakan teks sendiri. Keempatnya harus dipenuhi dengan baik.

Pendekatan literasi sepertinya menjadi kajian utama di Indonesia. Literasi lebih banyak dikenal hanya sebagai baca-tulis. Berikut beberapa pengertian literasi:
1.        7th Edition Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2005;898. Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis.
2.        (Setiadi:2010) Literasi jarang digunakan. Sedangkan istilah yang lebih sering digunakan adalah pembelajaran bahasa.
3.        Zaman dahulu literasi diartikan sebagai pendidikan dasar. Akan tetapi, di zaman sekarang pendidikan dasar tidak cukup hanya mengandalkan pendidikan dasar.
4.        Literasi adalah praktik kultural berkaitan dengan persoalan politik dan sosial. Naun pada hakikatnya, literasi tidak hanya membaca dan menulis, kini bahkan ada istilah literasi komputer, literasi  virtual, literasi matematik atau yang lainnya. Sehingga memunculkan paradigma baru saat memaknai literasi dan pembelajannya.
Guna menghadapi persiapan tantangan zaman , ada model literasi  yang ditawarkan Freedy & Luke:
1.        Memahami kode dalam teks;
2.        Terlibat dalam memaknai teks;
3.        Menggunakan teks secara fungsional;
4.        Melakukan analisis dan mentransformasikan teks secara kritis.
Keempat peran tersebut  dapat diringkas ke dalam lima verba: memahami, melatih, menggunakan, menganalisis dan mentransformasikan teks.
Makna dan rujukan literasi terus berevolusi dan kini maknanya semakin meluas. Meskipun begitu, literasi masih membahas bahasa yang memiliki tujuh dimensi:
Ø  Dimensi geografis, meliputi lokal, nasional, regional, dan interpersonal.
Ø  Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer dan lainnya). Kita ambil contoh bidang pendidikan, jika tingkat pendidikannya tinggi maka literasinya pun akan tinggi.
Ø  Dimensi keterampilan, orang  yang literat harus memiliki keterampilan membaca, menulis, menghitubg dan berbicara.
Ø  Dimensi fungsi, orang yang literat akan mmpu mengaplikasikan kemampuan literasinya untuk menghadapi permasalahan.
Ø  Dimensi media, orang yang literat akan mampu mengandalkan keampuan literasinya untuk menggunakan media.
Ø  Dimensi bahasa, orang yang literat ialah orang yang bisa menguasai berbagai bahasa sehingga ia adalah orang multilateral.
Ø  Dimensi jumlah, bisa merujuk pada banyak hal seperti bahasa, variasi, ilmu, media dan peristiwa

Perubahan paradigma baru menimbulkan pemikiran-pemikiran baru seperti:
v  Pengembangan potensi diri dan pengetahuan.
Literasi merupakan pengembangan potensi diri untuk mengekspresikan bahasa ibu serta pembekalan mahasiswa agar bisa membekali ilmu pengetahuan.
v  Standar dunia
Literasi sebagai nilai ukur kualitas sebagai pendidikan bangsa.
v  Warga masyarakat demokrasi
Macedo berkata  bahwa “seorang intelektual yang nyata mengajarkan penggunaan bahasa yag kritis”. Literasi menjungjung tinggi nilai demokrasi dan memberikan fasilitas warga negara untuk menjunjung demokrasi tersebut.
v  Keberagaman lokal
Literasi bisa menyadarkan manusia tentang keberagaman budaya lokal. Secara tidak langsung akan membentuk manusia yang berwawasan global, makin sensitif dan antisipatif terhadap keragaman lokal.
v  Hubungan global
Mengaruskan semua orang mempunyai literasi tingkat internasional.
v  Kewarganegaraan yang efektif
Warga negara mampu aktif dalam segala bidang.
v  Bahasa Inggris ragam dunia
Bahasa Inggris merupakan bagian dari literasi global. Bahasa Inggris dipengaruhi oleh kekentalan bahasa dan budaya lokal.
v  Kemampuan berpikir kritis
Literasi bukan hanya mengenai membaca dan menulis, akan tetapi kita harus menggunakan bahasa itu secara fasih dan kritis, serta mengajarkan agar berpikir secara kritis.
v  Masyarakat semiotik
Semiotik berupaya mengkaji budaya, para ahli menggunakan istilah sintaksis, semantik dan pragmantik.

Beberapa prinsip agar pendidikan bahasa berbasis literat:
ü  Literasi adalah kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
ü  Literasi mencangkup kemampuan reseptif dan produktif dalam berwawasan tertulis maupun lisan.
ü  Literasi mampu memecahkan masalah. Literasi menangani masalah seseorang menggunakan bahasa dan berpikir kritis yang bernalar tinggi.
ü  Literasi ialah  repleksi penguasaan apresiasi budaya. Pendidikan bahasa mengajarkan tentang sistem budaya seperti kepercayaan, sikap, cara dan tujuan budaya.
ü  Literasi itu merefleksikan diri.
Bahasa menanamkan pada diri siswa untuk merefleksikan diri atas bahasa sendiri.
ü  Literasi ialah hasil kolaborasi.
Membaca dan menulis melibatkan dua orang minimalnya untuk berkomunikasi. Penulis menyajikan yang terbaik untuk pembaca. Pembaca menyajikan seluruh kemampuannya untuk memaknai seluruh teks tersebut.
ü  Literasi untuk melakukan  interprestasi.
Memaknai segala aspek dengan baik agar terciptanya literasi yang tinggi.

Rapor Merah Literasi Anak Negeri
Ditemukan beberapa fakta mencengangkan di Indonesia tentang membaca dan menulis yang diperoleh dari penelitian lembaga penelitian dunia bernama PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study). Berikut ini faktanya:
Ø  Indonesia menempati posisi kelima dari bawah untuk prestasi membaca siswa dari seluruh dunia.
Ø  Indonesia cukup rendah dalam pendapatan kapita dan indek pembangunan manusianya (HDI) hanya memiliki 0,711 HDI dan GNI/ kapita 810 US $.
Ø  Indonesia termasuk negara yang memiliki indikator tinggi dalam retrieving and straight forward inferencing process daripada interpreting, integrating and evaluation process.
Ø  Hampir 50% para orangtua siswa Indonesia  melakukan kegiatan home literacy activities, yaitu melakukan kegiatan membaca, menulis, bercerita, mempunyai buku bacaan dirumahnya.
Ø  Indonesia berada diposisi bawah dalam indek sumber literasi di rumah.
Ø  46% orangtua siswa Indonesia tidak lulus SD.
Dari semua fakta tersebut, dapat diambil pelajaran bahwa:
§        Tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal dibanding siswa negara lainnya.
§        Dalam penelitian tersebut tidak menyinggung masalah menulis tetapi, bisa diprediksi bahwa membaca dapat menentukan tingkat menulisnya. Tanpa kemampuan membaca yang baik mana mungkin menghasilkan penulis yang baik pula.

Masih dari hasil penelitian PIRLS, Indonesia kalah dalam produksi buku tiap tahunnya dibanding negara lain. Jika Indonesia hanya bisa memproduksi 6000, Malaysia berhasil memproduksi 8.500 buku, sedangkan Korea 45.000, berbeda dengan Jepang yang telah memproduksi sebanyak 60.000 buku. Fakta menyebutkan bahwa Amerika bisa memproduksi 90.000 buku. Tidak disangka jika India pun berani memproduksi sebanyak 70.000 buku.
Lalu, Jumlah dosen sekitar 231.786 (data tahun 2007), bila semua dosen menulis buku maka dalam tiga tahun, indonesia akan bisa mengejar prestasi India dalam produksi buku. Ujung tombak pendidikan literasi Indonesia adalah guru, yang bisa mengambil langkah profesional seperti: komitmen profesional, komtmen etis, strategis analisis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, keterampilan literasi dan numerasi. Literasi yang tinggi diawali dengan memiliki guru yang berprofesionalitas tinggi berasal dari lembaga pendidikan keguruan yang profesional juga.

