Saturday, February 15, 2014
Created By:
Maria Ulfa
CLASS REVIEW
Catatan di Awal Semester 4
Senin, 10 Februari 2014
Pada hari Jum’at, 7 Februari 2014
untuk pertama kalinya kami memasuki kelas dalam mata kuliah Writing and
Conversation 4 di semester empat kali ini, kami kembali diajar oleh Mr.Lala Bumela
M.Pd. Berbeda dengan semester kemarin, yaitu
semester 3 beliau mengajarkan mata kuliah English Phonology, sedangkan waktu
semester 2 beliau mengajar mata kuliah Writing sama halnya dengan semester 4
kali ini. Untuk pertama kalinya di semester ini kami ditugaskan untuk
mengerjakan class review sebanyak 5 halaman dan appetizer essay sebanyak 5
halaman pula, jadi setiap pertemuan di mata kuliah Writing ini, kami diwajibkan
untuk menulis 10 halaman setiap minggunya.
Kemudian
Mr.lala menjelaskan isi dari syllabus Writing 4. Tapi sebelumnya dipagi hari
yang cerah saat itu, teman saya sibuk
mempersiapkan in focus dan membagikan fotocopian dari syllabus tersebut. Hampir
semua mahasiswa datang tepat waktu sebelum beliau masuk ke kelas. Didalam
syllabus yang dibagikan kepada kami, disitu terdapat sugesti pengetahuan
wawasan dari Maria popova yaitu: “perfection is like the horizon. Keep moving”
yang maksudnya adalah kesempurnaan itu tidak ada disatu tempat, jadi tetap
melangkah.
Kami disuruh untuk membayangkan bahwa
Writing 4 berarti kita akan tidur larut malam (kembali begadang mengerjakan
tugas-tugas), matapun akan terasa sakit karena kita harus lebih banyak lagi
untuk membaca. Punggung akan terasa sakit karena terlalu lama membungkuk
mengerjakan tugas, jari-jari tangan akan menjadi tegang karena kita harus
dituntut menulis sebanyak 10 halaman setiap minggunya ditiap mata kuliah
Writing. Kemudian buku-buku berantakan berada dimana-mana berserakan
dimana-mana. Mr.lala mengatakan bahwa justru beliau akan merasa heran dengan
kos-kosan atau ruangan kamar seorang mahasiswa yang selalu tertata dengan
sangat rapih, karena bisa jadi buku-buku yang tersimpan tersebut tidak pernah
dibaca ataupun dibuka sama sekali. Pastinya cokelat dan kopi adalah cemilan
yang bisa jadi selalu menemani hari-hari kita disaat begadang mengerjakan
tugas. Tapi dengan semua itu, writing membuat kita menjadi mahasiswa yang lebih
baik lagi, pribadi yang baik, dan tentunya menjadi warga negara yang lebih
baik.
Untuk
evaluasi belajar menyangkut 5 aspek:
1. Dua
PR tugas yang terbaik (class review dan chapter review)
2. Mengumpulkan
tiga progress test (2 critical review terbaik dan 1 argumentative)
3. Perorang
presentasi (2menit)
4. Posting
setiap tugas ke blog
5. Ujian
akhir
Tugas
tambahan untuk kami selain menulis 10 halaman setiap minggunya, kami juga
diharuskan untuk mengetik tugas tersebut kemudian di posting ke blog. Selain
itu, kami juga diharuskan menulis chapter review dalam bahasa Indonesia, tidak
boleh bahasa Inggris. Otomatis kita harus memahami semua isi bacaan yang
terdapat dalam teks yang telah dibagikan.
Tentang
progress test yang ditugaskan dalam writing ada 2 hal: dua critical review
terbaik dan satu argumentative essay terbaik. Dalam kata lain, kita harus membuat
atau membangun struktur dengan baik critical review dan argumentative essay.
Minimal halaman untuk critical review adalah 2500 kata (menulisnya dalam bahasa
Indonesia) sedangkan 3000 kata untuk argumentative essay (menulisnya dalam
bahasa Inggris).
Selama
di semester 4 ini, kita akan menemui 14 kali pertemuan. Dan beliau mungkin akan
memberikan kita untuk bisa bernafas lega (istirahat sebentar untuk tidak
menulis class review pada pertemuan ke-7). Lalu beliau mengatakan bahwa tugas
kami untuk minggu depan adalah membuat class review yang pertama dan appetizer
essay (opinion essay) masing-masing 5 halaman, dan untuk appetizer essay
artikel yang menjadi bahannya adalah:
·
(bukan) Bangsa Penulis
·
Powerful Writers versus
the Helpless Readers
·
Learning and Teaching
Process: more about Readers and Writers
Kita
diharuskan untuk mencari ide besar dari setiap artikel tersebut, kemudian tulis
intinya dari ketiga buku itu,karena masing-masing dari setiap artikel itu
mempunyai kesimpulan yang berbeda-beda. Mr.Lala juga menyarankan kami untuk
mengakses buku-buku sendiri dari 11 sumber buku acuan untuk mata kuliah Writing
and Coversation 4 ini, salah satunya adalah Alwasilah,
A.C. (2012). Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung: kiblat buku utama dan sekolah
pasca sarjana UPI Bandung.
Lalu
terakhir beliau menunjukan nilai hasil belajar tiap-tiap kelas melalui
powerpoint, dan ternyata PBI-D mendapatkan posisi nilai teratas yaitu 86,96
disusul dengan PBI-C 84,59 dan PBI-B lalu PBI-A. Itu semua adalah hasil kerja
keras kami selama disemester 3 dan berkat kekompakan kelas PBI-D selama
mengikuti mata kuliah Mr.Lala.
Mungkin
hanya ini persembahan class review diawal semester,karena memang kondisi saya
yang sedang sakit dari hari kamis sehingga pada saat hari Jum’at mata kuliah
Writing,saya merasa tidak fokus menerima mata kuliah dari Mr.Lala. tapi dalam
bacaan artikel, saya sangat tertarik dengan kata-kata bapak Chaedar yang
mengatakan bahwa “yang tidak bisa menulis sebaiknya jangan bermimpi menjadi
dosen!”.
Appetizer Essay
“Error System”
Senin, 10 februari 2014
Dalam mata kuliah kali ini, kami
ditugaskan untuk membuat appetizer essay atau opinion essay. Text yang harus
dipahami dan diberikan opini ada tiga artikel yaitu:
·
(bukan) Bangsa Penulis
·
Powerful Writers versus
the Helpless Readers
·
Learning and Teaching
Process: more about Readers and Writers
Didalam artikel (bukan) Bangsa
Penulis, dikatakan bahwa Dirjen Pendidikan Tinggi adalah orang yang paling
bertanggung jawab mengawal publikasi ilmiah dikalangan perguruan tinggi. Wajar
jika ia “jengkel” karena mayoritas sarjana lulusan PT kita tidak bisa menulis.
Bahkan para dosennya pun mayoritas tidak bisa menulis. Wajar saja kalau para
sarjana mayoritas tidak bisa menulis karena pribahasa pun mengatakan bahwa
“buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Para sarjana tidak bisa menulis
wajar saja karena para dosennya pun mayoritas tidak bisa menulis sehingga para
lulusan PT mayoritasnya pun tidak bisa menulis,kecuali apabila minoritas tidak
bisa menulis maka para sarjana juga minoritas tidak bisa menulis.
Di text terdapat kalimat “seberapa
dalam dan canggih temuan itu bergantung pada tingkatan akademiknya: S-1, S-2, atau
S-3” tapi faktanya yang mempunyai tingkatan akademik yang tinggi itu belum
tentu mempunyai temuan yang canggih. Sebab pernah ada seorang guru sekaligus
dosen yang mempunyai gelar S-2 tapi nyatanya tidak kompeten dalam mengajar, dan
ketika guru tersebut mendapat pertanyaan dari muridnya, beliau tidak bisa untuk
menjawabnya dan ketika mengajar pun hanya memberikan tugas-tugas saja tanpa
menjelaskan materinya.
Perbedaan perkuliahan di perguruan
tinggi luar negeri dan Indonesia, kalau diluar negeri mahasiswa dipaksa untuk
banyak menulis dan tugas-tugasnya pun selalu dikembalikan dengan komentar yang
kritis. Sedangkan di Indonesia dosen-dosennya jarang sekali ada yang
berkomentar kritis terhadap tugas-tugas yang telah diberikan, untuk sekedar
memeriksa atau membaca sedikitpun terkadang enggan sekali, hanya terkadang ada
beberapa dosen saja yang memang benar-benar memeriksa sekaligus berkomentar
kritis terhadap tugas mahasiswanya.
Coba saja kalau sistem perkuliahan
di indonesia itu meniru sistem perkuliahan di luar negeri dengan adanya paksaan
agar mahasiswa banyak menulis, pastinya tidak perlu lagi mahasiswa menulis
thesis, skipsi, artikel jurnal untuk bisa di wisuda yang ada malah menjadi
banyak penumpukan mahasiswa yang ingin cepat lulus malah terhambat karena belum
membuat skipsi. Coba saja kalau sistemnya dirubah, pasti mahasiswa tidak akan
merasa kesusahan untuk melewati semester akhir.
Artikel jurnal itu abstrak dan susah
untuk dimengerti, hanya bisa dipahami oleh sesama pakar saja, jadi pantas saja
jumlah artikel jurnal itu pun sangat sedikit. Berbeda dengan artikel opini yang
lebih mudah dimengerti.
Seharusnya di Indonesia juga bisa
diterapkan kepada anak SMA untuk banyak membaca karya sastra, berlangganan
koran, atau majalah untuk menjadi penulis produktif dewasa. Tapi pada faktanya,
di Indonesia tidak mampu mengidentifikasi tema utama pada potongan prosa
Indonesia padahal pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda.
Para siswa harus “dipaksa” jatuh
cinta pada karya sastra. Sama halnya dengan Mr.Lala yang “memaksa” kita dengan
memberikan banyak tugas menulis, agar mau tidak mau secara tidak langsung kita lebih sering
membaca buku-buku atau artikel yang isi bahasanya tinggi bagi kalangan
mahasiswa. Sebaiknya yang harus “dipaksa” jatuh cinta pada karya sastra bukan
hanya para siswa saja tapi guru dosen pun harus “dipaksa” agar bisa menerbitkan
artikel jurnal atau buku teks setiap tahun.
Pembaca tak berdaya adalah mereka
yang belum membaca sudah menjudge dirinya sendiri tidak memahami teks tersebut.
Contohnya seperti kita sewaktu di semester 3 yang disuruh untuk membaca buku
parker dan halliday, tapi belum apa-apa kami merasa tidak mampu karena sudah
berfikir kalau bahasa sang penulis sangat tinggi, sehingga kami sulit untuk
memahaminya.
Dosen diharuskan untuk menulis buku
supaya kita tidak lagi mengandalkan buku-buku dari luar negeri. Karena itu secara
tidak langsung menjudge kualitas isi buku dari Indonesia lebih rendah
dibandingkan buku-buku di luar negeri. Kenapa kita dipaksa untuk menulis? Dan
kenapa juga banyak dosen yang mengaplikasikan metode pembelajaran yang sama
dengan ketika dosen itu mendapatkan pengetahuan? Kenapa kita itu (bukan) Bangsa
Penulis? Itu semua di karenakan Indonesia hanya mengandalkan “result (hasil)”
berbeda sekali dengan bangsa luar yang sangat mengandalkan “process” bukan
“hasil”.
Bapak Chaedar mengatakan bahwa
beliau bukan menyalahkan kurikulum saja, tapi beliau juga menyalahkan gurnya
karena minimnya kualitas pada sumber daya manusia. Contohnya: banyak sekali
dijaman sekarang seorang PNS yang hanya membeli title tetapi mereka tidak
berkualitas, banyak juga oknum calon guru yang “nyogok” puluh bahkan ratusan
juta demi bisa menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Jadi
dari ketiga artikel tersebut bisa ditarik kesimpulan yaitu:
·
ketiganya sama-sama
menyalahkan sistem yang ada
·
harusnya dosen jangan
terlalu memkasakan mahasiswanya untuk menulis
·
sistem pendidikan juga
harus dirubah
·
harusnya bangsa kita
perbanyak tulisan dan membaca artikel,majalah,dan bacaan karya sastra
·
yang membedakan
Indonesia dengan luar negeri itu adalah kalau Indonesia menulis itu harus
dipaksa sedangkan diluar negeri itu menulis sudah otodidak jadi tanpa adanya
paksaan
·
kurikulum 2013 (bahasa
inggris dihilangkan) karena yang diutamakan adalah bahasa ibu
·
dan inti dari ketiga
teks itu adalah menyalahkan sistemnya.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)