Thursday, February 27, 2014

Teka-Teki di balik Perbedaan


Teka-Teki di balik Perbedaan
By. Nur Auliya Rahmawati
 
Apabila kita melihat sang pelangi yang keluar setelah turunnya hujan, warnanya sangat banyak sekali. Jika kita melihatnya, begitu tampak indah dan menawan. MeJiKuHiBiNiU yaa itulah warna-warna pelangi : Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila (Putih) dan Ungu. Itulah yang mungkin bisa untuk menggambarkan perbedaan dinegara tercinta ini. Karena semua orang tau perbedaan adalah suatu keindahan yang tersembunyi. Pelangi bukanlah pelangi lagi jika ia hanya muncul dengan satu warna saja.
Tahukah kalian bahwa Cahaya matahari adalah cahaya polikromatik (terdiri dari banyak warna). Warna putih cahaya matahari sebenarnya adalah gabungan dari berbagai cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Dari ilustrasi diatas dapat direalisasikan dalam perbedaan-perbedaan pada manusia terhadap warna-warna pelangi tersebut. Cahaya putih itu diibaratkan Perdamaian karena didalam kenyataannya kita sebagai manusia harus mampu menumbuhkan rasa cinta damai. Semua perbedaan itu akan terasa manis jikalau saling menghargai satu sama lainnya.
Sungguh teringat tentang semboyan kita ini yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya adalah berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Semboyan ini berasal dari buku atau kitab sutasoma karangan Mpu Tantular (Empu Tantular). Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya. Namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan hal-hal yang lainnya. Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula diartikan dengan arti semboyan diatas.
Akan tetapi semua ini tidak bisa dipungkiri bahwasanya Realita kehidupan sekarang ini sangat memprihatinkan. Banyak sekali anak-anak remaja sekarang yang mengarah kejalan yang tidak baik, contohnya seperti diJAKARTA. Lampu tanda bahaya akibat konflik sosial diIndonesia yang sudah menyala. Kita teliti saja data pada tahun 2013 kemarin, banyaknya jiwa sebanyak 203 nyawa melayang akibat perseteruan sesama anak bangsa. Tak menutup kemungkinan pada tahun politik ini, alarm tanda bahaya pecahnya konflik sosial akan meraung lebih keras bila tak ada antisipasi nyata dari pemerintah. “Jika kondisi ini tidak diantisipasi, diperkirakan konflik sosial akan makin marak di tahun politik 2014,” ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane. Konflik sosial pada 2013 memang patut dicermati. Sebab, trennya mengalami kenaikan signifikan yaitu 23,7 persen dibandingkan 2012. Sepanjang 2013 terjadi 153 konflik sosial di Indonesia, baik berupa tawuran, bentrokan massa maupun kerusuhan sosial. Akibatnya, 203 orang tewas, 361 luka, 483 rumah dirusak dan 173 bangunan lainnya dibakar. Padahal, pada 2012 hanya ada 154 orang tewas  dan 217 luka. Dari jumlah itu 1 TNI tewas, 2 Brimob tewas, 6 TNI luka, dan 6 polisi luka. Sungguh miris sekali bangsa Indonesia ini.
Sehingga IPW mencatat, konflik terakhir terjadi pada 30 Desember 2013 di Kelurahan Sanggeng, Distrik Manokwari Barat, Papua Barat. Konflik ini membuat seorang bocah tewas dan enam bangunan ludes terbakar, di antaranya gedung serba guna Anggi Room. Seorang IPW yang bernama “Neta” memaparkan bahwa korban konflik sosial pada 2013 tidak hanya warga sipil, prajurit TNI dan Polri juga jadi korban. Akan tetapi Anggota TNI pun yang tewas sebanyak 10 orang, sementara polisi 4 orang, sisanya 188 orang adalah warga sipil. Dari 361 korban luka-luka, 42 polisi dan 7 TNI. Konflik sosial pada 2013 juga mengakibatkan 15 mobil dibakar dan 11 dirusak. Kemudian sebanyak 144 unit sepeda motor dibakar dan 49 dirusak massa. Kantor polisi pun jadi korban, di antaranya Polres Ogan Komering Ulu, Sumatra selatan. Begitu juga lembaga pemasyarakatan, seperti Lapas Tanjung Gusta dan Lapas Palopo. Ironisnya, Polri hanya dapat berkata bahwa situasi terkendali setelah adanya peristiwa kerusuhan yang memakan korban jiwa dan harta benda masyarakat. “Banyaknya konflik sosial tersebut menunjukkan bahwa intelijen Polri sangat lemah. Fungsi deteksi dini seakan tidak berfungsi lagi.
