Saturday, February 15, 2014
Created By:
Mega Widiastuti
Class Review
Selayang Pandang
Pada kesempatan ini dalam pertemuan pertama mata kuliah Writing 4 saya mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT. Yang telah memberikan saya umur sampai saat ini ndan masih diberikan kesehatan sehingga bisa mengikuti perkuliahan khususnya dalam mata kuliah Writing 4, dengan dosen yang bernama Lala Bumela, M.Pd. Untuk belajar dengan beliau ini bukanlah kali pertama buat saya, tetapi sudah ketiga kalinya saya belajar dengan Mr. Lala.
Awalnya Mr. Lala memperkenalkan nama beliau, dan sekilas menceritakan prestasi yang telah beliau capai ataupun progress yang sedang beliau kerjakan hingga saat ini. Saya merasa kagum kepada beliau karena prestasi-prestasi yang di raihnya sebagai buah dari kerja kerasnya. Setelah itu Mr. Lala menjelaskan tentang mata kuliah Writing 4, beliau menjelaskan bahwa pada Writing kali ini berbeda dengan mata kuliah Writing pada semester sebelumnya. Pada pembalajaran kali ini kami tidak hanya dituntut untuk membuat teks narrative, descriptive, report, dan explanation. Tetapi, pada Writing 4 ini lebih mengarah kepada Academic Writing seperti membuat argumentative essay, research dan jurnal.
Kemudian selanjutnya Mr. Lala menjelaskan tentang kontrak belajar, saya akui mengenai kontrak belajar Mr. Lala adalah salah satu dosen yang mempunyai standar pembelajaran yang sangat tinggi. Setiap semester beliau selalu menaikkan standar pembelajaran khususnya standar penilaian. Pada kontrak belajar dan system penilaian yang diberikan oleh Mr. Lala ada yang berbeda dari semester sebelumnya yaitu mengenai buku wajib yang harus dibawa sebelum memasuki perkuliahan dengan Mr. Lala, biasanya buku setebal 200 lembar ini disebutnya sebagai passport. Pada buku passport ini terdapat Chapter Review dan Class Review, untuk kesemapatan kali ini pada buku passport saya harus menulis 10 halaman untuk Chapter Review dan lima halaman untuk Class Review, tetapi alangkah lebih baiknya apabila menulis lebih dari target yang ditentukan. Selain itu, ada hal yang menarik pada penilaian kali ini yaitu untuk membuat Critical Review pada teks yang kita tulis minimal harus terdapat 2500 kata, dan untuk membuat Argumentative Essay pada teks yang kitas tulis minimal terdapat 3000 kata. That’s amazing!!! Sungguh tantangan belajar yang luar biasa, tetapi saya berharap bisa melewati tantangan ini dan bisa mengusai materi yang disampaikan oleh Mr. Lala. Amiin J
Selain itu, Mr. Lala juga sangat objektif dalam hal penilaian, pada semester kali ini Mr. Lala mengambil 20% dari tugas yang dikerjakan dirumah contohnya Chapter Review dan Class Review, dari beberapa Chapter dan Class Review yang kami tulis di pilih dua yang terbaik untuk mendapatkan penilaian dari Mr. Lala, kemudian beliau mengambil penilaian dari progress test sebanyak 30% yang di dalamnya terdapat dua Critical review dan Argumentative Essay, lalu 20% di ambil dari presentasi yang di lakukan perorangan, selanjutnya 10% dari blogging dan terkahir 20% dari final exam.
Setelah itu, Mr. Lala juga menjelaskan tentang materi yang akan dipelajari. Seperti yang telah saya tulis pada paragraph sebelumnya bahwa pada Writing 4 ini, kami dituntut untuk lebih realistis terhadap kejadian dan fenomena-fenomena yang ada disekitar kita, dan kami pun dituntut untuk menjadi critical reviews yang baik. Mr. Lala menginginkan kami sebagai mahasiswa harus bisa merubah perspective dan mengeksplor ide-ide yang kami punya dengan percaya diri. Dan Mr. Lala pun mengatakan kami sebagai mahasiswa, khususnya saya pribadi harus bisa menjadi Student Language dan juga menjadi Student Language Wiriting. Bahkan untuk mendorong kami menjadi Student Language Writing, Mr. Lala memberikan beberapa buku referensi untuk menunjang pembelajaran kami seperti buku karya A.Chaedar Alwasilah yang berjudul Pokoknya Literasi, kemudian buku karya Hyland, K.(2002) yang berjudul Teaching and Researching Writing, Hyland, K.(2003) yang berjudul Second Language Writing, dan masih terdapat delapan buku referensi lainnya.
