Thursday, February 27, 2014

RASA TOLERANSI YANG SANGAT RENDAH DINEGRIKU


NAME            : NITA AGUSTINA MAULIDYA
CLASS           : PBI-D
NIM                : 14121320251
CRITICAL REVIEW

RASA TOLERANSI YANG SANGAT RENDAH DINEGRIKU

Tulisan ini berbentuk critical review dari artikel yang berjudul Classroom Discourse to Foster Religious Harmony yang di tulis oleh A. Chaedar Alwasilah yang di terbitkan oleh The Jakarta Post, 22 Oktober 2011.
Bagaikan pasukan  semut mencari sebuah makanan untuk persediaan nya saat mereka kekurangan makanan, mereka yang begitu kompak, selalu bergotong royong, tak pernah kenal yang namanya lelah sekalipun mereka dalam bahaya.  Yang hanya dipimpin oleh sang ratu, bukanllah sang raja.  Namun para semut begitu menaati peraturaan dari sang ratu. 
Kekompakannya membuat dia beratahan hidup.  Para semut itu merasa nyaman ketika dia berasama pasukannya, merasa aman karena satu sama lain saling melindunginya.  Seperti itulah harapan seluruh warga negara Indonesia. Merasa damai dan tentram di negerinya sendiri.  Berbagai macam budaya, suku, ras, bahasa, etnis, dan agama, seharusnya negeri ini bisa selalu seperti ratu semut yang selalu mempertahankan pasukannya dalam keadaan apapun.  Tapi keberagaman itu justru tak di jadikan sebagai kekuatan negeri ini melainkan justru menjadi sebuah masalah yang bisa mendatangkan pertikaian. Misalnya pertikaian antar pelajar, pertikaian antar kelompok dan sebagainya. Pertikaian tersebut dipicu karena adanya perbedaan paham, anggapan ketidakadilan, bahkan yang paling sering di beritakan adalah karena dipicu oleh soal agama. Persoalan tersebut harus benar-benar di waspadai karena sewaktu-waktu bisa menyebabkan kerugian dan tidak sering memakan korban jiwa. Untuk itu toleransi antar umat beda agama bukan hanya di buat aturannya tapi harus 1000 persen dijalankan.

            Jika sang ratu semut itu tidak bisa memimpin pasukannya, maka yang terjadi adalah sebuah masalah, seperti apa yang kita bahas saat ini adalah masalah sosial.  Tidak aneh jika kita mendengar tentang tawuran antar siswa atau antar sekolah.  TAWURAN ?  mungkin hal seperti ini sudah sering terjadi sehingga bisa dibilang sudah biasa  terjadi dikalangan pelajar.  Berawal dengan tawuran antara siswa bahkan antar sekolah.  Ini merupakan contoh yang sangat tidak terpuji apalagi kalangan  pelajar  yang terbilang mempunyai pendidikan.  Apalagi hal ini sering terjadi terutama di negara kita  INDONESIA.    Sebenarnya kejadian seperti ini sangat merugikan terutama pada para pelajar yang membuat kericuhan ini.  Dimana kejadian pada saat mereka tawuran entah dijalanan atau ditempat-tempat ramai membuat orang yang tidak terlibat pun atau masyarakat menjadi korban.  Tidak hanya luka-luka saja bahkan kematian pun dapet terjadi karena tawuran.  Sebab diantara mereka ada yang membawa senjata tajam.  Dengan ulah para pelajar itu seperti ini, apa mereka tidak berfikir tentang apa yang terjadi nanti setelah mereka tawuran, atau akibatnya itu seperti apa bisa saja nama sekelohnya itu tercemar.  Tawuran bukan saja dengan masalah yang ada disekolah bahka mengenai agama, padahal itu hanya masalah kecil, namun masalah itu akan dipermasalahkan jika seorang pelajar itu tidak memiliki rasa toleransi atau saling menghormati.  Padahal rasa toleransi itu ditumbuhkan sejak pendidikan dasar, tapi kenapa masih saja terjadi tawuran seperti ini di negara kita.  Bahkan masalah tentang perbedaan pendapat pun masih sering terjadi.  Sering terjadinya pertikaian itu karena rasa hormat yang dimiliki seorang manusia itu kurang sehingga menimbulkan pertikaian.
            Bukan hanya dalam pelajar, terajadi juga dalam agama.  Di Indonesia ini memang bukan satu agama yang di akui keberadaannya, melainkan ada lima negara yaitu islam, kristen khatolik, kristen protestan, hindu dan budha. Masing-masing memiliki visi dan misi yang harus kita hormati. Survei terbaru membuktikan jumlah penduduk dunia (2013) adalah 7.021.836.029. sebaran menurut agama adalah: Islam 22.43%, Kristen katolik 16.83%, Kristen protestsn 6.08%, orthodok 4.03%, anglikan1.26%, Hindu 13.78%, Buddhist 7.13%, Sikh 0.36%, Jewish 0.21%, Baha’i 0.11%, lainnya 11.17%, Non Agama 9.42%, danAtheists 2.04%. Sementara hasil sensus tahun 2010 menyatakan 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk islam, 6,96% Kristen Protestan, 2,9%  Kristen Protestan, 1,69% Hindu, 0,72% Budha, 0,05% Kong Hu Chu 0,13% agama lainnya dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan. Dengan keberagaman agama di negeri ini memang sangat memungkinkan bila pertikaian antar agama terjadi. Padahal seharusnya pertikaian tersebut bisa di hindari guna menjaga kerukunan dan keutuhan negeri tercinta ini.
Kualitas suatu bangsa itu terletak pada kualitas dan praktek pendidikannya dan hampir semua negara mengakuinya kemudian membentuk sistem pendidikan yang baik. Salah satu tujuan dari pendidikan dasar adalah untuk memberikan siswa keterampilan dasar untuk mengembangkan kehidupan mereka sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara, begitulah kata A. Chaedar Alwasilah.  Adanya masalah sosial yang berulang-ulang, seperti tawuran antar pelajar, pertikaian antar pemuda, dan bentuk lain dari radikalisme di seluruh Indonesia adalah indikasi dari penyakit sosial. Ini di karenakan kurangnya rasa saling menghormati dan menghargai terhadap kelompok yang berbeda. Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama khususnya merupakan tantangan bagi pendidik dalam melakukan yang terbaik untuk mempersiapkan generasi berikutnya sebagai warga negara yang demokratis dengan karakter yang baik sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas. Untuk mewujudkan tujuan ini, kerukunan umat beragama harus dikembangkan di sekolah pada awal usia mungkin.  Jika kita mengajari rasa saling hormat dan saling menghargai, maka siswa atau anak didik kita yang diajari oleh kita akan taahu bagaimana caranya saling menghormati dan menghargai dalam perbedaan agama.  Sehingga negara kita tidak akan adanya konflik beda agama.  Selain kita mengajari tentang itu semua kita juga harus menghargai pendapat orang lain.  Namun di Negara Eropa kerukunan beragama Indonesia justru dipamerkan kepada warga negara yang berada di Negara Eropa.  Di Negara Eropa toleransi dan keharmonisan di Negara Indonesia itu justru di junjung tinggi oleh pameran itu, sedangkan dalam kenyataannya negara Indonesia itu banyak sekali konflik yang dialami apalagi tentang keharmonisan atau toleransi itu sendiri.  Di dalam pameran yang diadakan di Negara Eropa itu  Foto-foto yang dipamerkan antara lain Mesjid Sunan Kudus yang dibangun oleh Sunan Kudus dengan arsitektur Hindu di kota Kudus,  Jawa Tengah.  Suasana mengajar di Pesantren Walisanga di kota Ende, dimana para murid pesantren tengah mendengarkan arahan guru mereka yang seorang Pendeta Katolik.  Patung Yesus Kristus yang dicerminkan sebagai Raja dengan menggunakan pakaian adat Jawa di Gereja Jawa Katolik Ganjuran di Yogyakarta, serta bangunan peribadatan Sinagog bagi umat Yahudi di Sulawesi Utara.