Ditahun 2014 ini, pemerintah SBY perlu membenahi semua ini. Jika tidak, bukan mustahil Pemilu dan Pilpres 2014 akan diwarnai berbagai konflik dan kerusuhan sosial yang menewaskan banyak orang. Terpisah dijelaskan oleh Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Mabes Polri, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Agus Rianto menampik intelijen Polri tidak berfungsi maksimal. Menurutnya, intelijen Polri telah bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya. Dia mengatakan, penguatan peran intelijen sudah diarahkan kepada Kapolri. Misalnya, penguatan Badan Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bapimkamtibmas) di desa. “Penguatan intelijen sudah ada Tupoksinya. Mesin organisasi sesuai fungsinya sudah menjalankan program dan harapan masyarakat yang ada diNegara kita ini. Kemudian Ia berpendapat bahwa kerusahan yang terjadi di berbagai daerah bukan menjadi tanggung jawab Polri semata. Apalagi, jumlah Polri jauh lebih sedikit dibanding jumlah masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama yang baik antara Polri dan masyarakat untuk mengantisipasi tejadinya kerusuhan, terutama memasuki tahun politik, di mana masyarakat daerah seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Akan tetapi kita juga akan meningkatkan upaya untuk lebih mengkhususkan melayani masyarakat. Karena Semua yang dilakukan oleh masyakat hanya masyarakatlah yang mengetahuinya. Apabila ada yang tidak bisa diatasi oleh masyarakat, segera diinformasikan ke kita (Kepolisian)”.
Semua itu terjadi karena tidak adanya Interaksi sosial yang merupakan suatu pondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat. Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku, interaksi sosial itu sendiri dapat berlangsung dengan baik jika aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran atas pribadi masing-masing, maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan yang kita harapkan. Didalam kehidupan sehari-hari tentunya manusia tidak dapat lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan selalu perlu untuk mencari individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran. Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto didalam pengantar sosiologi, interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik yang saling berhadapan antara satu sama lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk kelompok sosial yang dapat saling berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka kegiatan–kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi.
Perdamaian adalah harapan semua manusia di dunia, damai memiliki banyak arti : arti kedamaian berubah sesuai dengan hubungannya dengan kalimat. Perdamaian dapat menunjuk ke persetujuan mengakhiri sebuah perang, atau ketiadaan perang, atau ke sebuah periode di mana sebuah angkatan bersenjata tidak memerangi musuh. Damai dapat juga berarti sebuah keadaan tenang, seperti yang umum di tempat-tempat yang terpencil, mengijinkan untuk tidur atau meditasi. Damai dapat juga menggambarkan keadaan emosi dalam diri dan akhirnya damai juga dapat berarti kombinasi dari definisi-definisi di atas. Konsepsi damai setiap orang berbeda sesuai dengan budaya dan lingkungan. Orang dengan budaya berbeda kadang-kadang tidak setuju dengan arti dari kata tersebut, dan juga orang dalam suatu budaya tertentu.
Inilah kutipan perdamaian, diantaranya:
"Perdamaian yang sesungguhnya bukan semata-mata tidak ada ketegangan: melainkan adanya keadilan."
  • Dari Henry Timrod, dikenal sebagai Penyair Istana Konfederasi, yang menulis puisi yang bersemangat yang menyebabkan banyak pemuda yang mendaftarkan diri sebagai Tentara Konfederasi selama Perang Saudara Amerika. Namun, setelah menyaksikan horor perang, ia menulis doa untuk perdamaian yang amat pedih:
"Tidak semua kegelapan negeri dapat menyembunyikan mata dan tangan yang terangkat; maupun konflik yang berdentang harus berakhir, untuk membuat-Mu mendengar jerit kami demi perdamaian."

Kenapa kita harus berdamai? Karena perdamaian itu Indah. Kumpulan kata-kata mutiara bijak : Perdamaian Dunia. Kita menginginkan masa-masa yang damai, dan kita harus berjuang untuk mewujudkannya. Kali ini kami akan menghadirkan kata-kata mutiara yang bercerita tentang perdamaian dunia. Selamat menikmati.
1.      Kita memang memiliki perbedaan yang mencolok, tapi kita tetap memiliki seribu alasan untuk berdamai.
2.      dunia tidak memerlukan kita bertengkar, tapi dunia memerlukan kita bersatu menciptakan dunia yang jauh lebih cemerlang dari sekarang.
3.      Perang memang mampu membuat kita menciptakan teknologi-teknologi mutakhir. Tapi perdamaian mampu membuat kita menciptakan teknologi yang lebih baik.
4.      ada seribu alasan untuk berperang, tapi kita memiliki milyaran alasan untuk segera berdamai.
5.      Pendahulu kita telah berjuang mati-matian untuk memastikan keturunan mereka hidup dalam kedamaian, lalu mengapa kita mengotori kedamaian ini dengan memicu permusuhan.
Bangsa Indonesia menginginkan perdamaian internalnya setelah banyaknya konflik yang terjadi karena perbedaan etnis dan agama.  Perdamaian ini harus diterapkan sejak usia  dini dengan cara pembelajaran di kelas melalui wacana kelas yang memperkenalkan keragaman di sekitar, sehingga melatih mereka untuk bisa saling menghargai sesama.  Setelah cukup diajarkan ketika usia dini, maka karakter kecil yang terbentuk akan tumbuh membesar dan berbuah menjadi keharmonisan antar masyarakat.
Classroom discourse adalah Sebuah wacana kelas yang merujuk pada bahasa yang digunakan oleh seorang guru kepada siswanya. Maksudnya yaitu cara kita berinteraksi atau berkomunikasi satu sama lain di dalam kelas tersebut. Contohnya seperti : percakapan (berbicara) dengan teman sebayanya dan bahkan berkomunikasi kepada orang-orang yang lebih tua dari mereka. Semua itu adalah media di mana sebagian besar mengajar (pengajaran) berlangsung. Sehingga pembelajaran wacana kelasnya itu adalah suatu pembelajaran tentang proses bagaimana cara kita mengajar sebagai seorang guru yaitu bertatap muka di dalam kelas tersebut. semua ini berlangsung sudah lama. Dimulai dari pembelajaran sistematis, awal wacana kelas dilaporkan pada tahun 1910 dan digunakan stenograf untuk membuat rekor yang lebih meningkat lagi dari sebelumnya. Pada hasilnya pada sekarang ini terus menerus guru berbicara atau berinteraksi kepada siswanya sampai kejenjang SMA.
