Monday, February 17, 2014
Created By:
Hilman Hidayatullah
Selasa, 11-02-2014
Class Review
Menulis adalah Bahasa Kita yang Sulit
Alhamdulillah, lembaran barupun terbuka di halaman semester baru di semester ini,
pada ksempatanhari ini masuk mata kuliah writing yang kebetulan diampu oleh Mr
Lala bumela yang selama 2 semester kebelakang telah membimbing saya dan
teman-teman melewati mata kuliah writing 2 dan phonology. Apabila dilihat
kebelakang 2 semester kemarin Mr Lala memberi kami pengalaman yang sangat
berharga diantaranya tentang bagaimana menulis yang baik, pemahaman yang baik
dan kedisiplinan, karena itu Mr Lala mampu membimbing bagaimana jalannya kelas
sesuai dengan standart mutu yang telah di tetapkan oleh kebijakan kampus bahkan
bisa lebih.
Apabila melihat kebelakang apa yang telah saya dapatkan
pada semester sebelumnya, khususnya saya mendapat nilai b-, tetntunya nilai ini
merupakan acuan bagi saya untuk mendapatkan nilai yang lebih di semester
berikutnya, InsyaAllah, tapi bila dilihat dari keseluruhan nilai kelas, nilai
kami berada di puncak tertinggi,
1.
Class
PBI-D = 86.96
2.
Class
PBI-C = 84,59
3.
Class
PBI-B =82,87
4.
Class
PBI-A = 69,05
Nilai diatas merupakan suatu kebangaan bagi kami tapi
sekaligus menjadi beban untuk kedepannya, karena kata beliau mempertahankan itu
lebih sulit dari pada mendapatkan, mungkin karena kitanya cepat merasa puas dan
arrogant berleha-leha sedangkan kelas-kelas di belakang tengah mengejar kita.
Dengan banyaknya tantangan tersebut dan perjuangan yang masih panjang semoga
kami bisa melewatinya, apa yang telah Mr Lala katakana kenapa PBI-D menjadi
kelas teratas pada perolehan nilai phonology selain kekompakan PBI-D memiliki
tim reserve yang sama bagusnya dari tim inti, layaknya mancit, kedalaman
squadnya cukup merata, mengakibatkan tim akan tetap stabil, konsisten dan tetap
melaju dengan mulus.
Pada pertemuan ini Mr Lala Bumela memaparkan syllabus
pengajaran writing selama semester 4 ini, untuk yang pertama ialah tentang
kesibukan beliau di luar kampus atau mengajar di kelas, berikut adlah list nya
tempat dan waktunya:
1.
Menyelesaikan
pembuatan buku tentang EFL
2.
Presenter
pada tanggal 29 maret 2014 di UIN Malang
3.
Adjudicator
maret 2014 di IAIN SNJ
4.
Adjudicator
11-15 maret 2014 di Sarawak, Malaysia
5.
Presenter
pada Mei 2014 di universitas muhammdiyah Purwokerto
6.
Presenter
3-5 juni 2014 di ITB
Kemudian tentang tujuan mempelajari writing 4 ialah:
-
Mahasiswa
mampu memahami dasar penulisan secara akademik
-
Memoertajam
mahasiswa untuk memahami 3 dasar menulis:
1. Sebelum menulis
2. Ketika menulis
3. Memasang penulisan
-
Mahasiswa
mampu melengkapi/membuat latihan dasar dalam mengkritik dan argument essay
-
Mampu
melengkapi prinsip dasar menaksir suatu karya dan gambarannya
Kemudian kita akan tetap akan meneruskan tugas kita
yaitu mengulas masing-masing apa yang telah kita pelajari pelajaran writing
minggu lalu, sebagaimana apa tugas mingguan apa yang telah kita lakukan di
phonology dan writing hanya berbeda dituliskan dengan 10 halaman. Kemudian
dalam syllabus beliau menyebutkan tentang kemampuan dasar menulis dan proses
menulis yang berulang-ulang, standartnya adalah membuat critical dan argument
essay, dan membuat blog kelas yang akan digunkan untuk menyimpan apa yang telah
kita tuliskan di class review dan chapter review. Untuk 3 bulan pertama kita
berfokus pada bagaimana kita membuat critical review dari beberapa artikel dan
sapabila setelah UTS akan beralih focus pada argumentative essay, kemudian di
outputnya semoga ada kemajuan di skill menulis Aminn . . .
Beberapa ulasan tentang pelajaran writing 4 menurut
hyland 2003 adalah:
Belajar bagaimana menulis dalam bahasa kedua adalah
salah satu aspek yang paling menantang dari pembelajan bahasa kedua, bahkan
bagi mereka yang berbahasa inggris sebagai bahsa pertama, kemampuan untuk
menulis secara efektif adalah sesuatu yang membutuhkan kekhususan yang
sulit(hyland 2003).
3 dasar menulis harus di ingat walaupun sangat sederhana
adalah:
1.
Texts
2.
Context
3.
Reader
3 dasar ini sangat berkaitan antara satu dengan lainnya
sebagai acuan bagi kita bagaimana dengan menulis yang baik dengan skill yang
baik pula.
Kesimpulannya
Tantangan semakin jelas dan terjal, apabila kita hanya
bisa berdiam saja maka kita yang akan
tergerus oleh waktu, tetap semangat dengan harapan yang berkobar, apabila kita
menenmukan banyak kesengsaraanmaka akan semakin banyak hal positif yang akan
kita temui,sengsara dalam menulis walaupun itu sulit akan memberikan kita
berjuta makna kebaikan yang kita dapat, tetntunya dengan tidak dengan menulis
sembarangan tetapi kita menulis dengan aspek pendekatan akademis yang harus
menguatkan menulis pada text, context dan reader.
Selasa, 11-02-2014
Appetizer Essay
Salah Siapa? Ini Dosa Siapa?
-
(Bukan)
Bangsa penulis
Pada dasarnya apa yang telah Dr
Chaedar paparkan dalam teks diatas banyak sekali ditemukan hal yang
mencengangkan dalam lembaga-lembaga pendidikan dan para pelakunya dalam lembaga
ini, tulisan ini banyak sekali menyentil para dosen dosen, sarjana, sekaligus
membuat kelabakan kebakaran jenggot bagi APTISI(asosiasi perguruan tinggi swasta)
dan terang terangan memboikot surat dari dirjen pendidikan tentang kewajiban
pembuatan jurnal dengan alasan yang belum diungkapkan.
Menurut dirjen pebdidikan bahwa dia
jengkel tentang mayoritas sarjana lulusan PT tidak bisa menulis dengan baik,
bahkan dosennya sekalipun. Ini sangat berbeda dengan Negara tetangga Malaysia
hamper sepertujuhnya, karena itu peraturan ini dibuat. Dengan sebab adalah
menulis artikel jurnal adalah membuatnya dengan litersy tinggi, yakni
memproduksi ilmu pengetahuan untuk memperkaya khazanah pengetahuan yang ada di
Indonesia.
Beliau Dr Chaidar memaparkan fakta-fakta
dilapngan seperti 800 ribu mahasiswa menjadi sarjana/lulus sementara jurnal
hanya memuat 7-10 artikel saja. Lalu untuk siapa target pembacanya??
Di indonesis di seluruh perguruan
tinggi mewajibkan untuk menuliskan skripsi, thesis atau disertasi ajang itulah
yang jitu untuk mengasah keterampilan menulis, berbeda dengan US memaksa
mahsiswa banyak menulis essay seperti observasi ringkasan bab, review buku dan
lainnya. Jalan keluarnya adalah dalam rendah litersay kini untuk memproduksi
mahasiswa dan dosen yang produktif menulis, juga perlu pembenahan pembelajaran
baca tulis yang benar di tingkat SMA, karena dampaknya aturan ini apabila
pemaksaan dengan dasar membaca dan menulis yang rendah akan meyebabkan
penumpukan mahasiswa di akhir program, intinya ialah yang tidak menulis
sebaiknya jangan bermimpi menjadi dosen.
-
Penulis
kuat dibandingkan pembaca yang tak berdaya
Sungguh ironi ketika dibuatkan angket
tentang pelajar atau mahasiswa ketika membaca tulisan-tulisan yang cukup tinggi
meraka tidak memahaminya, 95% dari mereka alsannya adalah mereka tidak memiliki
latar belakang membaca yang tepat, karena keahlian penulis yang tinggi terlalu
rumit dalam retorikanya, menyatakn hipotesisnya ini adalah bahwa pendidikan
bahsa kita telah gagal untuk mengembangkan pembaca yang kritis, sedangkan
pembaca kritis ialah diamengembangkan kesadaran tentang bentuk isi dan konteks,
mengacu pada symbol-simbol linguistic, mengacu pada makna atau substansi yang
dibahas dan konteks pada lingkungan social serta psikologi ketika tulisan ini
dibuat. Tapi keadaan dilapangan khususnya mahsiswa pasca sarjana hanya sukarela
membaca apa yang mereka anggap menarik atau relevan dengan latar belakang
meraka, jelas ini menunjukan kepercayaan diri pada mereka.
Pada sampel diatas pada umumnya menjawab
mereka mengevaluasi diri mereka seolah-olah mereka tidak memiliki pengetahuan
termasuk kapasitas untuk berinteraksi dengan penulis, kejadian dari sampel
diatas adalah cerminan bagaimana pendidikan bahasa di negeri ini, berikut
penjelasnnya:
1.
Tingkat membaaca
yang baik menentukan kekuatan penulisan, terakumulasi melalui membaca sementara
menulis adalah menempatkan pengetahuan kedalam kertas.
2.
Orientasikan
pada menulis dan menulis dalam sistem pendidikan kita, harusnya diajarkan
mengembangkan kesadaran kritis yaitu sensitivitas kekuasaan ideology yang
mendasar penggunaan bahasa, intinya pembaca kritis percaya bahwa kedua penulis
dan pembaca sama-sama bertanggung jawab untuk pembuatan makna.
Kemudian kacaunya adalah sudah banyak
dosen-dosen phd yang lulus dari luar negeri ddan sekembalinya membawa buku-buku
dan langsung diajarkan kepada mahasiswa, ini merupakan pelecehan intelektual
mungkin adanya arogansi atau egoism, walaupun kebanyakan tidak menyadarinya
atas prilakunya tersebut. Para mahsiswa engggan menjadi pembaca yang kritis
karena buku-bukunya yang cukup rumit, bahaya lainnya menggunakan teks import
secara tidak langsung meracuni mahasiswa bahwa bahasa Indonesia tidak cukup
canggih untuk bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tidak langsung menunjukan perlawanan diam terhadap sumpah
pemuda point ke 3.
-
Lanjutan
tentang pembaca dan penulis
Kajian yang menarik berikutnya adalah
tentang seberapa kritiskah pembaca Indonesia? Karena kebanyakan dari mahasiswa
jangankan untuk kritis, untuk memahami saja banyak mengalami kesulitan dalam
membaca teks akademik baik itu asli dari Indonesia maupun dari luar negeri yang
sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, yang lebih mencengangkan lagi hasul
dari konsferensi UPI menunjukan siswa tidak mampu mengidentifikasikan tema
utama potongan prosa dalam bahasa
Indonesia dalam pemeriksaan pilihan ganda, karena banyak anak-anak sekolah di
Indonesia tidak ada penekanan dalam menulis, banyak pembelajaran yang hanya
mengikuti procedural kurikulum, yang didalamnya hanya penekanan pada basa/basi
lingustik formal, penguasaan kosa kaa teknis, tetapi tidak kemprehensi dalam
memebca atau menulis. Sedangkan menurut Dr chaedar prasyarat untuk belajar baik
bahasa asing pertama yang memiliki perintah yang sangat baik dari bahas kita sendiri.
Hubungan ketiga teks diatas
Teks yang pertama ialah bagaimana
kegalauan para pemimpin bangsa ini dalam bidang pendidikan ketika di temukan
fakta melalui angket tentang ketidakbecusan mahasiswa atau dosen membuat karya
tulis yang baik seperti jurnal, maka dirjen pendidikan membuat aturan
mewajibkan sebelum lulusan PT diwajibkan membuat jurnal, tapi kebijakan ii
ditolak mentah-mentah oleh APTISI karena kesadaran ketidakmampuan para mahasiwa
untuk membuatnya, kemudian pada kasus yang kedua adalah mahasiswa mendapatkan
pembelajaran dari buku-buku luar negeri mereka tak paham ataau tidak mengerti
mungkin rekam jejaknya ketika semester sebelumya atau ketika SMA tidak
menemukan/dorongan tugas untuk membaca dan menulis dengan baik, ini berbeda
dengan di Amerika. Kemudian hubungan dengan teks yang ketiga dari teks kesatu
ke kteksdua adalah berfikir kritisnya.
Kesimpulannya
Ketika sistemnya yang salah tidak
adanya dorongan ke kawasan menuis dan membaca yang lebih teratur atau masuk
dalam kurikulum ditambah dengan mahasiswanya yang malas tidak sadar hnya
mengikuti apa yang telah diperintahkan tidak mencari lagi maka semakin
bobroklah dalam segi litersynya bangsa ini. Kemudian ditambah dengan
dosen-dosen yang keluaran dari luar negeri secara tidak langsung apatis dan
egois menggunakan buku-buku dari luar negeri seolah olah pelecehan intelektual,
karena kasus diatas tentang sistem yang bobrok dan mahsiswanya malas bagaimana
bisa kritis terhadap buku-buku import untuk memahaminya juga tidak, jadi ke
background awal wajar saja APTISI berontak dan memboikot melihat dari real di
lapangan terlihat jelas mutu yang rendah di setiap sisi pendidikan ini.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)