Implementasi
Rekayasa literasi adalah penyengajaan dan sistem untuk mendidik manusia  agar berbudaya melalui penguasaan bahasa yang efektif. Penguasaan bahasa adalah pintu masuk untuk menguasai pendidikan dan kebudayaan. Awalnya, penguasaan bahasa bergantung pada tingkat literasi dirumah dan lingkungan masyarakatnya.
Rekayasa literasi adalah merekayasa pengajaran baca dan tulis menyangkut empat dimensi:
-          Dimensi pengetahuan linguistik, berfokus pada kebahasaan dan teks. Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan yang mencakup: sistem bahasa untuk membangun makna seperti struktur dan jenis makna, persamaan perbedaan bahasa lisan dan tulisan, ragam bahsa yang mencerminkan kelompok.
-          Dimensi pengetahuan kognitif / minda, berfokus pada kognitif. Membaca dan menulis memerlukan keterampilan: aktif selektif saat membaca, memanfaatkan pengetahuan yang ada disekitar untuk membangun makna, menggunakan mental dan strategi untuk membangun makna.
-          Dimensi perkembangan, fokus pada pertumbuhan. Pada hakikatnya literat itu proses “menjadi” atau secara berangsur menguasai  beberapa pengatahuan.
-          Dimensi sosiokultural, fokus pada kelompok. Membaca dan menulis perlu mengetahui hal berikut: tujuan dan pola literasi, aturan dan norma dalam melakukan transaksi dengan bahasa tulis, fitur-fitur linguistik, menggunakan literasi untuk membangun dan mengontrol pengetahuan didalam suatu kelompok, mempertahankan bentuk dan fungsi literasi oleh kelompok.
Pengajaran yang baik itu adalah bisa menggunakan keempat dimensi itu bersama, serempak, aktif, terintegrasi, karena orang yang literat akan menggunakan bahasa dan ilmu pengetahuan secara efektif dan efisien. Bagaimana literasi itu diajarkan bergantung pada paradigma masalah literasi itu sendiri. Paradigma merupakan perubahan sudut pandang yang membawa sejumlah konsekuensi sampai ke metode dan teknik pengajaran yang kasat mata dan hasilnya dapat diukur.
Kurikulum pembelajaran bahasa asing pada tingkat dasar lebih bersifat text-centric bukan  reader centric atau writer centric. Serta cenderung berfokus pada ketepatan dan konvensi bahasa dalam bentuk tata bahasa, ejaan, pemakaian bahasa dan tulisan yang dikenal dengan esai singkat. Bagaimanapun juga, pendekatan literasi terhadap pengajaran bahasa asing melihat bahasa secara fungsional dan membantu kita membangun kurikulum tiap tahap pendidikan secara komprehensif dan integral.
Meletakan rekayasa literasi dengan benar seharusnya diawali dengan pemahaman dan paradigma pengajaran literasi.  (Kucer: 2000)
1)        Decoding, siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu tentang literasi, yakni bagaimana memaknai kode bahasa.
2)        Keterampilan, siswa mempelajari pengenalan formula bahasa untuk diterapkan diberbagai data atau peristiwa literasi dalam berbagai kontek. Formula bahasa itu seperti morfem dan kosa kata.
3)        Bahasa secara utuh, pengajaran bahasa yang berfokus pada pembelajaran makna. Siswa diberi teks otentik yang kontekstual dan baru untuk mendapatkan makna baru bukan kosa kata baru.

Berikut ini gambaran perubahan sudut pandang mengenai pengajaran bahasa: tadinya bahasa adalah sistem struktur yang mandiri lalu menjadi fenomena sosial, tadinya berfokus pada kalimat terisolasi menjadi  berfokus pada penggalan kalimat yang saling terhubung, tadinya berfokus pada kosa kata dan tat bahasa sekarang menjadi fokus pada realitas komunikasi, sebelumnya teks menekan makna denotatif, dan sekarang menjadi adanya penekanan nilai komunikasi.
Literasi tidak akan bisa muncul dengan sendirinya dan melalui jalan yang mudah. Harus ada proses pembiasaan yang dilakukan. Bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti membiasakan membaca buku minimal satu atau dua halaman setiap harinya, membuat tulisan kegiatan keseharian secara rutin. Lama-lama hal kecil tersebut membawa kita pada budaya literasi. Membiasakan hal-hal yang bermanfaat pada seseorang dari sejak dini, kelak akan membawa perubahan besar nanti dimasa depan seseorang tersebut. Membaca dan menulis adalah perintah Allah SWT. yang disebutkan dalam Q.S. Alaq ayat 1 “Iqro!” “bacalah!” sehingga sudah menjadi kewajiban untuk kita agar selalu belajar, membaca dan menulis.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment