Thursday, February 27, 2014
Created By:
#Progress Test 1,
Nita Agustina Maulidya
NAME :
NITA AGUSTINA MAULIDYA
CLASS :
PBI-D
NIM :
14121320251
CRITICAL REVIEW
RASA TOLERANSI YANG SANGAT RENDAH DINEGRIKU
Tulisan ini berbentuk critical review dari artikel yang
berjudul Classroom Discourse to Foster
Religious Harmony yang di tulis oleh A. Chaedar Alwasilah yang di terbitkan
oleh The Jakarta Post, 22 Oktober 2011.
Bagaikan
pasukan semut mencari sebuah makanan
untuk persediaan nya saat mereka kekurangan makanan, mereka yang begitu kompak,
selalu bergotong royong, tak pernah kenal yang namanya lelah sekalipun mereka
dalam bahaya. Yang hanya dipimpin oleh
sang ratu, bukanllah sang raja. Namun
para semut begitu menaati peraturaan dari sang ratu.
Kekompakannya membuat dia beratahan hidup. Para semut itu merasa nyaman ketika dia berasama pasukannya, merasa aman karena satu sama lain saling melindunginya. Seperti itulah harapan seluruh warga negara Indonesia. Merasa damai dan tentram di negerinya sendiri. Berbagai macam budaya, suku, ras, bahasa, etnis, dan agama, seharusnya negeri ini bisa selalu seperti ratu semut yang selalu mempertahankan pasukannya dalam keadaan apapun. Tapi keberagaman itu justru tak di jadikan sebagai kekuatan negeri ini melainkan justru menjadi sebuah masalah yang bisa mendatangkan pertikaian. Misalnya pertikaian antar pelajar, pertikaian antar kelompok dan sebagainya. Pertikaian tersebut dipicu karena adanya perbedaan paham, anggapan ketidakadilan, bahkan yang paling sering di beritakan adalah karena dipicu oleh soal agama. Persoalan tersebut harus benar-benar di waspadai karena sewaktu-waktu bisa menyebabkan kerugian dan tidak sering memakan korban jiwa. Untuk itu toleransi antar umat beda agama bukan hanya di buat aturannya tapi harus 1000 persen dijalankan.
Kekompakannya membuat dia beratahan hidup. Para semut itu merasa nyaman ketika dia berasama pasukannya, merasa aman karena satu sama lain saling melindunginya. Seperti itulah harapan seluruh warga negara Indonesia. Merasa damai dan tentram di negerinya sendiri. Berbagai macam budaya, suku, ras, bahasa, etnis, dan agama, seharusnya negeri ini bisa selalu seperti ratu semut yang selalu mempertahankan pasukannya dalam keadaan apapun. Tapi keberagaman itu justru tak di jadikan sebagai kekuatan negeri ini melainkan justru menjadi sebuah masalah yang bisa mendatangkan pertikaian. Misalnya pertikaian antar pelajar, pertikaian antar kelompok dan sebagainya. Pertikaian tersebut dipicu karena adanya perbedaan paham, anggapan ketidakadilan, bahkan yang paling sering di beritakan adalah karena dipicu oleh soal agama. Persoalan tersebut harus benar-benar di waspadai karena sewaktu-waktu bisa menyebabkan kerugian dan tidak sering memakan korban jiwa. Untuk itu toleransi antar umat beda agama bukan hanya di buat aturannya tapi harus 1000 persen dijalankan.
Jika
sang ratu semut itu tidak bisa memimpin pasukannya, maka yang terjadi adalah
sebuah masalah, seperti apa yang kita bahas saat ini adalah masalah sosial. Tidak aneh jika kita mendengar tentang
tawuran antar siswa atau antar sekolah. TAWURAN ?
mungkin hal seperti ini sudah sering terjadi sehingga bisa dibilang
sudah biasa terjadi dikalangan
pelajar. Berawal dengan tawuran antara
siswa bahkan antar sekolah. Ini merupakan
contoh yang sangat tidak terpuji apalagi kalangan pelajar
yang terbilang mempunyai pendidikan.
Apalagi hal ini sering terjadi terutama di negara kita INDONESIA. Sebenarnya kejadian seperti ini
sangat merugikan terutama pada para pelajar yang membuat kericuhan ini. Dimana kejadian pada saat mereka tawuran
entah dijalanan atau ditempat-tempat ramai membuat orang yang tidak terlibat
pun atau masyarakat menjadi korban.
Tidak hanya luka-luka saja bahkan kematian pun dapet terjadi karena
tawuran. Sebab diantara mereka ada yang
membawa senjata tajam. Dengan ulah para
pelajar itu seperti ini, apa mereka tidak berfikir tentang apa yang terjadi
nanti setelah mereka tawuran, atau akibatnya itu seperti apa bisa saja nama
sekelohnya itu tercemar. Tawuran bukan
saja dengan masalah yang ada disekolah bahka mengenai agama, padahal itu hanya
masalah kecil, namun masalah itu akan dipermasalahkan jika seorang pelajar itu
tidak memiliki rasa toleransi atau saling menghormati. Padahal rasa toleransi itu ditumbuhkan sejak
pendidikan dasar, tapi kenapa masih saja terjadi tawuran seperti ini di negara
kita. Bahkan masalah tentang perbedaan
pendapat pun masih sering terjadi.
Sering terjadinya pertikaian itu karena rasa hormat yang dimiliki
seorang manusia itu kurang sehingga menimbulkan pertikaian.
Bukan
hanya dalam pelajar, terajadi juga dalam agama.
Di Indonesia ini memang bukan satu agama yang di akui keberadaannya,
melainkan ada lima negara yaitu islam, kristen khatolik, kristen protestan,
hindu dan budha. Masing-masing memiliki visi dan misi yang harus kita hormati.
Survei terbaru membuktikan jumlah penduduk dunia
(2013) adalah 7.021.836.029. sebaran menurut agama adalah: Islam 22.43%, Kristen
katolik 16.83%, Kristen protestsn 6.08%, orthodok 4.03%, anglikan1.26%, Hindu 13.78%,
Buddhist 7.13%, Sikh 0.36%, Jewish 0.21%, Baha’i 0.11%, lainnya 11.17%, Non Agama
9.42%, danAtheists 2.04%. Sementara hasil sensus tahun 2010 menyatakan 87,18%
dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk islam, 6,96% Kristen Protestan, 2,9%
Kristen Protestan,
1,69% Hindu, 0,72% Budha, 0,05% Kong Hu Chu 0,13% agama lainnya dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan. Dengan keberagaman agama di negeri
ini memang sangat memungkinkan bila pertikaian antar agama terjadi. Padahal
seharusnya pertikaian tersebut bisa di hindari guna menjaga kerukunan dan
keutuhan negeri tercinta ini.
Kualitas suatu bangsa itu terletak pada kualitas dan
praktek pendidikannya dan hampir semua negara mengakuinya kemudian membentuk
sistem pendidikan yang baik. Salah satu tujuan dari pendidikan
dasar adalah untuk memberikan siswa keterampilan dasar untuk mengembangkan kehidupan
mereka sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara, begitulah kata A.
Chaedar Alwasilah. Adanya masalah sosial
yang berulang-ulang, seperti tawuran antar pelajar, pertikaian antar pemuda,
dan bentuk lain dari radikalisme di seluruh Indonesia adalah indikasi dari
penyakit sosial. Ini di karenakan kurangnya rasa saling menghormati dan
menghargai terhadap kelompok yang berbeda. Konflik sosial dan ketidakharmonisan
agama khususnya merupakan tantangan bagi pendidik dalam melakukan yang terbaik
untuk mempersiapkan generasi berikutnya sebagai warga negara yang demokratis
dengan karakter yang baik sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas. Untuk
mewujudkan tujuan ini, kerukunan umat beragama harus dikembangkan di sekolah
pada awal usia mungkin. Jika kita
mengajari rasa saling hormat dan saling menghargai, maka siswa atau anak didik
kita yang diajari oleh kita akan taahu bagaimana caranya saling menghormati dan
menghargai dalam perbedaan agama.
Sehingga negara kita tidak akan adanya konflik beda agama. Selain kita mengajari tentang itu semua kita
juga harus menghargai pendapat orang lain.
Namun di Negara Eropa kerukunan beragama Indonesia justru dipamerkan
kepada warga negara yang berada di Negara Eropa. Di Negara Eropa toleransi dan keharmonisan di
Negara Indonesia itu justru di junjung tinggi oleh pameran itu, sedangkan dalam
kenyataannya negara Indonesia itu banyak sekali konflik yang dialami apalagi
tentang keharmonisan atau toleransi itu sendiri. Di dalam pameran yang diadakan di Negara
Eropa itu Foto-foto yang dipamerkan antara lain Mesjid Sunan Kudus yang dibangun oleh
Sunan Kudus dengan arsitektur Hindu di kota Kudus, Jawa Tengah. Suasana mengajar di
Pesantren Walisanga di kota Ende, dimana para murid pesantren tengah mendengarkan
arahan guru mereka yang seorang Pendeta Katolik. Patung Yesus Kristus
yang dicerminkan sebagai Raja dengan menggunakan pakaian adat Jawa di Gereja
Jawa Katolik Ganjuran di Yogyakarta, serta bangunan peribadatan Sinagog bagi
umat Yahudi di Sulawesi Utara.