Kemudian untuk melihat sekaligus mengetest kemampuan kami pada Writing 4 ini, untuk pertemuan yang kedua kami mendapatkan tugas dari Mr. Lala untuk memberikan Opinion Essay dari ketiga article yang diberikan oleh Mr. Lala, diantaranya artikel (Bukan) Bangsa Penulis, Powerful Writers versus the Hepless Readers karya A. Chaedar Alwasilah. Dan artikel yang berjudul Learning and Teaching Process karya C W Watson.
Tetapi sebelum membahas lebih jauh tentang Academic Writing, saya mencari tahu terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Academic Writing? Menurut sumber yang saya dapatkan dari (About.com Grammar & Composation) definisi dari Academic Writing yaitu bentuk-bentuk prose ekspositori dan argumentative yang digunakan oleh mahasiswa dan peneliti untuk menyampaikan informasi inbti tentang topic tertentu. Selain itu, saya juga mendapatkan informasi baru tentang Academic Writing Guidelines yaitu dalam semua essay sehasrusnya terdapat beberapa point antara lain:
v Introduction
v Thesis Statement
v Conclusion
v Proper Paragraph Development
Di sisi lain ada juga hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Academic Writing seperti hal-hal berikut :
Ø Jangan menggunakan sudut pandang orang pertama: I, me, we, our, us, etc.
Ø Jangan pernah menggunakan sudut padang orang kedua: You, Your, etc.
Ø Jangan menggunakan phrase seperti: I think that, I believe that, I feel thet, In my opinion.
Ø Jangan menggunakan bahasa yang slank atau tidak sopan.
Ø Jangan menggunakan tulisan singkat, contoh: Don’t, can’t. (Tulislah secara sempurna Do not, Cannot).
Ø Jangan membuat pemberitahuan seperti: This paper will, in this paper I will, in the article, in the essay, etc.
Ø Alangkah lebih tepatnya, menggunakan kata-kata seperti: The fact that, in other words, whereas, thus, therefore, many, most, as a result of, etc.
Selain itu, pada pertemuan kemarin Mr. Lala menyampaikan bahwa dalam sebuah tulisan jangan lupa diperhatikan mengenai lima element penting yang di dalamnya terdapat:
1.
Purpose/ tujuan
Purpose/ tujuan
2. Audience
3. Clarity
4. Unity
5. Coherence
Jadi, dalam sebuah tulisan yang baik perlu diperhatikan hal-hal seperti diatas yaitu Purpose atau tujuan, tergantung jenis teks apa yang akan ditulis. Contohnya descripvtive text, tujuannya yaitu untuk memberikan gambaran/penjelasan secara detail tentang sebuah objek tertentu. Kemudian audience yaitu dimaksudkan untuk siapa tulisan tersebut di buat, misalnya untuk anak-anak atau untuk para ibu. Next, yaitu clarity atau factor kejelasan apakah text tersebut mampu di pahami oleh pembaca dari maksud tulisan yang ingin disampaikan penulis. Lalu ada juga yang disebut unity, unity adalah gabungan antara topic sentence dengan controlling idea. Dan yang terakhir yaitu coherence, coherence yaitu kesinambungan antar kata atau makna. Hal ini menyangkut perihal topic atau tema, yaituinti pembicaraan atau pembahasan.
Kesimpulan
Well, pada Class Review yang pertama ini dari materi-materi yang telah saya tulis. Saya bisa menyimpulkan bahwa yang dimaksud Academic Writing yaitu bentuk-bentuk prose ekspositori dan argumentative yang digunakan oleh mahasiswa dan peneliti untuk menyampaikan informasi inti tentang topic tertentu. Selain itu pada Academic Writing terdapat Guidelines yaitu introduction, thesis statement, conclusion, Proper Paragraph Development, dan APA Citations and Reference List. Kemudian untuk penulisan Academic Writing terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
Ø Jangan menggunakan sudut pandang orang pertama: I, me, we, our, us, etc.
Ø Jangan menggunakan bahasa yang slank atau tidak sopan.
Ø Alangkah lebih tepatnya, menggunakan kata-kata seperti: The fact that, in other words, whereas, thus, therefore, many, most, as a result of, etc.
Dan yang terakhir dalam sebuah tulisan terdapat lima elemen yang harus diperhatikan yaitu:
1. Purpose/ tujuan 4. Unity
2. Audience 5. Coherence
3. Clarity
Pada Class Review kali ini hanya itu yang bisa saya sampaikan, semoga dengan materi yang saya tulis bisa bermanfaat untuk saya dan pembaca. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam menyampaikan materinya, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terimakasih J
Appetizer
Rahasia Kualitas Bangsa
Menulis merupakan suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai medianya, pikiran yang di sampaikan kepada orang lain harus dinyatakan dengan kata yang mendukungmakna secara tepa, dan sesuai dengan apa yang ingin di tuliskan. Tetapi untuk menulis, bukanlah sesuatu yang mudah perlu persiapan diantaranya pengetahuan dan yang paling penting ke inginan dan mempunyai keterampilan untuk menulis. Sehingga, ada yang mengatakan bangsa Indonesia (Bukan) Bangsa Penulis. Pada buku karya A. Chaedar Alwasilah yang berjudul Pokoknya Literasi terdapat satu artikel yang didalamnya membahas tentang (Bukan) Bangsa penulis, setelah membaca article ini terdapat beberapa poin penting yang saya dapatkan yaitu:
1. Dirjen Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa mayoritas sarjana lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia tidak bisa menulis. Bahkan para dosennya pun mayoritas tidak bisa menulis, hal ini terlihat dari jumlah karya ilmiah perguruan tinggi Indonesia, secara total masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia yaitu hanya sekitar sepertujuh. Penduduk Malaysia sekitar 25 juta orang, hampir sepersepuluh populasi Indonesia. Pada artikel tersebut di jelaskan bahwa bila rata-rata jumlah terbitan buku di Indonesia sekarang sekitar 8 ribu judul pertahun, maka untuk mengimbangi Malaysia mestinya kita mampu menerbitkan buku 10 kali lipat yaitu 80 ribu judul pertahun.
2. Jurnal peminatnya terbatas dan hanya sebagian orang yang mengerti, bahkan faktanya menurut Sistem Penilaian Angka Kredit Dosen Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, ada beberapa yang memalukan kecurangan yaitu dengan melakukan penulisan jurnal palsu. Hal itu menunjukan bahwa untuk menulis jurnal tidak bisa sembarang orang, atau seperti yang Bapak Chaedar bilang “Asal terbit jurnal-jurnalan”.
3. Jika dibandingkan dengan jurnal, artikel opini lebih banyak peminatnya dan lebih mudah dimengerti. Pada artikel yang saya baca dijelaskan bahwa artiktl opini yang dimuat dalam koran jauh lebih besar dampaknya, karena bisa dibaca oleh 2 juta pembaca.
4. Masih minimnya minat para siswa untuk mengambil jurusan sastra. Bila kita kaji secara sederhana, arti minat itu sendiri adalah penerimaan akan sesuatu hal yang berhubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan, semakin besar minat ( Slameto, 2003:18). Secara sekilas dapat disimpulkan bahwa, sebagian besar siswa atau pun mahasiswa yang ada di Indonesia tidak minat untuk masuk kejurusan sastra di akbitkan karena ke inginannya untuk lebih mengetahui sastra atau menyatu dengan ilmu sastra masih kurang. Sehingga sampai saat ini masih sedikit yang menjadi seorang cendikia atau sastrawan.
Selanjutnya dari artikel kedua yang berjudul Poweful Writers versus the Hepless Reader karya A. Chaedar Alwasilah terdapat point penting sebagai berikut:
1. Ketika kita membaca buku yang diterbitkan oleh bangsa asing (luar negeri), kemudian kita merasa sulit untuk memahami isi teks tersebut, hal itu di karenakan ilmu yang kita kuasai belum sepandai bangsa asing sehingga kita merasa bodoh apabila membaca buku terbitan dari luar negeri. Padahal kenyataanya bukan kita yang bodoh, hanya saja kita belum terbiasa membaca teks-teks bacaan yang bahasa nya menggunakan literasi yang sangat tinggi.
2. Dosen harus bisa menghasilkan atau menulis buku. Agar tidak harus mengimpor buku dari luar negeri, karena dengan melakukan hal tersebut secara tidak langsung kita menjudge bahwa kualitas dosen di negara kita tidak bisa menghasilkan kualitas buku yang baik.
Kemudian pada artikel ketiga karya C W Watson yang berjudul Learning and Teaching Process: More about Readers and Writers, point pentingnya yaitu:
1) Kesalahan system atau paymaster.
2) Guru yang mengajar tidak kompeten.
3) Dosen hanya menerapkan pengalamannya kepada mahasiswa, sehingga tidak membuat mahasiswa berkembang untuk lebih kreatif.
Benang Merah
Jadi, dari ketiga artikel tersebut terdapat persamaan yaitu menyajikan fakta-fakta yang menyebabkan bangsa kita tidak pandai dalam menulis. Tetapi ada pula beberapa solusi untuk kedepannya agar bangsa kita menjadi bangsa yang mempunyai literasi tinggi agar bisa bersaing dengan negara lain.
Menanggapi artikel yang telah saya baca, dan setelah melihat problem-problemnya. Titik awal untuk melakukan perubahan yaitu berawal dari system pendidikannya terlebih dahulu. Setiap negara mempunyai system pendidikan yang berbeda-beda dengan penekanan pada variabel tertentu di dalam pendidikan. Pada variabel tersebut terkandung tujuan yang akan dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam tujuan tersebut peran masyarakat termasuk juga sangat penting, karena masyarakat sebagai pelaku utama pendidikan. Kesadaran masyarakat bahwa pendidikan bukan sekedar formalitas belaka namun mengerti dan memahami dengan benar bagaimana berinvestasi pada pendidikan, tidak hanya mendapatkan gelar sebagai sarjana atau magister tetapi perlu juga di dukung dengan kualitas dan kuantitas diri sebagai seseorang yang berpendidikan.
Contoh rillnya yaitu pemerintah dan organisasi pendidikan di Indonesia terlau sibuk dengan system informasi managemen, analysis financial, angka kelulusan, dan data-data kuantitatif lainnya, sehingga terpisah jauh dari jantung pendidikan itu sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir ini standar kualitas pendidikan telah merusak system pendidikan kita, bukti nyatanya dari gejala-gejala ketidak efektifan pendidikan di Indonesia adalah banyaknya pengangguran di Indonesia termasuk “Produk-produk gagal” bertitle S1. Meskipun hal ini tidak terlepas dari dampak krisis ekonomi dunia, tapi setidaknya indikasi bahwa produk pendidikan kita belum siap berhadapan dengan kerasnya globalisasi dan persaingan dunia luar. Mengapa bisa terjadi demikian?
Jawabannya karena system pendidikan di Indonesia saat ini seperti lingkaran, jika ada yang mengatakan bahwa tidak perlu Ujian Nasional(UN) karena yang mengetahui karakteristik siswa di sekolah adalah guru, pernyataan tersebut memang betul sekali. Namun, pada kenyataan di lapangannya seringkali terjadinya manifulasi. Contohnya pada nilai raport, ada bermacam-macam alasan guru melakukan manifulasi diantaranya kasihan terhadap siswanya, agar terlihat guru tersebut berhasil dalam mengajar, karena tidak boleh ada nilai 4 atau 5 di raport, dan alasan lainnya. Ini bukti bahwa di Indonesia hanya mementingkan nilai akhir bukan prosesnya. Begitu juga dengan yang terjadi di bangku perkuliahan, sekilas saya akan menuliskan sebuah table sederhana.
Sekilas Perbandingan
No
|
Luar Negeri
|
Bangsa Indonesia
|
1
|
Dalam kebiasaan menulis, di luar negeri menulis essay itu sudah biasa,sehingga untuk kelulusan mencapai S1 tidak di wajibkan untuk menulis skripsi. Karena untuk menulis essay seperti, jurnal, artikel, itu sudah merupakan hal biasa. Atau sudah menjadi kebiasaan mereka, sehingga tingkat literasinya pun sudah mencapai tingkat tinggi.
|
Dalam kebiasaan menulis, sepertinya di Indonesia masih jauh apabila menjadi level kebiasan. Karena kurangnya keperdulian terhadap literasi dan juga kurangnya minat untuk mendalami karya sastra. Sehingga untuk kelulusan mencapai gelar S1 pun, di wajibkan untuk menulis skripsi. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia, menulis itu harus di paksa.
|
2
|
Proses yang lebih diperhatikan. Maksudnya yaitu, untuk mencapai sebuah keberhasilan di luar negeri lebih menekankan pada proses pembelajaranya, bukan di lihat dari hasil akhirnya. Sehingga pada akhirnya pun tidak akan terjadi tindakan memanifulasi nilai dan sebagainya.
|
Hasil akhir yang lebih diperhatikan. Kenyataanya yang terjadi di Indonesia yaitu sering kali terjadi manifulasi nilai, karena masih terpaku kepada nilai akhir bukan proses. Contoh, pada pelaksanaan UN para guru berlomba-lomba memberi nilai yang bagus agar siswa tersebut bisa masuk PMDK ke Perguruan Tinggi yang di inginkannya. Padahal belum tentu kemampuan mereka sesuai dengan nilai yang di berikan guru tersebut.
|
Memang tidak mudah untuk Indonesia bersaing dengan negara lain, perlu melakukan beberapa kerja keras untuk bisa bersaing. Tetapi, hal itu juga tidak sepenuhnya menyalahkan kepada para siswa atau mahasiswa/wi sebagai calon penerus bangsa. Karena peran seorang guru pun sangat penting, sehingga diperlukan guru-guru yang kompeten dan memiliki kualitas yang baik untuk mentransfer ilmu kepada anak didiknya. Jangan hanya mengandalkan pengalam yang telah guru itu alami, kemudian di terapkan lagi kepada mahasiswanya. Jika pengalaman atau cara belajar nya bagus dan membuat siswa lebih berkembang dan kreatif itu tidak jadi masalah, tetapi bagaimana jika sebaliknya? Kita juga perlu memperhatikan kulitas guru atau dosen yang mengajar, karena kesuksesan dari seorang siswa/mahasiswa di pengaruhi oleh kualitas guru dan dosennya.
Jadi kesimpulannya, untuk bisa meningkatkan kualitas pendidikan di negara Indonesia khususnya tentang literasi perlu adanya pembenahan yaitu dari segi system pendidikan yang ada di Indonesia diantaranya kualitas guru dan dosen begitu juga dengan kurikulum. Untuk menyiapkan guru ataupun dosen yang berkualitas dan berkompeten perlu adanya pelatihan-pelatihan terlebih dahulu agar dapat merubah paradigm guru sebagai pemberi materi menjadi guru yang dapat memotivasi siswa agar kreatif.
Kemudian harus di dukung juga dengan kemampuannya untuk meningkatkan kecakapan profesionalisme, jangan sampai ada guru yang mengajar menyimpang dari kemampuan dan keahliannya bidangnya, karena hal tersebut bisa menyesatkan siswa. Selanjutnya, untuk para dosen untuk menjaga kredibilitasnya alangkah lebih baiknya untuk terus mengasah kemampuannya, missalnya dengan cara menulis dan menerbitkan sebuah buku sehingga untuk proses pembelajaran pun tidak harus mengimpor dari negara lain.
Selanjutnya yaitu dari segi kurikulum, kurikulum di Indonesia sudah mengalami perkembangan sejak periode sebelum tahun 1945 hingga kurikulum 2006 yang berlaku samapai akhir tahun 2012 lalu. Pergantian kurikulum tersebut betujuan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta rancangan pembelajaranm yang ada di sekolah. Menurut beberapa pakar, perubahan kurikulum dari masa ke masa baik di Indonesia atau pun di negara lain, di sebabkan karena kebutuhan masyarakat setiap tahunnya selalu berkembang dan tuntutan zaman yang cenderung berubah. Tetapi kenapa pada kurikulum tahun 2013 ini, mata pelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar di hilangkan? Sedangkan seiring dengan tuntutan zaman, Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional harus di kuasai oleh seluruh lapisan masyarakat dan perlu pembiasaan sejak dini misalnya pada tingkat SD. Maka untuk bisa bertahan dan bersaing dengan bangsa asing, Indonesia perlu melakukan beberapa strategi perbaikan system pendidikan khususnya pada kurikulum dan kredibilitas pengajar (guru dan dosen).
Name : Mega Widiastuti
Class : PBI-D 4th Semester
Task : 1st Class Review on 7th , February 2014
Class : PBI-D 4th Semester
Task : 1st Class Review on 7th , February 2014


Subscribe to:
Post Comments (Atom)