Penggunaan pertama dimulai dari perekam kaset yang ada di kelas. Kemudian semua ini dilaporkan pada tahun 1930-an sampai tahun 1960. Semenjak itu ada pertumbuhan yang cepat sekali dalam jumlah penelitian berdasarkan analisis transkrip wacana kelas tersebut. Pada tahun 1973, Barak Rosenshine dan Norma Furst dijelaskan tujuh puluh enam sistem yang berbeda diterbitkan untuk menganalisis wacana kelas tersebut. Setelah itu semuanya menjadi jelas dari pembelajaran awal bahwa interaksi verbal antara guru dan siswa memiliki struktur dasar yang sama di semua kelas. Bahkan di semua tingkatan kelas lainnya, di negara-negara yang berbahasa Inggris juga sama seperti itu. Pada dasarnya, seorang guru mengajukan pertanyaan, kemudian satu atau dua siswa menjawab pertanyaan itu. Setelah itu barulah guru mengomentari jawaban siswa (kadang-kadang meringkas apa yang telah dikatakan) olehnya dan kemudian mengajukan pertanyaan lebih lanjutnya lagi. Pola-pola ini berulang terus menerus dengan variasi yang sangat menarik sepanjang perjalanan pelajaran tersebut.
Perlu kita teliti bahwa sebuah pertanyaan yang diberikan seorang guru akan  mengarahkan siswanya untuk berdiskusi dengan cara mengomentari jawaban siswa dan mengajukan pertanyaan yang lebih lanjutnya lagi. Setiap pertanyaan memicu siklus tanya-jawab-komentar dan hal lainnya. Pada awal episode pertama untuk memulainya, seorang guru harus menentukan konteks dengan mengulangi pertanyaannya berulang kali, bahkan seorang guru harus bisa mengingatkan para siswanya untuk mereview pelajaran yang minggu lalu. Semua ini berupaya untuk memfokuskan perhatian siswa dan membiarkan mereka tahu (dari pengalaman mereka sebelumnya dengan guru ini) bahwa mereka diharapkan untuk bisa mengetahui jawaban dari pertanyaan ini. Jawaban pertama dari seorang siswi yaitu tidak begitu dalam untuk menjelaskan bahasa yang sesuai dari definisi tersebut. Akan tetapi melalui dua pertanyaan lebih lanjut guru menimbulkan informasinya yang menurutnya sebuah ringkasan atau model bentuk definisi ilmiah seperti contoh yaitu : Cahaya dapat melewati sesuatu jika itu transparan. Dalam episode berikutnya, setelah disalin kedalam model ini untuk menentukan tembus atau tidaknya, guru mengajukan pertanyaan untuk mengetahui apakah siswa memahami istilah cukup baik untuk mengidentifikasi contoh-contah tersebut.
Contoh lain yaitu : dapatkah anak-anak melihat sekeliling ruangan dan melihat contoh-contohnya? Setelah dua jawaban (kertas dan tirai) guru memberikan bantuan tambahan dengan menyarankan sebuah contoh (bola lampu) dan menanyakan apakah anak-anak bisa memahami contoh yang ibu berikan? Kutipan ini menggambarkan bagaimana guru menggunakan pertanyaan dan jawaban siswa untuk semakin membuat lebih terarah lagi.  Semua ini bertujuan untuk melibatkan pemikiran siswa dan mengevaluasi apa yang siswa tahu dan yang bisa mereka lakukan. Mendasari pertukaran ini adalah aturan tersembunyi dan harapan yang menentukan apa dan bagaimana guru dan siswa dapat berkomunikasi dengan baik. Setiap makna pernyataan tergantung pada konteks bacaan tersebut dimana konteks itu akan mempengaruhi makna pada konteks bacaan selanjutnya.
Analisis pola karakteristik interaksi sebagian besar didalam ruang kelas telah menunjukkan bahwa rata-rata, guru berbicara selama lebih dari dua-pertiga waktu didalam kelas tersebut. Beberapa siswa memberikan kontribusi sebagian besar jawabannya seperti halnya anak laki-laki yang lebih banyak berbicara daripada anak perempuan, kemudian anak-anak yang duduk didepan akan lebih berkonsentrasi dibandingkan mereka yang duduk dibagian belakang dan samping. Bracha Alpert telah mengidentifikasi tiga pola yang berbeda dari wacana kelas yaitu :
1)      diam maksudnya guru berbicara hampir sepanjang waktu dan memberikan pertanyaan kepada siswanya sesekali.
2)      dikontrol maksudnya seperti didalam kutipan di atas, jadi seorang guru dapat mengkondisikan kelas agar tercipta kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien.
3)      aktif maksudnya guru harus bisa memfasilitasi apa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran berlangsung. Sedangkan siswa harus bisa berdiskusi atau berbicara dengan sebaik mungkin didalam berdiskusi. Selanjutnya upaya terbaru untuk mereformasi pengajaran yang didasarkan pada pembelajaran konstruktivistik telah menyerukan bagi guru untuk mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit agar siswa mampu untuk belajar lebih giat lagi dan mencari sumber-sumber yang diperlukannya.
Sebelum kita berlanjut kepada penelitian tentang wacana kelas, kita harus lebih cenderung berfokus pada guru tertentu atau perilaku siswa. Karena peran penting yang mereka mainkan sangatlah berpengaruh sekali. Sebuh pertanyaan guru paling sering diteliti. Karena pertanyaan yang menantang bagi siswa untuk berpikir secara mendalam tentang kurikulum yang lebih, mungkin hanya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan intelektual siswa dari pertanyaan yang memerlukan pembuktian yang Real. Hasil penelitian awal ini sering samar-samar dan peneliti berpendapat baru-baru ini bahwa ucapan-ucapan tertentu tidak dapat dipisahkan dari konteks di mana mereka terjadi . Perhatian yang lebih besar sekarang sedang dibayarkan untuk membuat bagaimana caranya berkembang sebagai guru dan siswa saling membangun wacana yang unik (dengan peran ini, aturan  dan harapan ) yang menjadi ciri khas masing-masing kelas.
Ada dua pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan bagaimana wacana kelas berhubungan dengan siswa yang sedang belajar. Sejak tahun 1960, pada penelitian telah dilakukan di mana frekuensi guru dan perilaku verbal siswa bahkan pola interaksi (seperti mengajukan pertanyaan tingkat tinggi, memberikan informasi penataan, memuji jawaban siswa) telah berkorelasi dengan prestasi siswa. Semua ini berkembang menjadi studi eksperimental di mana guru scripted untuk bisa berbicara dengan cara yang telah ditentukan dengan cara spesifik. Studi tersebut datang untuk dikritik karena empirisme impersonal dan kekurangan teori. Mereka gagal untuk mempertimbangkan sifat kontekstual wacana kelas, khususnya makna bahwa peserta dikaitkan dengan apa yang dikatakannya itu.
Sebagai bunga dalam sifat konstruktivis bahasa dikembangkan, para peneliti berpendapat bahwa proses pembelajaran terkandung dalam proses berpartisipasi dalam wacana kelas. Sebagai siswa terlibat dalam wacana mereka mendapatkan cara berbicara dan berpikir yang menjadi ciri area kurikulum tertentu. Misalnya, untuk belajar ilmu pengetahuan adalah untuk menjadi peserta semakin ahli dalam wacana kelas tentang prosedur, konsep dan penggunaan bukti dan argumen yang merupakan ilmu pengetahuan. Pendekatan ini didukung oleh teori-teori psikolog Rusia Lev Vygotsky yang berpendapat bahwa proses mental yang lebih tinggi diperoleh melalui internalisasi struktur wacana sosial. Masih ada kebutuhan, namun untuk ini analisis linguistik dan etnografi rinci wacana kelas untuk menyertakan bukti independen tentang bagaimana pengetahuan dan keyakinan siswa diubah oleh partisipasi mereka dalam wacana tersebut.
References:
http://id.wikipedia.org/wiki/Interaksi_sosial  diakses pada hari Senin tanggal 24 februari 2014 jam 09.00
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelangi  diakses pada hari Senin tanggal 24 februari 2014 jam 14.50
http://www.erepublik.com/ei/article/pentingnya-semboyan-bhinneka-tunggal-ika-1689090/1/20 diakses pada hari Senin tanggal 24 februari 2014 jam 19.00



Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment