Thursday, February 27, 2014

Pendidikan Merupakan Upaya Pemersatu Perbedaan


Pendidikan Merupakan Upaya Pemersatu Perbedaan.
Indonesia adalah negara yang besar dan mempunyai potensi yang besar pula. Dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari berbagai suku, ras, etnis, agama dan budaya, merupakan aset berharga yang dimiliki Indonesia. Seharusnya Indonesia sudah menjadi negara maju, tapi mengapa sampai detik ini Indonesia masih menjadi negara berkembang?. Ada banyak faktor yang mempengaruhi mengapa Indonesia masih menjadi negara berkembang, salah satunya yaitu kualitas dan sistem pendidikannya. Padahal pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sudah jelas bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mecerdaskan kehidupan bangsa. Yang bermakna membangun peradaban bangsa, sehingga bangsa Indonesia akan mampu hadir sebagai bangsa yang memiliki kepribadian nasional yang bersumber kepada nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi nasional Indonesia, yaitu Pancasila.

Seperti teks opini yang ditulis oleh prof. Chaedar Al wasilah yang berjudul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony”. Yang dari judulnya bisa kita ambil garis besarnya yaitu penulis membahas mengenai kualitas bangsa yang dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan sebagai siswa, warga negara dan anggota masyarakat. Yang sudah kita ketahui Indonesia mempunyai suku, ras etnis,agama dan budaya yang berbeda. Karena perbedaan tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik. Untuk menyatukan antara agama satu dengan agama lainnya, maka pada Pancasila yaitu ayat ke satu yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, kenapa tidak Allah yang Maha Esa? Karena Indonesia mempunyai empat agama besar yaitu Islam, Kristen, Hindu dan Budha, maka dari itu disebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari Piagam Jakarta yang berbunyi “ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, itu tidak relevan karena di Indonesia mempunya empat agama besar yaitu Islam, Kristen, Budha dan Hindu. Oleh karena itu piagam Jakarta kemudian menjadi perselisihan antara kaum pemeluk agama minoritas, sehingga konteksya diganti dengan tujuan untuk melakukan toleransi terhadap perbedaan agama.
 Dari segi agama saja Indonesia mempunyai peluang yang besar terjadinya konflik antar agama. Masih segar dalam ingatan kita pada masa Orde Baru, yaitu kaum minoritas terutama etnis Cina dipandang sebelah mata dan kekerasan yang diterima oleh anggota tersebut. Konflik antar agama pernah terjadi di daerah Sambas pada tahun 2008, selang satu tahun terjadi lagi di Ambon (2009) dan pada 2010 terjadi hal serupa di Papua dan Singkawang. Dari kejadian tersebut bisa dijadikan pelajaran bagi bangsa Indonesia agar kejadian yang seperti itu tidak terulang kembali dikemudian hari, jika terulang kembali akan merubah keharmonisan antar agama yang sebelumnya sedang ditata kembali menjadi ketidakharmonisan.
Melalui pendidikan diharapkan siswa bisa bersama-sama menghargai perbedaan agama, etnis, ras dan budaya (toleransi) dan tebentulah akhlak yang mulia. Pendidikan adalah kunci untuk memberikan pemahaman terhadap multikultur bangsa. Yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Pendidikan (sekolah) adalah langkah awal untuk menjadikan siswa mampu berinteraksi dengan siswa lainnya khususnya siswa yang berbeda suku, ras, dan agama. Dengan kata lain pendidik harus melakukan yang terbaik untuk mewujudkan keharmonisan. Melalui pendidikan siswa dituntut untuk aktif berinteraksi, menyimak, berpendapat, bertanya, menyatakan setuju atau tidak setuju, mencapai mufakat dengan penuh rasa hormat.
Melalui sekolah diharapkan bisa meminimalisir terjadinya konflik antar suku, ras, agama dan budaya sedini mungkin sehingga terciptalah masyarakat yang bersatu dan makmur tanpa memperdulikan perbedaan yang ada. Sama halnya yang tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke dua yaitu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Adil dan makmur adalah kondisi kehidupan yang menjadi tujuan dalam mendirikan negara. Kemakmuran yang akan dibangun adalah kemakmuran untuk semua, kemakmuran untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan yang terdistribusi secara adil. Oleh karena itu dasar pengelolaan kesejahteraan tersebut harus berasaskan kekeluargaan yang bersumber pada prinsip kesederajadan dan kebersamaan. Disadari sepenuhnya bahwa kekuatan Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaaanya adalah tumbuh dan berkembangnya kesadaran dan semangat persatuan bangsa dan kesatuan wilayah. Maka pendidikan (sekolah) adalah langkah awal untuk menanamkan kesadaran dan semangat persatuan. “Bhinneka Tunggal Ika” semboyan yang sering kita dengar pada saat di bangku sekolah, tujuannya tidak lain untuk menyadarkan siswa (masyarakat) akan adanya perbedaan tapi dengan perbedaan itu harusnya bisa dijadikan kekuatan untuk memajukan Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Perkembangan suatu bangsa juga ditentukan oleh mutu pendidikan bangsa tersebut. Mutunya bagus atau tidaknya pendidikan di suatu bangsa dipengaruhi oleh berbagai faktor menurut Edy Suhartoyo 2005: 2, yaitu, siswa, pengelola sekolah (kepala sekolah, karyawan, Dewan/komite sekolah), lingkungan (orang tua, msyarakat, sekolah), kualitas pembelajaran, kurikulum dan sebagainya. Dengan kata lain salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan dan kurikulumnya.
Jika dilihat dari kurikulum 2013 yang dinilai refleksi dari sekolah Islam tepadu (www. Republika. co. id). Metode pembelajaran di sekolah Islam Terpadu dinilai sesuai kurikulum 2013 sebab selain menilai aspek akademik, sekolah Islam terpadu juga menekankan pentingnya aspek sikap para siswa. Aspek sikap ini sangat menentukan siswa mampu atau tidaknya berinteraksi dengan siswa lainnya yang mempunyai pebedaan suku, ras, etnis, agama dan budaya, sehingga di sekolah pendidik harus bisa mengajarkan siswanya untuk bertoleransi. Pada kurikulum lama di sekolah hanya ada dua mata pelajaran yaitu PKN dan agama. Dua mata pelajaran itu tidak cukup untuk membekali siswa keterampilan terutama sikap dalam berinteraksi dan hanya mencapai pada pengetahuan saja, hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia tidak menperdulikan keragaman budaya. Sementara dalam kurikulum 2013, semua mata pelajaran harus bisa membangun sikap anak-anak, agar ketika mereka dewasa nanti bisa saling menghargai satu sama lain dan tidak asing dengan perbedaan terutama perbedaan yang ada di Indonesia.
Pada kurikulum 2013 ini siswa siswa bukan lagi menjadi obyek tapi justru menjadi subyek dengan ikut mengembangkan tema yang ada. Maksudnya sebagai subyek, siswa dituntut aktif dan terjun langsung dalam proses pembelajaran. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya siswa diharuskan berinteraksi, menyimak, berpendapat, bertanya, menyatakan setuju atau tidak setuju, mencapai mufakat dengan penuh rasa hormat. Di samping terjun langsung siswa diharapkan bisa beirnteraksi dengan siswa lainnya yang berbeda suku, etnis, ras, agama dan budaya. Agar  pada saat mereka terjun ke masyarakat tidak rabun akan perbedaan yang ada karena mereka telah mendapatkan pelatihan dan bimbingan sejak dini pada saat duduk di bangku sekolah.
Berbagai elemen masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan dengan beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu kurikulum pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung serta pembentukan karakter. Baca, tulis dan hitung itu tidak cukup karena jika hanya mengandalkan kecerdasan saja tidak cukup, percuma cerdas jika tidak bisa berinteraksi dengan orang lain dan tidak menghargai berbedaan, seperti yang telah diketahui bahwa Indonesia merupakan negara multikultural, aih-alih respect malah terjadi konflik karena perbedaan tersebut. Maka dari itu pembentukan karakter disini sangat penting karena jika karakter dibentuk sebaik mungkin sejak dini maka akan terwujudlah sifat yang mulia dan bisa menghargai perbedaan (toleransi).
Berbagai kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik. Tapi kurikulum masih belum bisa menjadi patokan pendidikan di Indonesia, karena kondisi kurikulum sendiri masih berubah-ubah.
Seperti yang telah diketahui pemerintah sering sekali meperbarui kurikulum yang ada. Kurikulum lama menjadi kurikulum yang baru (2013) terlihat sangat jelas bahwa pemerintah terkesan asal-asalan dalam menentukan arah pendidikan Indonesia, seolah-olah sebagai ajang percobaan pemerintah dan belum adanya tujuan yang jelas. Banyak yang mengklaim bahwa kurikulum yang lalu hanya menonjolkan kepintaran akademik, sementara miskin akhlak dan tingkah laku yang tidak mencerminkan nilai-nilai toleransi antar suku, ras, etnis, agama dan budaya. Diharapkan dengan diperbaruinya kurikulum ini menjadi kurikulum 2013 di samping siswa pintar dalam bidang akademik, siswa dituntut pula kaya akan sikap yang berakhlak mulia.
Banyak yang mengklaim bahwa kurikulum 2013 adlah refleksi dari sekolah Islam terpadu. Dalam acara Milad ke 10 Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT), Sabtu (1/2), Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan kurikulum 2013 mereflesikan apa yang sudah dilakukan JSIT sebelumnya. Melalui JSIT Musliar  berharap kurikulum 2013 bisa lebih menggaung. (www. Republika. co. id). ''Kurikulum 2013 ingin menghasilkan generasi yang produktif, kreatif, afektif. Generasi ini harus memiliki tiga kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Ini tidak bisa terwujud tanpa penataan kurikulum,'' tutur Musliar. Pengetahuan dalam bidang akademik maupun non-akademik, keterampilan dalam berbahasa maupun keterampilan dalam bidang lain seperti, keterampilan membuat essay, puisi, cerpen dll. Sementara sikap disini sikap yang berbudi pekerti luhur. Banyak dari mereka yang tidak menyadari bahwa sikap bisa menentukan maju atau tidaknya bangsa ini. Dari kurikulum 2013 yang mengharuskan siswanya memiliki tiga kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap sekilas mirip dengan sistem pendidikan liberal. Seperti yang dimuat dalam teks opini prof. A. Chaedar Alwasilah menyebutkan bahwa seseorang bisa menjadi orang sebelum dia bisa menjadi seorang petani yang baik, atau seorang pedagang, atau seorang insinyur, filsuf itu menunjukkan bahwa pendidikan liberal penting diterapkan untuk mencetak manusia sejati, karena manusia sejati adalah manusia yang memiliki pengetahuan. Menurutnya pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan tentang etnis, agama, budaya, terlepas dari profesi dan karir seseorang, baik itu seorang politisi, pengusaha, pedagang, ataupun nelayan.
HAR Tilaar menegaskan pendidikan Indonesia belum memiliki arah tujuan yang jelas untuk menyiapkan manusia-manusia yang cakap, kreatif, dan bertanggung jawab. Padahal, Indonesia sudah harus menciptakan generasi emas yang diharapkan bisa memajukan kehidupan bangsa. Menurutnya, Neoliberalisme sudah masuk ke dunia pendidikan sehingga arah pendidikan menjadi tidak jelas seperti sekarang. Neoliberalisme adalah bentuk dari arus globalisasi, dan mengarah kepada praktek kapitalisme. Jika neoliberalisme sudah masuk ke dalam pendidikan bangsa Indonesia, pendidikan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang borjuis (orang kaya), sedangkan orang-orang kecil tidak bisa merasakannya, karena pendidikan yang mahal sehingga masyarakat kecil tidak bisa merasakan. Kompas (19/02/2014).
Pendidikan di Indonesia yaitu multikultur, seyogiyanya bisa melepaskan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, perbedaan budaya, bahasa, dan agama. Di indonesia banyak sekali bahasa daerah dan antara daerah satu dan yang lainnya pasti mempunyai ciri khas tersendiri, dalam segi bahasa saja indonesia mempunyai peluang terjadinya konflik. Contoh pada kata “Sampeyan” dalam bahasa Kromo Inggil berarti “Kamu” (Jawa), tapi berbeda lagi dengan orang Sunda kata tersebut bermakna “Kaki”. Akibat banyaknya perbedaan bahasa di Indonesia, maka pada 1928 para pemuda-pemudi Indonesia mengucapkan sumpah yang dikenal dengan “Sumpah Pemuda” salah satu isi dari sumpah tersebut adalah bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan bangsa Indonesia. Dengan bahasa persatuan tersebut masyarakat Indonesia yang multikulur bisa berinteraksi dengan orang yang berasal dari daerah atau kultur yang berbeda tanpa adanya misscommunication.
Di dalam lingkup sekolah terdapat perbedaan yaitu suku, ras, etnis, agama dan budaya. Sekolah tersebut menggunakan bahasa Indonesia agar siswanya mengerti apa yang maksudkan. Kurikulum baru sudah diberlakukan dan menurut Wapres Boediono mengklaim pelaksanaan Kurikulum 2013 sudah berjalan baik. Hal itu dikatakan usai meninjau empat sekolah di Jakarta yang sudah menerapkan kurikulum baru tersebut. "Secara umum saya dapat kesan Kurikulum 2013 berjalan baik," kata beliau yang didampingi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) di SDN 01 Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/1). (www. Republika. co. id).
Berikut kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi jelas pendidikan adalah wahana yang utama untuk menumbuhkan karakter yang berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia.
            Berikut adalah artikel prof. Chaedar Al Wasilah yang menjelaskan tentang gaya bahasa yang digunakan oleh penulis. Bahasa yang digunakan adalah bahasa inggris yang agak sulit dipahami, karena harus dibaca berulang-ulang kali untuk dapat mengerti maksud dari teks tersebut. Kenapa sulit dipahami? Karena menggunakan bahasa Inggris sedangkan bahasa Inggris bukan bahasa kedua di Indonesia sehingga sangat sulit sekali untuk memahami teks tersebut. Ada bahasan bahwa pendidikan sangat penting dalam mewujudkan keharmonisan hidup, dengan memberikan wacana sosial dalam pendidikan, dan pentingnya menghormati terhadap perbedaan. Tapi dalam praktiknya sangat kurang sekali, sebagai contoh di Cirebon ada suku Jawa dan Sunda, mereka membentuk kelompok mereka sendiri, bahkan seringkali diantara mereka saling menjatuhkan satu sama lain. Ini berarti pendidikan multikultural di Indonesia tidak berjalan dengan baik dan bisa dikatakan pula kurikulum yang dianut saat ini keliru.
            Pendidikan adalah tonggak utama maju atau tidaknya kehidupan suatu bangsa. Di sekolah siswa banyak belajar tentang toleransi dan mereka diajarkan sejak dini dikenalkan dengan perbedaan seperti perbedaan suku, ras, etnis, agama dan budaya. Dengan sering melihat perbedaan tersebut siswa diharapkan mampu membangun sikap toleransi atau menghormati salah satunya siswa yang berbeda agama. Dengan demikian siswa mampu menumbuhkan rasa kekeluargaan dan rasa saling memiliki satu sama lain, yang dikemudian hari bisa menjadi pemersatu.
            Melalui pendidikan multikultur diharapkan bisa meredam bahkan menghilangkan konflik-konflik yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Melalui pendidikan multikultur sejak dini juga siswa akan terbiasa dengan perbedaan-berbedaan yang ada sehingga mereka bisa mengambil sikap yang mencerminkan toleransi. Bukan hanya toleransi antar sesama suku, ras, etnis, agama dan budaya tapi toleransi yang berbeda suku, ras, etnis, agama, dan budaya. Dan dimasa yang akan datang konflik tesebut diharapkan tidak terjadi lagi yang disebabkan perbedaan suku, ras, etnis, agama dan budaya. Dan pendidikan pula bisa menjadikan manusia yang berkualitas. Makna manusia yang berkualitas menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yaitu, manusia yang terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis dan bertanggung jawab. Sudah jelas bahwa pendidikan nasional adalah wadah dan sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga terbentuklah manusia yang berkualitas yang siap dan mampu menghadapi tantangan zaman yang terus berubah.
 Dari critical review yang berjudul Pendidikan Merupakan Upaya Pemersatu Perbedaan. Bisa ditarik kesimpulan bahwa pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sudah jelas pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mecerdaskan kehidupan bangsa. Yang bermakna membangun peradaban bangsa, sehingga bangsa Indonesia akan mampu hadir sebagai bangsa yang memiliki kepribadian nasional yang bersumber kepada nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi nasional Indonesia, yaitu Pancasila. Pendidikan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan sebagai siswa, warga negara dan anggota masyarakat. Pendidikan adalah kunci untuk memberikan pemahaman terhadap multikultur bangsa.  Piagam Jakarta yang berbunyi “ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, kemudian menjadi perselisihan antara kaum pemeluk agama minoritas, sehingga konteksya diganti dengan tujuan untuk melakukan toleransi terhadap perbedaan agama. Yang pada akhirnya menjadi sila pertama pada Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, itulah cara yang dilakukan untuk mempersatukan empat agama yang ada di Indonesia. Seperti Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Faktor yang menentukan bermutu atau tidaknya kualitas pendidikan suatu bangsa menurut Edy Suhartoyo 2005: 2, yaitu, siswa, pengelola sekolah (kepala sekolah, karyawan, Dewan/komite sekolah), lingkungan (orang tua, msyarakat, sekolah), kualitas pembelajaran, kurikulum dan sebagainya. Pada kurikulum 2013 ini siswa siswa bukan lagi menjadi obyek tapi justru menjadi subyek dengan ikut mengembangkan tema yang ada.
Pendidikan di Indonesia adalah pendidikan kurikulum yang belum tetap sehingga tidak bisa dijadikan landasan yang mutlak, dan dalam prakteknya pendidikan terlihat sebagai percobaan dalam menentukan kurikulum pendidikan. Walaupun pendidikan harus berjalan secara dinamis sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi pendidikan di Indonesia harus mempunyai arah dan tujuan yang jelas, agar kedepannya pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik lagi. Pendidikan sangat berperan penting dalam mempersatukan perbedaan yang ada. Saya setuju dengan teks opini yang ditulis oleh prof. Chaedar Al wasilah yang berjudul “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony”. Karena pendidikan toleransi harus ada di sekolah sejak dini mungkin, seolah beliau setuju dengan kurikulum 2013 yang lebih menekankan siswa untuk baca, tulis, dan hitung serta pembentukan karakter. Pembentukan karakter ini adalah upaya pendidikan untuk mempersatukan perbedaan yang ada agar dapat dimimalisir faktor-faktor terjadinya konflik, seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika, Sumpah Pemuda (1928) dan Pancasila.

References
-          Alwasilah, A. Chaedar. 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.
-          Dokument Kurikulum 2013 diambil pada tanggal 24 Februari 2014 dari http://kangmartho.com
-          Evaluasi program pembelajaran instructional program evaluation Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. Diambil pada tanggal 25 Februari 2014.
-          Kurikulum 2013 Dinilai Refleksi dari Sekolah Islam Terpadu. Diambil pada tanggal 26 Februari 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/14/02/01/n0b2sc-kurikulum-2013-dinilai-refleksi-dari-sekolah-islam-terpadu
-          Boediono Klaim Pelaksanaan Kurikulum 2013 Berjalan Baik. Diambil pada tanggal 26 Februari 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/23/mzudou-boediono-klaim-pelaksanaan-kurikulum-2013-berjalan-baik
-          Makna Alinea ke 1, 2, 3, dan 4 Pembukaan UUD 1945. Diambil pada tanggal 27 Feruari 2014 dari http://ndrapoername.blogspot.com/2010/03/makna-alinea-ke123-dan-4-pembukaan-uud.html
Koran Kompas (19/02/2014).
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment