Thursday, February 27, 2014
Created By:
#Progress Test 1,
Niyati Wulandari
Pendidikan Merupakan Upaya Pemersatu Perbedaan.
Indonesia adalah
negara yang besar dan mempunyai potensi yang besar pula. Dari Sabang sampai
Merauke yang terdiri dari berbagai suku, ras, etnis, agama dan budaya,
merupakan aset berharga yang dimiliki Indonesia. Seharusnya Indonesia sudah
menjadi negara maju, tapi mengapa sampai detik ini Indonesia masih menjadi
negara berkembang?. Ada banyak faktor yang mempengaruhi mengapa Indonesia masih
menjadi negara berkembang, salah satunya yaitu kualitas dan sistem pendidikannya.
Padahal pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sudah jelas bahwa pembentukan
Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mecerdaskan kehidupan bangsa.
Yang bermakna membangun peradaban bangsa, sehingga bangsa Indonesia akan mampu hadir
sebagai bangsa yang memiliki kepribadian nasional yang bersumber kepada
nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi nasional Indonesia, yaitu Pancasila.
Seperti teks
opini yang ditulis oleh prof. Chaedar Al wasilah yang berjudul “Classroom
Discourse to Foster Religious Harmony”. Yang dari judulnya bisa kita ambil
garis besarnya yaitu penulis membahas mengenai kualitas bangsa yang dipengaruhi
oleh pendidikan. Pendidikan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan
keterampilan sebagai siswa, warga negara dan anggota masyarakat. Yang sudah
kita ketahui Indonesia mempunyai suku, ras etnis,agama dan budaya yang berbeda.
Karena perbedaan tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik. Untuk
menyatukan antara agama satu dengan agama lainnya, maka pada Pancasila
yaitu ayat ke satu yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, kenapa tidak Allah
yang Maha Esa? Karena Indonesia mempunyai empat agama besar yaitu Islam,
Kristen, Hindu dan Budha, maka dari itu disebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari
Piagam
Jakarta yang berbunyi “ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”, itu tidak relevan karena di Indonesia mempunya empat
agama besar yaitu Islam, Kristen, Budha dan Hindu. Oleh karena itu piagam
Jakarta kemudian menjadi perselisihan antara kaum pemeluk agama minoritas,
sehingga konteksya diganti dengan tujuan untuk melakukan toleransi terhadap
perbedaan agama.
Dari segi agama saja Indonesia mempunyai peluang yang besar terjadinya
konflik antar agama. Masih segar dalam ingatan kita pada masa Orde Baru, yaitu
kaum minoritas terutama etnis Cina dipandang sebelah mata dan kekerasan yang
diterima oleh anggota tersebut. Konflik antar agama pernah terjadi di daerah
Sambas pada tahun 2008, selang satu tahun terjadi lagi di Ambon (2009) dan pada
2010 terjadi hal serupa di Papua dan Singkawang. Dari kejadian tersebut bisa
dijadikan pelajaran bagi bangsa Indonesia agar kejadian yang seperti itu tidak
terulang kembali dikemudian hari, jika terulang kembali akan merubah
keharmonisan antar agama yang sebelumnya sedang ditata kembali menjadi
ketidakharmonisan.
Melalui pendidikan diharapkan
siswa bisa bersama-sama menghargai perbedaan agama, etnis, ras dan budaya
(toleransi) dan tebentulah akhlak yang mulia. Pendidikan adalah kunci untuk memberikan pemahaman terhadap
multikultur bangsa. Yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Pendidikan (sekolah) adalah
langkah awal untuk menjadikan siswa mampu berinteraksi dengan siswa lainnya
khususnya siswa yang berbeda suku, ras, dan agama. Dengan kata lain pendidik
harus melakukan yang terbaik untuk mewujudkan keharmonisan. Melalui pendidikan
siswa dituntut untuk aktif berinteraksi, menyimak, berpendapat, bertanya,
menyatakan setuju atau tidak setuju, mencapai mufakat dengan penuh rasa hormat.
Melalui
sekolah diharapkan bisa meminimalisir terjadinya konflik antar suku, ras, agama
dan budaya sedini mungkin sehingga terciptalah masyarakat yang bersatu dan
makmur tanpa memperdulikan perbedaan yang ada. Sama halnya yang tercantum pada
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke dua yaitu negara yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Adil dan
makmur adalah kondisi kehidupan yang menjadi tujuan dalam mendirikan negara.
Kemakmuran yang akan dibangun adalah kemakmuran untuk semua, kemakmuran untuk
bangsa Indonesia secara keseluruhan yang terdistribusi secara adil. Oleh karena
itu dasar pengelolaan kesejahteraan tersebut harus berasaskan kekeluargaan yang
bersumber pada prinsip kesederajadan dan kebersamaan. Disadari
sepenuhnya bahwa kekuatan Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaaanya
adalah tumbuh dan berkembangnya kesadaran dan semangat persatuan bangsa dan
kesatuan wilayah. Maka pendidikan
(sekolah) adalah langkah awal untuk menanamkan kesadaran dan semangat
persatuan. “Bhinneka Tunggal Ika” semboyan yang sering kita dengar pada saat di
bangku sekolah, tujuannya tidak lain untuk menyadarkan siswa (masyarakat) akan
adanya perbedaan tapi dengan perbedaan itu harusnya bisa dijadikan kekuatan
untuk memajukan Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Perkembangan suatu
bangsa juga ditentukan oleh mutu pendidikan bangsa tersebut. Mutunya bagus atau
tidaknya pendidikan di suatu bangsa dipengaruhi oleh berbagai faktor menurut
Edy Suhartoyo 2005: 2, yaitu, siswa, pengelola sekolah (kepala sekolah,
karyawan, Dewan/komite sekolah), lingkungan (orang tua, msyarakat, sekolah),
kualitas pembelajaran, kurikulum dan sebagainya. Dengan kata lain salah satu
faktor penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang
dilakukan dan kurikulumnya.
Jika dilihat dari kurikulum 2013
yang dinilai refleksi dari sekolah Islam tepadu (www. Republika. co. id). Metode pembelajaran di
sekolah Islam Terpadu dinilai sesuai kurikulum 2013 sebab selain menilai aspek
akademik, sekolah Islam terpadu juga menekankan pentingnya aspek sikap para
siswa. Aspek sikap ini sangat menentukan siswa mampu atau tidaknya
berinteraksi dengan siswa lainnya yang mempunyai pebedaan suku, ras, etnis,
agama dan budaya, sehingga di sekolah pendidik harus bisa mengajarkan siswanya
untuk bertoleransi. Pada kurikulum lama di sekolah hanya ada dua mata pelajaran
yaitu PKN dan agama. Dua mata pelajaran itu tidak cukup untuk membekali siswa keterampilan
terutama sikap dalam berinteraksi dan hanya mencapai pada pengetahuan saja, hal
ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia tidak menperdulikan keragaman budaya.
Sementara dalam
kurikulum 2013, semua mata pelajaran harus bisa membangun sikap anak-anak,
agar ketika mereka dewasa nanti bisa saling menghargai satu sama lain dan tidak
asing dengan perbedaan terutama perbedaan yang ada di Indonesia.
Pada kurikulum 2013 ini siswa siswa bukan lagi menjadi obyek tapi
justru menjadi subyek dengan ikut mengembangkan tema yang ada. Maksudnya
sebagai subyek, siswa dituntut aktif dan terjun langsung dalam proses
pembelajaran. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya siswa diharuskan
berinteraksi, menyimak, berpendapat, bertanya, menyatakan setuju atau tidak
setuju, mencapai mufakat dengan penuh rasa hormat. Di samping terjun langsung
siswa diharapkan bisa beirnteraksi dengan siswa lainnya yang berbeda suku,
etnis, ras, agama dan budaya. Agar pada
saat mereka terjun ke masyarakat tidak rabun akan perbedaan yang ada karena
mereka telah mendapatkan pelatihan dan bimbingan sejak dini pada saat duduk di
bangku sekolah.
Berbagai elemen masyarakat telah memberikan kritikan,
komentar, dan saran berkaitan dengan beban belajar siswa, khususnya siswa
sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan secara kasatmata terwujud pada beratnya
beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar ini salah satunya
berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar. Oleh
karena itu kurikulum pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada
peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung serta
pembentukan karakter. Baca, tulis dan hitung itu tidak cukup karena jika hanya
mengandalkan kecerdasan saja tidak cukup, percuma cerdas jika tidak bisa
berinteraksi dengan orang lain dan tidak menghargai berbedaan, seperti yang
telah diketahui bahwa Indonesia merupakan negara multikultural, aih-alih
respect malah terjadi konflik karena perbedaan tersebut. Maka dari itu
pembentukan karakter disini sangat penting karena jika karakter dibentuk sebaik
mungkin sejak dini maka akan terwujudlah sifat yang mulia dan bisa menghargai
perbedaan (toleransi).
Berbagai kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan
wewenang, manipulasi, termasuk masih adanya kecurangan di dalam Ujian
Nasional/UN menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur dan
antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka
kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada
peserta didik. Tapi kurikulum masih belum bisa menjadi patokan pendidikan di
Indonesia, karena kondisi kurikulum sendiri masih berubah-ubah.
Seperti yang telah diketahui pemerintah
sering sekali meperbarui kurikulum yang ada. Kurikulum lama menjadi kurikulum
yang baru (2013) terlihat sangat jelas bahwa pemerintah terkesan asal-asalan
dalam menentukan arah pendidikan Indonesia, seolah-olah sebagai ajang percobaan
pemerintah dan belum adanya tujuan yang jelas. Banyak yang mengklaim bahwa
kurikulum yang lalu hanya menonjolkan kepintaran akademik, sementara miskin
akhlak dan tingkah laku yang tidak mencerminkan nilai-nilai toleransi antar
suku, ras, etnis, agama dan budaya. Diharapkan dengan diperbaruinya kurikulum
ini menjadi kurikulum 2013 di samping siswa pintar dalam bidang akademik, siswa
dituntut pula kaya akan sikap yang berakhlak mulia.
Banyak yang mengklaim bahwa kurikulum 2013
adlah refleksi dari sekolah Islam terpadu. Dalam acara Milad ke 10 Jaringan Sekolah Islam
Terpadu (JSIT), Sabtu (1/2), Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang
Pendidikan Musliar Kasim mengatakan kurikulum 2013 mereflesikan apa yang sudah
dilakukan JSIT sebelumnya. Melalui JSIT Musliar berharap kurikulum 2013
bisa lebih menggaung. (www.
Republika. co. id). ''Kurikulum 2013 ingin menghasilkan generasi yang produktif,
kreatif, afektif. Generasi ini harus memiliki tiga kompetensi pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Ini tidak bisa terwujud tanpa penataan kurikulum,''
tutur Musliar. Pengetahuan dalam bidang akademik maupun
non-akademik, keterampilan dalam berbahasa maupun keterampilan dalam bidang
lain seperti, keterampilan membuat essay, puisi, cerpen dll. Sementara sikap
disini sikap yang berbudi pekerti luhur. Banyak dari mereka yang tidak
menyadari bahwa sikap bisa menentukan maju atau tidaknya bangsa ini. Dari
kurikulum 2013 yang mengharuskan siswanya memiliki tiga kompetensi yaitu pengetahuan,
keterampilan dan sikap sekilas mirip dengan sistem pendidikan liberal. Seperti yang
dimuat dalam teks opini prof. A.
Chaedar Alwasilah menyebutkan bahwa
seseorang bisa menjadi orang sebelum dia bisa menjadi seorang petani yang baik,
atau seorang pedagang, atau seorang insinyur, filsuf itu menunjukkan bahwa
pendidikan liberal penting diterapkan untuk mencetak manusia sejati, karena
manusia sejati adalah manusia yang memiliki pengetahuan. Menurutnya pendidikan
liberal harus mencakup pengetahuan tentang etnis, agama, budaya, terlepas dari
profesi dan karir seseorang, baik itu seorang politisi, pengusaha, pedagang,
ataupun nelayan.
HAR Tilaar menegaskan pendidikan Indonesia belum
memiliki arah tujuan yang jelas untuk menyiapkan manusia-manusia yang cakap,
kreatif, dan bertanggung jawab. Padahal, Indonesia sudah harus menciptakan
generasi emas yang diharapkan bisa memajukan kehidupan bangsa. Menurutnya,
Neoliberalisme sudah masuk ke dunia pendidikan sehingga arah pendidikan menjadi
tidak jelas seperti sekarang. Neoliberalisme adalah bentuk dari arus
globalisasi, dan mengarah kepada praktek kapitalisme. Jika neoliberalisme sudah
masuk ke dalam pendidikan bangsa Indonesia, pendidikan
hanya bisa dirasakan oleh orang-orang borjuis (orang kaya), sedangkan
orang-orang kecil tidak bisa merasakannya, karena pendidikan yang mahal
sehingga masyarakat kecil tidak bisa merasakan. Kompas
(19/02/2014).
Pendidikan di Indonesia yaitu multikultur,
seyogiyanya bisa melepaskan perbedaan-perbedaan dalam
masyarakat, perbedaan budaya, bahasa, dan agama. Di indonesia banyak sekali bahasa daerah dan antara
daerah satu dan yang lainnya pasti mempunyai ciri khas tersendiri, dalam segi
bahasa saja indonesia mempunyai peluang terjadinya konflik. Contoh pada kata
“Sampeyan” dalam bahasa Kromo Inggil berarti “Kamu” (Jawa), tapi berbeda lagi
dengan orang Sunda kata tersebut bermakna “Kaki”. Akibat banyaknya perbedaan
bahasa di Indonesia, maka pada 1928 para pemuda-pemudi Indonesia mengucapkan
sumpah yang dikenal dengan “Sumpah Pemuda” salah satu isi dari sumpah tersebut
adalah bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan bangsa Indonesia. Dengan bahasa
persatuan tersebut masyarakat Indonesia yang multikulur bisa berinteraksi
dengan orang yang berasal dari daerah atau kultur yang berbeda tanpa adanya
misscommunication.
Di dalam lingkup sekolah terdapat
perbedaan yaitu suku, ras, etnis, agama dan budaya. Sekolah tersebut
menggunakan bahasa Indonesia agar siswanya mengerti apa yang maksudkan.
Kurikulum baru sudah diberlakukan dan menurut Wapres Boediono mengklaim pelaksanaan Kurikulum
2013 sudah berjalan baik. Hal itu dikatakan usai meninjau empat sekolah di
Jakarta yang sudah menerapkan kurikulum baru tersebut. "Secara umum saya
dapat kesan Kurikulum 2013 berjalan baik," kata beliau yang didampingi
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) di SDN 01 Gondangdia, Menteng,
Jakarta Pusat, Kamis (23/1). (www. Republika. co. id).
Berikut kurikulum yang
dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai
instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2)
manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi jelas pendidikan adalah wahana yang
utama untuk menumbuhkan karakter yang berbudi pekerti luhur dan berakhlak
mulia.
Berikut
adalah artikel
prof. Chaedar Al Wasilah yang menjelaskan tentang gaya bahasa yang digunakan oleh
penulis. Bahasa yang digunakan adalah bahasa inggris yang agak sulit dipahami, karena harus dibaca berulang-ulang kali untuk dapat
mengerti maksud dari teks tersebut. Kenapa sulit dipahami? Karena menggunakan
bahasa Inggris sedangkan bahasa Inggris bukan bahasa kedua di Indonesia
sehingga sangat sulit sekali untuk memahami teks tersebut. Ada bahasan bahwa pendidikan
sangat penting dalam mewujudkan keharmonisan hidup, dengan memberikan wacana
sosial dalam pendidikan, dan pentingnya menghormati terhadap perbedaan. Tapi dalam praktiknya sangat kurang sekali, sebagai
contoh di Cirebon ada suku Jawa dan Sunda, mereka membentuk kelompok mereka
sendiri, bahkan seringkali diantara mereka saling menjatuhkan satu sama lain.
Ini berarti pendidikan multikultural di Indonesia tidak berjalan dengan baik
dan bisa dikatakan pula kurikulum yang dianut saat ini keliru.
Pendidikan adalah tonggak utama maju
atau tidaknya kehidupan suatu bangsa. Di sekolah siswa banyak belajar tentang
toleransi dan mereka diajarkan sejak dini dikenalkan dengan perbedaan seperti
perbedaan suku, ras, etnis, agama dan budaya. Dengan sering melihat perbedaan
tersebut siswa diharapkan mampu membangun sikap toleransi atau menghormati
salah satunya siswa yang berbeda agama. Dengan demikian siswa mampu menumbuhkan
rasa kekeluargaan dan rasa saling memiliki satu sama lain, yang dikemudian hari
bisa menjadi pemersatu.
Melalui pendidikan multikultur
diharapkan bisa meredam bahkan menghilangkan konflik-konflik yang terjadi di
Indonesia belakangan ini. Melalui pendidikan multikultur sejak dini juga siswa
akan terbiasa dengan perbedaan-berbedaan yang ada sehingga mereka bisa
mengambil sikap yang mencerminkan toleransi. Bukan hanya toleransi antar sesama
suku, ras, etnis, agama dan budaya tapi toleransi yang berbeda suku, ras,
etnis, agama, dan budaya. Dan dimasa yang akan datang konflik tesebut
diharapkan tidak terjadi lagi yang disebabkan perbedaan suku, ras, etnis, agama
dan budaya. Dan pendidikan pula bisa menjadikan manusia yang berkualitas. Makna
manusia yang berkualitas menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional yaitu, manusia yang terdidik yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis dan bertanggung jawab.
Sudah jelas bahwa pendidikan nasional adalah wadah dan sektor pembangunan
nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga terbentuklah
manusia yang berkualitas yang siap dan mampu menghadapi tantangan zaman yang terus
berubah.
Dari critical review yang berjudul Pendidikan
Merupakan Upaya Pemersatu Perbedaan. Bisa ditarik kesimpulan bahwa pada
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sudah jelas pembentukan Pemerintah Negara
Indonesia yaitu antara lain untuk mecerdaskan kehidupan bangsa. Yang bermakna membangun
peradaban bangsa, sehingga bangsa Indonesia akan mampu hadir sebagai bangsa
yang memiliki kepribadian nasional yang bersumber kepada nilai-nilai yang
terkandung dalam ideologi nasional Indonesia, yaitu Pancasila. Pendidikan
sebagai salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan sebagai siswa, warga
negara dan anggota masyarakat. Pendidikan adalah kunci untuk memberikan
pemahaman terhadap multikultur bangsa. Piagam Jakarta yang berbunyi “ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, kemudian menjadi
perselisihan antara kaum pemeluk agama minoritas, sehingga konteksya diganti
dengan tujuan untuk melakukan toleransi terhadap perbedaan agama. Yang pada
akhirnya menjadi sila pertama pada Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
itulah cara yang dilakukan untuk mempersatukan empat agama yang ada di
Indonesia. Seperti Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang. Faktor yang menentukan
bermutu atau tidaknya kualitas pendidikan suatu bangsa menurut Edy Suhartoyo 2005:
2, yaitu, siswa, pengelola sekolah (kepala sekolah, karyawan, Dewan/komite
sekolah), lingkungan (orang tua, msyarakat, sekolah), kualitas pembelajaran,
kurikulum dan sebagainya. Pada kurikulum 2013 ini siswa siswa bukan lagi menjadi obyek tapi
justru menjadi subyek dengan ikut mengembangkan tema yang ada.
Pendidikan
di Indonesia adalah pendidikan kurikulum yang belum tetap sehingga tidak bisa
dijadikan landasan yang mutlak, dan dalam prakteknya pendidikan terlihat
sebagai percobaan dalam menentukan kurikulum pendidikan. Walaupun pendidikan
harus berjalan secara dinamis sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi
pendidikan di Indonesia harus mempunyai arah dan tujuan yang jelas, agar
kedepannya pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik lagi. Pendidikan
sangat berperan penting dalam mempersatukan perbedaan yang ada. Saya setuju
dengan teks opini yang ditulis oleh prof. Chaedar Al wasilah yang berjudul
“Classroom Discourse to Foster Religious Harmony”. Karena pendidikan toleransi
harus ada di sekolah sejak dini mungkin, seolah beliau setuju dengan kurikulum
2013 yang lebih menekankan siswa untuk baca, tulis, dan hitung serta pembentukan karakter.
Pembentukan karakter ini adalah upaya pendidikan untuk mempersatukan perbedaan
yang ada agar dapat dimimalisir faktor-faktor terjadinya konflik, seperti
semboyan Bhinneka Tunggal Ika, Sumpah Pemuda (1928) dan Pancasila.
References
-
Alwasilah, A. Chaedar. 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung: PT
Kiblat Buku Utama.
-
Dokument
Kurikulum 2013 diambil pada tanggal 24 Februari 2014 dari http://kangmartho.com
-
Evaluasi
program pembelajaran instructional program evaluation Dr. S. Eko Putro
Widoyoko, M. Pd. Diambil pada tanggal 25 Februari 2014.
-
Kurikulum 2013
Dinilai Refleksi dari Sekolah Islam Terpadu. Diambil pada tanggal 26
Februari 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/14/02/01/n0b2sc-kurikulum-2013-dinilai-refleksi-dari-sekolah-islam-terpadu
-
Boediono Klaim
Pelaksanaan Kurikulum 2013 Berjalan Baik. Diambil pada tanggal 26 Februari 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/23/mzudou-boediono-klaim-pelaksanaan-kurikulum-2013-berjalan-baik
-
Makna
Alinea ke 1, 2, 3, dan 4 Pembukaan UUD 1945. Diambil pada tanggal 27 Feruari
2014 dari http://ndrapoername.blogspot.com/2010/03/makna-alinea-ke123-dan-4-pembukaan-uud.html
Koran Kompas
(19/02/2014).


Subscribe to:
Post Comments (Atom)