Mengapa di negara Eropa indonesia justru dibanggakan tentang kebudayaan,
toleransi dan saling menghargai, namun kenyataan nya negara Indonesia itu belum
bisa menghargai atau menghormati satu sama lain, sehingga menimbulkan suatu
pertikaian. Toleransi dan saling menghargai itu adalah pendidikan dasar untuk
memberikan siswa dengan ketrampilan dan mengembangkan dalam kehidupan meraka
sebagai individu, namun kita sebagai manusia tidak hidup seorang diri kita juga
memerlukan seseorang lagi, dengan seperti itu dia juga harus bisa berinteraksi
kepada masyarakat sehingga seseorang itu
harus mempunyai sifat toleransi dan saling menghargai pada saat hidup
berkelompok. Jika kita sudah memiliki
pendidikan dasar itu konflik, masalah sosial tidak akan terjadi.
Mungkin banyak yang menyebabkan konflik dalam Negara Indonesia, seperti
perbedaan agama, tawuran antar pelajar.
Selain itu, dalam pendidikan multikultural , siswa berasal dari latar
belakang etnis, agama dan sosial yang berbeda dan pola pikir mereka dominan
dibentuk oleh latar belakang mereka. Yang dimaksud multikultural itu sendiri
adalah banyak budaya, intinya setiap siswa itu bukan hanya satu budaya
melainkan berbagai budaya dan berbagai latar belakang yang ada dalam diri siswa
itu sendiri. Program sekolah harus sengaja memfasilitasi interaksi rekan untuk
mengembangkan wacana sipil positif. Indikator wacana sipil termasuk
mendengarkan penuh perhatian, menyumbangkan ide-ide atau pendapat, mengajukan
pertanyaan, menyatakan kesepakatan dan ketidaksepakatan, dan mencapai kompromi
dengan cara yang hormat. Pada sekolah
dasar, guru kelas berfungsi untuk mengawasi siswa untuk sepanjang hari, karena
guru harus mengetahui karakter siswa nya, namun guru harus mempunya methode
pada saat guru itu mengawasi siswa nya seperti mendekati siswa nya. Sehingga siswa itu merasa nyaman pada saat
guru itu menenrangkan atau pada saat pelajaran dimulai.
Pada penyelesaikan
pendidikan formal mereka, siswa memasuki dunia di mana kemampuan untuk menjaga
hubungan baik sangat penting untuk keberhasilan individu. Sebaliknya,
ketidakmampuan untuk menjaga hubungan baik dapat merugikan individu dan dapat
menyebabkan tingkat konflik sosial dalam suatu masyarakat tertentu.
Bukti kejadian tersebut sangat banyak, seperti konflik antaretnis dan agama besar yang terjadi di daerah Sambas ( 2008 ), Ambon ( 2009 ), Papua ( 2010 ) dan Singkawang ( 2010 ) menyebutkan hanya beberapa. Tanpa langkah yang tepat yang diambil, konflik seperti itu akan terulang kembali.
Bukti kejadian tersebut sangat banyak, seperti konflik antaretnis dan agama besar yang terjadi di daerah Sambas ( 2008 ), Ambon ( 2009 ), Papua ( 2010 ) dan Singkawang ( 2010 ) menyebutkan hanya beberapa. Tanpa langkah yang tepat yang diambil, konflik seperti itu akan terulang kembali.
Selain itu ada juga Bentuk-bentuk radikalisme
telah mengganggu kohesi sosial dan dapat menghasilkan saling tidak percaya di
antara kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kasus bunuh diri - pemboman
gereja di Surakarta bulan lal , misalnya, mungkin ( mudah-mudahan tidak )
menyebabkan dendam dan serangan serupa terhadap masjid . Dan ini bisa meningkat
menjadi ketidakharmonisan agama besar. Yang dimaksud radikalisme itu sendiri
adalah pemberontakan, oleh karena itu kita harus mempunyai rasa toleransi, rasa
menghargai, rasa saling percaya dengan kelompok nya. Jika semua itu dimiliki oleh manusia tidak
akan ada yang namanya pemberontakan, dan Indonesia pun akan merasa aman, dan
tentram.
Sebuah laporan penelitian
oleh Apriliaswati (2011) menyimpulkan bahwa interaksi teman sebaya dalam
dukungan kelas wacana sipil yang positif dikalangan siswa. Oleh karena itu , disarankan agar
mempromosikan interaksi sebaya harus dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan
rutin kelas . siswa harus diberi
kesempatan untuk berinteraksi dengan satu sama lain melalui tugas kelompok
untuk berlatih mendengarkan penuh perhatian , berdebat hormat dan suara
mengorbankan untuk mempersiapkan mereka
untuk hidup sebagai anggota fungsional dan suatu masyarakat yang demokratis.
Studi Aprilliaswati mengajarkan kepada kita bahwa pendidikan harus
mengembangkan tidak hanya penalaran ilmiah , tetapi juga wacana sipil positif .
Penalaran ilmiah sangat diperlukan dalam mengembangkan warga intelektual ,
sedangkan kompetensi wacana sipil sangat penting untuk menciptakan warga negara
yang beradab.
Pendidikan
kita saat ini gagal untuk memberikan
para siswa dengan kompetensi wacana sipil. Sebagian besar politisi dan birokrat
telah datang ke kekuasaan karena pendidikan yang mereka telah diperoleh.
Sayangnya, banyak dari mereka tidak memiliki kompetensi tersebut. Masih segar
dalam ingatan kita adalah insiden memalukan pada tahun 2010, ketika anggota
parlemen saling bertukar kata-kata kasar dengan cara tidak sopan dalam sidang
yang disiarkan langsung di seluruh negeri.
Selain itu pendidikan politik belum cukup untuk mempromosikan kompetensi
dalam wacana sipil.
Pendidikan kita saat ini gagal untuk
memberikan para siswa kompetensi wacana sipil. Sebagian besar politisi dan
birokrat telah datang ke kekuasaan karena pendidikan yang mereka telah
diperoleh. Sayangnya, banyak dari mereka tidak memiliki kompetensi tersebut .
Tentu saja ini merupakan faktor yang bisa menurunkan kualitas pendidikan bangsa
ini. Pada era sekarang ini, banyak yang bisa memalsukan pendidikan. Misalnya
pembelian ijazah palsu dari Perguruan Tinggi. Banyak Perguruan Tinggi yang
menawarkan ijazah tanpa kita harus mengikuti perkuliahan. Dengan catatan kita
mampu untuk membayar nominal yang di tawarkan Perguruan Tinggi tersebut. Jelas
saja para anggota legislatif bersikap sangat tidak bermoral ketika sidang
berlangsung karena mungkin faktor pendidikan mereka palsu. Bukan
menjelek-jelekan, tapi itulah faktanya. Orang yang berpendidikan tidak akan
melakukan hal yang kurang terpuji seperti itu di depan rakyatnya. Mereka justru
akan memberikan contoh terpuji yang bisa mengubah pandangan rakyat terhadapnya.
Dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan
etnis, agama dan minoritas bahasa dan budaya. Terlepas dari karir mereka - politisi, insinyur, petani, atau
pengusaha-siswa harus diberikan pengetahuan yang memadai di daerah-daerah.
Dengan demikian didefinisikan , pendidikan liberal bertujuan membebaskan siswa dari sikap rabun dan provinsi terhadap orang lain . Pada dasarnya , itu penempaan insan kamil , yaitu orang yang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap pekerjaan atau penunjukan sebagai warga negara yang demokratis.
Dengan demikian didefinisikan , pendidikan liberal bertujuan membebaskan siswa dari sikap rabun dan provinsi terhadap orang lain . Pada dasarnya , itu penempaan insan kamil , yaitu orang yang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap pekerjaan atau penunjukan sebagai warga negara yang demokratis.
Di dalam teks yang
berjudul Classroom Discourse to Foster
Religious Harmony, ada sedikit yang membuat pembaca merasa bingung yaitu
tentang sistem pendidikan yang pantas untuk di terapkan di negeri ini. Apakah
sistem umum ataukah liberal? Tapi bukan suatu masalah yang besar untuk itu. Sistem
pendidikan yang paling tepat untuk bangsa indonesia adalah yang mengutamakan
pembentukan karakter pantang menyerah pada peserta didik. Harus diakui saat ini
bangsa kita kehilangan keyakinan sebagai bangsa yang besar dan bermartabat. Kita lebih mengagumi dan bangga akan hal-hal yang berbau
luar negeri. Kita merasa pesimis dan
bahkan menjadi bangsa yang terbuang. Banyak kalangan yang memprediksi
bahwa pendidikan Indonesia akan masuk ke dalam kelompok negara dengan sistem
pendidikan terbaik di dunia. Meskipun kini pada kenyataannya dari tahun ke
tahun Indonesia selalu tergolong kategori dengan sistem pendidikan yang rendah,
tapi beberapa tahun ke depan akan ada perubahan besar yang akan membawa
Indonesia ke dalam masa kejayaan dengan sistem pendidikan yang hebat.
Dalam
konteks Kita sebagai orang tua seringkali mengikutkan anak kita berbagai macam
les tambahan di luar sekolah seperti les matematika, les bahasa inggris, les
fisika dan lain-lain. Saya yakin hal ini kita dilakukan untuk mendukung anak
agar tidak tertinggal atau menjadi yang unggul di sekolah. Bahkan, terkadang
ide awal mengikuti les tersebut tidak datang dari si anak, namun datang dari
kita sebagai orang tua. Benar tidak?. Memang,
saat ini kita menganggap tidak cukup jika anak kita hanya belajar di sekolah
saja, sehingga kita mengikutkan anak kita bermacam-macam les. Kita ingin anak
kita pintar berhitung, kita ingin anak kita mahir berbahasa inggris, kita juga
ingin anak kita jago fisika dan lain sebagainya. Dengan begitu, anak memiliki
kemampuan kognitif yang baik. Ini tiada
lain karena, pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk
memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognisi. Dengan pemahaman seperti itu,
sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari
telah terabaikan. Apa itu? Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak
didik. Saya mengatakan hal ini bukan berarti pendidikan kognitif tidak penting,
bukan seperti itu!
Maksud saya,
pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif.
Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya
justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya
yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak
jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti
tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan
karakter. Ada sebuah kata bijak
mengatakan, ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Sama
juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta.
Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak.
Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat.
Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh
sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu,
penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik. Lalu
apa sih pendidikan karaker itu?.
Jadi,
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan
nilai-nilai karakter pada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan
karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman
yang bernama FW Foerster. Pertama, pendidikan karakter menekankan setiap
tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma
yang ada dan berpedoman pada norma tersebut. Kedua, adanya koherensi atau
membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan
menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak
takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru. Ketiga, adanya otonomi, yaitu
anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi
nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil
keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. Keempat,
keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam
mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan
atas komitmen yang dipilih.
Pendidikan
karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi
basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak
mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan,
kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan
karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan
kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang
tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan
kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan
orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater
pada anak didik.
Berpijak pada
empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam
pola pendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman
sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan
peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan
apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport
anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik
akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau
menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan
memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni
dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan
metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di
lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola
pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan
dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.
Agama Indonesia memegang peranan
penting dalam kehidupan masyarakat. Hal
ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila : “ketuhanan yang
maha esa”. Sejumlah agama Indonesia
berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi, dan budaya. Agama adalah salah satu hal yang amat krusial
dalam diri kita, kehidupan kita, kehidupan keluarga kita, juga kehidupan bangsa
kita. Jika kita tidak mempunyai agama
apa yang akan terjadi ?. kita mempunyai
agama masih terjadi sebuah pertikaian apalagi jika kita tidak mempunyai
agama. Jangan pernah sekalipun kita
mempermainkan agama, contohnya banyak artis yang pindah agama, itu sama saja
kita mempermainkan agama, contoh lainnya adalah dengan cara berselisih antar
umat berbeda agama, memang berbeda itu
tidak sama namun dengan ketidaksamaan itu kita harus bisa mencari hal atau
manfaatkan nilai positif nya, contohnya
kita tidak tahu apa saja yang ada dalam agama kristen, lalu kita
mempunyai teman yang berbeda agama. Nah,
diasitulah kita mencari informasi atau ingin tahu tentang agama itu,
begitupun sebaliknya. Kita sebagai generasi baru harus dapat
merubah yang ada dalam Indonesia ini,
contoh nya rasa toleransi itu sendiri, sehingga kita bisa memperbaiki apa yang
terjadi pada masa lalu, mungkin menerapkan nya pada kita terlebih dahulu,
selanjutnya kita ajarkan kepada anak didik kita, agar anak didik kita lebih
menghargai dan mempunyai rasa toleransi.
Bukan hanya hal itu saja, kerukunan yang ada dalam negara ini juga sangat penting,
karena kerukunan bisa dikatakan sebagai kebutuhan bagi setiap manusia sekaligus
yang sangat diharapkan bagi setiap kalangan.
Sebab tak ada persatuan tanpa kerukunan. Toleransi dan perdamaian adalah harapan yang
harus diperjuangkan semua pihak. Dimana
tidak ada harapan, disitu tidak ada usaha keras. Dimana ada harapan, disitu ada usaha keras
yang mereka perjuangkan.
Referensi
:


Subscribe to:
Post Comments (Atom)