Mengapa di negara Eropa indonesia justru dibanggakan tentang kebudayaan, toleransi dan saling menghargai, namun kenyataan nya negara Indonesia itu belum bisa menghargai atau menghormati satu sama lain, sehingga menimbulkan suatu pertikaian. Toleransi dan saling menghargai itu adalah pendidikan dasar untuk memberikan siswa dengan ketrampilan dan mengembangkan dalam kehidupan meraka sebagai individu, namun kita sebagai manusia tidak hidup seorang diri kita juga memerlukan seseorang lagi, dengan seperti itu dia juga harus bisa berinteraksi kepada masyarakat  sehingga seseorang itu harus mempunyai sifat toleransi dan saling menghargai pada saat hidup berkelompok.  Jika kita sudah memiliki pendidikan dasar itu konflik, masalah sosial tidak akan terjadi.
Mungkin banyak yang menyebabkan konflik dalam Negara Indonesia, seperti perbedaan agama, tawuran antar  pelajar.  Selain itu, dalam pendidikan  multikultural , siswa berasal dari latar belakang etnis, agama dan sosial yang berbeda dan pola pikir mereka dominan dibentuk oleh latar belakang mereka. Yang dimaksud multikultural itu sendiri adalah banyak budaya, intinya setiap siswa itu bukan hanya satu budaya melainkan berbagai budaya dan berbagai latar belakang yang ada dalam diri siswa itu sendiri. Program sekolah harus sengaja memfasilitasi interaksi rekan untuk mengembangkan wacana sipil positif. Indikator wacana sipil termasuk mendengarkan penuh perhatian, menyumbangkan ide-ide atau pendapat, mengajukan pertanyaan, menyatakan kesepakatan dan ketidaksepakatan, dan mencapai kompromi dengan cara yang hormat.  Pada sekolah dasar, guru kelas berfungsi untuk mengawasi siswa untuk sepanjang hari, karena guru harus mengetahui karakter siswa nya, namun guru harus mempunya methode pada saat guru itu mengawasi siswa nya seperti mendekati siswa nya.  Sehingga siswa itu merasa nyaman pada saat guru itu menenrangkan atau pada saat pelajaran dimulai.
            Pada penyelesaikan pendidikan formal mereka, siswa memasuki dunia di mana kemampuan untuk menjaga hubungan baik sangat penting untuk keberhasilan individu. Sebaliknya, ketidakmampuan untuk menjaga hubungan baik dapat merugikan individu dan dapat menyebabkan tingkat konflik sosial dalam suatu masyarakat tertentu.
Bukti kejadian tersebut sangat banyak, seperti konflik antaretnis dan agama besar yang terjadi di daerah Sambas ( 2008 ), Ambon ( 2009 ), Papua ( 2010 ) dan Singkawang ( 2010 ) menyebutkan hanya beberapa. Tanpa langkah yang tepat yang diambil, konflik seperti itu akan terulang kembali.
             Selain itu ada juga Bentuk-bentuk radikalisme telah mengganggu kohesi sosial dan dapat menghasilkan saling tidak percaya di antara kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kasus bunuh diri - pemboman gereja di Surakarta bulan lal , misalnya, mungkin ( mudah-mudahan tidak ) menyebabkan dendam dan serangan serupa terhadap masjid . Dan ini bisa meningkat menjadi ketidakharmonisan agama besar. Yang dimaksud radikalisme itu sendiri adalah pemberontakan, oleh karena itu kita harus mempunyai rasa toleransi, rasa menghargai, rasa saling percaya dengan kelompok nya.  Jika semua itu dimiliki oleh manusia tidak akan ada yang namanya pemberontakan, dan Indonesia pun akan merasa aman, dan tentram.
            Sebuah laporan penelitian oleh Apriliaswati (2011) menyimpulkan bahwa interaksi teman sebaya dalam dukungan kelas wacana sipil yang positif dikalangan siswa.  Oleh karena itu , disarankan agar mempromosikan interaksi sebaya harus dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan rutin kelas .  siswa harus diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan satu sama lain melalui tugas kelompok untuk berlatih mendengarkan penuh perhatian , berdebat hormat dan suara mengorbankan untuk mempersiapkan  mereka untuk hidup sebagai anggota fungsional dan suatu masyarakat yang demokratis. 
Studi Aprilliaswati mengajarkan kepada kita bahwa pendidikan harus mengembangkan tidak hanya penalaran ilmiah , tetapi juga wacana sipil positif . Penalaran ilmiah sangat diperlukan dalam mengembangkan warga intelektual , sedangkan kompetensi wacana sipil sangat penting untuk menciptakan warga negara yang beradab.
            Pendidikan kita saat ini gagal untuk memberikan para siswa dengan kompetensi wacana sipil. Sebagian besar politisi dan birokrat telah datang ke kekuasaan karena pendidikan yang mereka telah diperoleh. Sayangnya, banyak dari mereka tidak memiliki kompetensi tersebut. Masih segar dalam ingatan kita adalah insiden memalukan pada tahun 2010, ketika anggota parlemen saling bertukar kata-kata kasar dengan cara tidak sopan dalam sidang yang disiarkan langsung di seluruh negeri.  Selain itu pendidikan politik belum cukup untuk mempromosikan kompetensi dalam wacana sipil. 
Pendidikan kita saat ini gagal untuk memberikan para siswa kompetensi wacana sipil. Sebagian besar politisi dan birokrat telah datang ke kekuasaan karena pendidikan yang mereka telah diperoleh. Sayangnya, banyak dari mereka tidak memiliki kompetensi tersebut . Tentu saja ini merupakan faktor yang bisa menurunkan kualitas pendidikan bangsa ini. Pada era sekarang ini, banyak yang bisa memalsukan pendidikan. Misalnya pembelian ijazah palsu dari Perguruan Tinggi. Banyak Perguruan Tinggi yang menawarkan ijazah tanpa kita harus mengikuti perkuliahan. Dengan catatan kita mampu untuk membayar nominal yang di tawarkan Perguruan Tinggi tersebut. Jelas saja para anggota legislatif bersikap sangat tidak bermoral ketika sidang berlangsung karena mungkin faktor pendidikan mereka palsu. Bukan menjelek-jelekan, tapi itulah faktanya. Orang yang berpendidikan tidak akan melakukan hal yang kurang terpuji seperti itu di depan rakyatnya. Mereka justru akan memberikan contoh terpuji yang bisa mengubah pandangan rakyat terhadapnya.
Dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan etnis, agama dan minoritas bahasa dan budaya. Terlepas dari karir mereka - politisi, insinyur, petani, atau pengusaha-siswa harus diberikan pengetahuan yang memadai di daerah-daerah.
Dengan demikian didefinisikan , pendidikan liberal bertujuan membebaskan siswa dari sikap rabun dan provinsi terhadap orang lain . Pada dasarnya , itu penempaan insan kamil , yaitu orang yang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap pekerjaan atau penunjukan sebagai warga negara yang demokratis.
            Di dalam teks yang berjudul Classroom Discourse to Foster Religious Harmony, ada sedikit yang membuat pembaca merasa bingung yaitu tentang sistem pendidikan yang pantas untuk di terapkan di negeri ini. Apakah sistem umum ataukah liberal? Tapi bukan suatu masalah yang besar untuk itu. Sistem pendidikan yang paling tepat untuk bangsa indonesia adalah yang mengutamakan pembentukan karakter pantang menyerah pada peserta didik. Harus diakui saat ini bangsa kita kehilangan keyakinan sebagai bangsa yang besar dan bermartabat. Kita lebih mengagumi dan bangga akan hal-hal yang berbau luar negeri. Kita merasa pesimis dan  bahkan menjadi bangsa yang terbuang. Banyak kalangan yang memprediksi bahwa pendidikan Indonesia akan masuk ke dalam kelompok negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Meskipun kini pada kenyataannya dari tahun ke tahun Indonesia selalu tergolong kategori dengan sistem pendidikan yang rendah, tapi beberapa tahun ke depan akan ada perubahan besar yang akan membawa Indonesia ke dalam masa kejayaan dengan sistem pendidikan yang hebat.
            Dalam konteks Kita sebagai orang tua seringkali mengikutkan anak kita berbagai macam les tambahan di luar sekolah seperti les matematika, les bahasa inggris, les fisika dan lain-lain. Saya yakin hal ini kita dilakukan untuk mendukung anak agar tidak tertinggal atau menjadi yang unggul di sekolah. Bahkan, terkadang ide awal mengikuti les tersebut tidak datang dari si anak, namun datang dari kita sebagai orang tua. Benar tidak?.  Memang, saat ini kita menganggap tidak cukup jika anak kita hanya belajar di sekolah saja, sehingga kita mengikutkan anak kita bermacam-macam les. Kita ingin anak kita pintar berhitung, kita ingin anak kita mahir berbahasa inggris, kita juga ingin anak kita jago fisika dan lain sebagainya. Dengan begitu, anak memiliki kemampuan kognitif yang baik.  Ini tiada lain karena, pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognisi. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan. Apa itu? Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Saya mengatakan hal ini bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting, bukan seperti itu!
Maksud saya, pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter.  Ada sebuah kata bijak mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Lalu apa sih pendidikan karaker itu?.
Jadi, Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster. Pertama, pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. Kedua, adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru. Ketiga, adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.
Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam pola pendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.  Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.
            Agama Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.  Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila : “ketuhanan yang maha esa”.  Sejumlah agama Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi, dan budaya.  Agama adalah salah satu hal yang amat krusial dalam diri kita, kehidupan kita, kehidupan keluarga kita, juga kehidupan bangsa kita.  Jika kita tidak mempunyai agama apa yang akan terjadi ?.  kita mempunyai agama masih terjadi sebuah pertikaian apalagi jika kita tidak mempunyai agama.  Jangan pernah sekalipun kita mempermainkan agama, contohnya banyak artis yang pindah agama, itu sama saja kita mempermainkan agama, contoh lainnya adalah dengan cara berselisih antar umat berbeda agama,  memang berbeda itu tidak sama namun dengan ketidaksamaan itu kita harus bisa mencari hal atau manfaatkan nilai positif nya, contohnya  kita tidak tahu apa saja yang ada dalam agama kristen, lalu kita mempunyai teman yang berbeda agama.  Nah, diasitulah kita mencari informasi atau ingin tahu tentang agama itu, begitupun  sebaliknya.  Kita sebagai generasi baru harus dapat merubah yang ada  dalam Indonesia ini, contoh nya rasa toleransi itu sendiri, sehingga kita bisa memperbaiki apa yang terjadi pada masa lalu, mungkin menerapkan nya pada kita terlebih dahulu, selanjutnya kita ajarkan kepada anak didik kita, agar anak didik kita lebih menghargai dan mempunyai rasa toleransi.
Bukan hanya hal itu saja, kerukunan yang ada dalam negara ini juga sangat penting, karena kerukunan bisa dikatakan sebagai kebutuhan bagi setiap manusia sekaligus yang sangat diharapkan bagi setiap kalangan.  Sebab tak ada persatuan tanpa kerukunan.   Toleransi dan perdamaian adalah harapan yang harus diperjuangkan semua pihak.  Dimana tidak ada harapan, disitu tidak ada usaha keras.  Dimana ada harapan, disitu ada usaha keras yang mereka perjuangkan.

Referensi :





    





Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment