Saturday, February 22, 2014
Created By:
Devi Risnawati
2. Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan.
3. Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
4. Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
5. Literasi adalah kegiatan refleksi.
6. Literasi adalah hasil kolaborasi.
7. Literasi adalah melakukan kegiatan interpretasi.
On
February, 14th 2014
DEVI RISNAWATI
CHAPTER
REVIEW (Rekayasa Literasi)
INDONESIA,
BERLITERASIKAH?
“In
the 21st century world class standards will demand that everyone is
highly literate, highly numerate, well informed, capable of learning
constantly, and confident and able to play their part as a citizen of
democratic society”
(Michael Barber)
Era globalisasi sering dikaitkan
dengan tingginya sebuah peradaban suatu
negeri, yang dibarengi oleh tingginya literasi. Semakin tinggi literasinya, maka semakin tinggilah peradabannya. Semakin banyak
literat, majulah negara tersebut. Pada chapter review I ini akan membahas lebih
dalam lagi tentang makna literasi, bersumber dari buku karya A. Chaedar Alwashilah “Pokoknya Rekayasa Literasi”.
Literasi yang berkembang saat ini
tidak lepas dari peran para linguis yang telah melakukan penggunaan metode dan
pendekatan bahasa asing ke dalam 5 periode/kelompok besar. Kelompok-kelompok inilah yang merubah
paradigma pengajaran bahasa dari masa ke masa.
DEFINISI
LITERASI
Literasi adalah kemampuan untuk
membaca dan menulis (7th
edition oxford advanced learned dictionary 2005:898). Definisi lain dari literasi adalah
kemampuan membaca dan menulis serta kemampuan untuk berkomunikasi baik lewat
tulisan ataupun lisan. Berikut beberapa
pengertian literasi dilihat dari kacamata para ahli.
i.
... an
individual’s ability to read, write and speak in english and compute and solve
problems at levels of proficiency necessary to function on the job and in
society, to archieve one’s goals, and to develop one’s knowledge and
potentials. (The National Literacy Act di
Amerika Serikat, 1991)
ii.
... the extent
to which peopleand communities can take part, fluently, effectifelly and
critically, in the various text and discourse based-events that characterize
contemporary semiotic societies and economies... to be literate is to be an everyday
participant in “literate” societies,
themselves composed of a vast range of sites, locations and events that entail print,
visual, digital and analogue media. (Bull
& Anstey 2003:53)
Sedang
di sekolah-sekolah di Indonesia, kata literasi lebih dikenal dengan istilah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa (Setiadi:
2010). Masyarakat dahulu menganggap
bahwa kemampuan baca-tulis ‘saja’ sudah cukup untuk membekali diri dalam
menghadapi arus hidup. Padahal, jika hanya
mngandalkan baca-tulis saja tidaklah cukup.
Ini dikarenakan pada zaman dahulu kemajuan ranah politik, teknologi,
science dan sebagainya belum segencar zaman sekarang. Jadi, baca-tulis ‘saja’pun bisa menjadi
pondasi. Hidup di zaman edan sekarang,
literasi yang tinggi, ilmu yang luas sangatlah penting.
Literasi
adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik.
Literasi kritis sangatlah penting.
Menurut Johnson and Fredman
(2005), Literasi kritis adalah perpaduan antara berfikir kritis dengan
perhatian pada keadilan sosial, politik, bahasa dan kekuasaan dalam teks.
Sedangkan menurut paradigma Fairclough
(1995), literasi dipandang sebagai bentuk praktik sosial yang menyusun
dunia sosial dan disusun oleh praktik-praktik sosial lain. Karena adanya paradigma-paradigma baru
tentang literasi tersebutlah maka muncul istilah literasi komputer, literasi
matematika, literasi IPA dan sebagainya.
Freebody and Luke menawarkan
model literasi kedalam 4 aspek, yaitu:
1. Memahami kode
dalam teks
2. Terlibat dalam
memaknai teks
3. Menggunakan teks
secara fungsional
4. Melakukan
analisis dan mentransformasikan teks
secara kritis.
Empat
Aspek tersebut adalah hakikat
berliterasi secara kritis.
Seperti
telah disebutkan diatas, bahwa literasi tumpang tindih dengan dunia sosial,
maka literasi akan tetap berhubungan dengan dunia bahasa. Untuk mendalami bahasa, maka kita waajib
mengetahui 7 dimensi kajian lintas bahasa,
yaitu:
1. Dimensi Geografis (lokal, nasional, regional dan internasional)
1. Dimensi Geografis (lokal, nasional, regional dan internasional)
Dapat
diukur pada tingkat pendidikan dan jejaring sosial dan vokasionalnya.
2. Dimensi Bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, dsb.)
2. Dimensi Bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, dsb.)
Literasi
bangsa tampak padda dimensi ini. Semakin
tinggi kualitas bidang (baca: pendidikan), maka semakin tinggilah literaasinya.
3. Dimensi Keterampilan (membaca, menulis, berhitung, berbicara)
3. Dimensi Keterampilan (membaca, menulis, berhitung, berbicara)
Literasi
seseorang nampak dari keterampilan yang ia kuasai.
4. Dimensi Fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan)
4. Dimensi Fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan)
Orang
yang literat maka akan mampu mengaplikasikan dimensi fungsi ini. Misalnya: orang yang berliterat akan mampu
memecahkan persoalan.
5. Dimensi Media (teks, visual, digital, cetak)
5. Dimensi Media (teks, visual, digital, cetak)
Dimensi
media adalah penunjang penting untuk mencapai literasi.
6. Dimensi Jumlah (satu, dua, beberapa, dsb.)
6. Dimensi Jumlah (satu, dua, beberapa, dsb.)
Literasi
bersifat relatif. Kita mungkin menguasai
beberapa bahasa, misalnya bahasa kesatuan dan bahasa ibu.
7. Dimensi Bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional)
7. Dimensi Bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional)
Zaman
akan terus berkembang seiring kemajuan ilmu pengetahuannya. Literasipun tidak serta-merta diam ditempat
atau dengan kata lain hanya baca-tulis saja.
Perlu adanya perubahan paradigma literasi. Ada 11 gagasan kunci
literasi, yaitu:
1. Ketertiban lembaga-lembaga sosial
2. Tingkat kefasihan relatif.
3. Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
4. Standar dunia.
5. Warga masyarakat demokratis
6. Keragaman lokal
7. Hubungan global
8. Kewarganegaraan yang efektif
9. Bahasa inggris ragam dunia
10. Kemampuan berfikir kritis
11. Masyarakat semiotik
1. Ketertiban lembaga-lembaga sosial
2. Tingkat kefasihan relatif.
3. Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
4. Standar dunia.
5. Warga masyarakat demokratis
6. Keragaman lokal
7. Hubungan global
8. Kewarganegaraan yang efektif
9. Bahasa inggris ragam dunia
10. Kemampuan berfikir kritis
11. Masyarakat semiotik
Kesemuanya
inilah yang akan merubah paradigma literasi.
Akankah dijalankan dengan baik atau tidak, tergantung dari masyarakatnya
sendiri. Kunci pertama mencapai literasi
yaitu berasal dari lembaga-lembaga sosialnya.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari sebuah
lingkungan sekitar yang mana difasilitasi oleh lembaga-lembaga sosial. Lembaga tersebut otomatis akan menjalankan
perannya dengan menggunakan bahasa sebagai alatnya. Nah, dalam berbahasapun perlu adanya tingkat
kefasihan yang bagus,efektif dan kritis agar tujuan berliterasi tercapai.
Dalam
sebuah lembaga pendidikan bahasa, yang berbasis pada literasi harusnya
dilaksanakan dengan mengikuti 7 prinsip literasi.
7 prinsip literasi
1. Literasi adalah kecakapan hidup (life skills) yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
1. Literasi adalah kecakapan hidup (life skills) yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
Maksud
dari kecakapan hidup disini adalah kemampuan manusia untuk dapat memfungsikan
bahasa dalam kehidupan nyata.
2. Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan.
Pendidikan
bahasa sejak dini dapat membiasakan siswa untuk bebas berekspresi, baik tulis
atau lisan. Sedang untuk (maha)siswa
akan mampu memproduksi karya-karya ilmiah, fiksi dan sebagainya (mahasiswa
malakukan kontruksi-rekontruksi).
3. Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
Bahasa
sebagai alat berfikir haruslah disertai dengan nalar. Melalui bahasa siswa mampu berfikir kritis.
4. Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
Berbaca-tulis
akan selalu ada dalam sistem budaya (kepercayaan, sikap, cara dan tujuan). Harusnya pendidikan bahasa digunakan dalam
pendidikan budaya agar tidak abai terhadap budaya sendiri (dekontekstualisasi
bahasa).
5. Literasi adalah kegiatan refleksi.
Kenapa
dikatakan sebagai refleksi diri? Ini disebabkan oleh bahasa yang sangat erat
kaitannya dengan pengalaman subjektif dan dunianya.
6. Literasi adalah hasil kolaborasi.
Dalam
sebuah komunikasi selalu melibatkan kolaborasi.
Seperti dalam sebuah buku, adanya kolaborasi antara penulis dan pembaca.
7. Literasi adalah melakukan kegiatan interpretasi.
Pendidikan
bahasa akan melatih siswa dalam menginterpretasikan (mencari, menebak dan
mencari makna) sebuah wacana baik itu visual, tekstual maupun digital. Ingin memiliki literasi yang baik, maka harus
baik pulalah dalam menginterpretasinya.
Rapor merah literasi Indonesia
Indonesia
merupakan negara kepulauan dengan berbagai kultur-budaya yang beragam, indah
dan mengesankan. Namun, ini tidak
berbanding lurus dengan kekayaan literasi yang dimiliki warganya. Sebuah penelitian dunia PIRLS (Progress in International Reading
Literacy Study), PISA (Program for International Student Assesment) dan TIMSS
(the Third International Mathematics and Science Study) yang mengukur literasi membaca, matematika dan
science, terdapat rapor merah literasi
anak negeri. Di ajang PIRLS 2006,
Indonesia mendapatkan hasil yang jauh dari kata literasi. Seperti pada skor prestasi membaca,
Indonesia berdiam di bawah angka rata-rata negara lainnya. Indonesia masih di bawah 450, sedangkan
rata-rata negara lain di atas 490.
Pendapatan kapita dan indeks pembangunan manusia (HDI) masih rendah
ditambah hanya 44 % orang tua yang terlibat dalam early home literacy activities yaitu; membaca, bercerita, menyanyi,
bermain huruf, bermain kata dan membaca nyaring. Angka ini jauh tertinggal dengan negara lain,
misal Scotland 85 %.
Dari beberapa
hasil rapor di atas, maka dapat ditarik kesimpulan dan ini bisa dijadikan
pelajaran untuk kedepannya, untuk Indonesia lebih berliterasi, yaitu:
Ø Tingkat literasi pelajar Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan negara maju lainnya. Rendahnya minat baca-tulis menjadi penyebab Indonesia semakin jauh tertinggal di kancah Internasional. Contoh real dari ketertinggalan bangsa Indonesia bisa dilihat dari pendapatan perkapitanya yang masih rendah, cara didikan orang tua yang tidak maksimal, fasilitas penunjang belajar yang tidak terpenuhi, HDI (Human Development Index) dan sebagainya. Wagner (1999) dan Barton (2001) menyatakan “Pendidikan literasi adalah investasi jangka panjang yang berfungsi transformatif, untuk meningkatkan HDI dan menjamin kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik”.
Ø Tingkat literasi pelajar Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan negara maju lainnya. Rendahnya minat baca-tulis menjadi penyebab Indonesia semakin jauh tertinggal di kancah Internasional. Contoh real dari ketertinggalan bangsa Indonesia bisa dilihat dari pendapatan perkapitanya yang masih rendah, cara didikan orang tua yang tidak maksimal, fasilitas penunjang belajar yang tidak terpenuhi, HDI (Human Development Index) dan sebagainya. Wagner (1999) dan Barton (2001) menyatakan “Pendidikan literasi adalah investasi jangka panjang yang berfungsi transformatif, untuk meningkatkan HDI dan menjamin kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik”.
Ø Rendahnya
literasi juga bisa dilihat dari skor membaca dan menulisnya. Skor membaca Indonesia masih rendah, begitupun
dengan menulisnya. Bisa dilihat dari
produksi buku yang terbit. Indonesia
hanya 6000 buku/tahun. Padahal banyak
dosen/lulusan PT yang seharusnya mampu menghasilkan sebuah buku, minimal satu
buku ia ciptakan dalam rentang waktu 3 tahun.
*Guru sebagai
ujung tombak pendidikan literasi haruslah menguasai langkah-langkah
keprofesionalannya, ada 6 langkah profesional guru yaitu:
1. Komitmen
profesional
2. Komitmen
etis
3. Strategi
analitis dan reflektif
4. Evikasi
diri
5. Pengetahuan
bidang studi
6. Keterampilan
literasi dan numerasi
*(Cole & Chan, 1994 dikutip oleh Setiadi)
Jika
guru memiliki kesemuanya, maka literasi pun lambat laun akan terbentuk. Guru profesional = siswa profesional.
IMPLEMENTASI
Orang Literat = Orang yang Terdidik dan Berbudaya
Orang literat
sering disebut juga sebagai orang yang terdidik dan berbudaya karena mereka
telah mendapat ilmunya, mereka banyak menguasai berbagai ranah yang orang awam
tidak mampu menjangkaunya.
Rekayasa
literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk
menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara
optimal.
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa rekayasa literasi memilki
tujuan untuk menciptakan manusia terdidik dan berbudaya. Penguasaan bahasa secara optimal adalah cara
untuk mendapatkannya dengan bahasa sebagai kendaraan awal.
Dalam usaha perbaikan rekayasa
literasi tersebut, menurut Kucer (2006)
haruslah menyangkut 4 dimensi, yaitu:
1.
Dimensi Linguistik
2. Dimensi
Kognitif
3. Dimensi
Perkembangan
4. Dimensi
Sosiokultural
Keempat dimensi ini meliputi keterampilan membaca
dan menulis. Pengajaran membaca dan
menulis ini haruslah dihadirkan kedalam 4 dimensi tersebut. Apabila 4 dimensi teraplikasikan dengan
benar, maka akan dihasilkan seorang literat yang menggunakan bahasa secara
aktif dan efisien.
Dengan demikian, rekayasa literasi berarti merekayasa
pengajaran membaca dan menulis dalam 4 dimensi di atas yaitu linguistik,
kognitif, perkembangan dan sosiokultural.
Literasi diajarkan bergantung pada
paradigma ihwal literasi itu. Ada 4
fokus dalam pembelajaran bahasa yaitu menyimak, membaca, berbicara dan
menulis. Untuk lebih jelasnya tentang
rekayasa literasi, maka haruslah mengetahui dan memahami berbagai paradigma
literasi tersebut. Secara garis besar
ada tiga paradigma pembelajaran literasi yaitu:
v Paradigma 1 : Decoding, menyatakan bahwa
grafofonem adalah pintu masuk literasi dan belajar bahasa dimulai dengan
menguasai bagian-bagian bahasa.
FORMULA :
Belajar ihwal liiterasi → belajar literasi → belajar melalui literasi
v Paradigma 2 : Keterampilan , siswa akan membangun
literasi dengan diajari terlebih dahulu tentang literasinya (mamaknai
bentuk-bentuk bahasa).
FORMULA :
Belajar ihwal liiterasi → belajar literasi → belajar melalui literasi
v Paradigma 3 : Bahasa secara utuh, dari
nama paradigmanya menyatakan menolak pembelajaran yang meletakkan fokus pada
bagian atau serpihan bahasa. Pengajaran
harus berfokus kepada makna, dangan cara melakukan kegiatan mengajar makna
secara utuh.
FORMULA :
Perkembangan Literasi → belajar literasi → belajar ihwal literasi
#paradigma disini adalah cara pandang dan pemaknaan
terhadap objek pandang (pengajaran literasi)
Bila
rapor anak bangsa ini merah, maka bisa disebkan oleh banya faktor. Mungkin bisa dilihat dari dimensi sosial
politik dan lainnya. Untuk menangani
faktor ini perlu adanya perubahan paradigma.
Perubahan paradigma adalah hijrah
intelektual, hijrah bernalar karena tantangan zaman.
Kesimpulannya adalah bahwa literasi
memiliki peran yang sangat penting terhadap masyarakat dan lingkungan. Jika literasinmesyarakat rendah maka dapat
dipastikan pula negara tersebut tertinggal dengan negara lainnya. Literasi di zaman modern ini tidaklah
bermakna sempit, yaitu hanya baca tulis
saja, tapimakna disini memiliki artian yang lebih luas. Untuk mencapainya maka dibutuhkan
kuncinya. Ada 11 kunci gagasan literasi
(dipaparkan di muka) yang bisa dikaji, jika kunci ini didapatkan maka dapatlah kita disebut sebagai seorang
literat, warga literat dan negara literat.
Indonesia harusnya mampu memiliki kunci ini agar tidak ada lagi nilai
merah dalam rapor.
Class
review 2
DUNIA
LITERASI = DUNIA PELAJAR
Ini sebuah tantangan, bukan untuk
dihindari tapi untuk dihadapi. Literasi
hal wajib untuk dipelajari dan didapati.
Pada class review ke-2 ini, saya
masih akan tetap membahas tentang literasi yaang berhubungan dengan academic
writing. Sebelum membahas ke materi,
saya ingin menulis tentang perspektif Mr.
Lala Bumela terhadap para mahasiswanya, yaitu as A WRITER MULTILINGUAL,
yang diharapkan mampu menulis secara efektif terhadap L1 dan L2. Mahasiswa yang akan bermetamorfosis dari
mahassiswa bahasa menuju ke mahasiswa penulis.
Mahasiswa yang akan mampu membuat keputusannya sendiri dan tentunya
mampu mengubah dunia. Apakah terlalu banyak? Iya, ini terlalu
banyak. Tapi sangat bermanfaat J
Lalu,
apa itu writing?
Disini saya akan menjelaskan
pengertian writing dari Hyland, yaitu:
v Menulis
adalah cara menyampaikan, menguacapkan dan berbagi pengalaman penulis kepada
pembaca dengan menggunakan bahasa tulis (Hyland; 2003:9)
v Writing
is a practing based on expectation; the chance of interpreting the writer’s
purpose are increased if the writer takes the trouble to anticipate what the
reader bright be expecting based on previous texts he or she has read of the
same kind. (Hyland ; 2004:4)
Dari
pernyataan Hyland menyatakan bahwa menulis adalah sebuah praktek yang
didasarkan pada sebuah expectation/harapan: kesempatan pembaca untuk
menginterpretasikan tujuan penulis adalah akan meningkat jika penulis mengambil
resiko dan mampu mengatisipasi apa yang diharapkan dari pembaca berdasarkan teks yang telah pembaca baca.
WRITER & READER = DANCER
|
Hoey
(2001), yang dikutip oleh Hyland (2004) mengibaratkan pembaca dan penulis
adalah seorang penari yang saling
berkolaborasi mengikuti langkah-langkahnya, merasakan adanya keterkaitan dengan
teks serta mengantisipasi hal lain yang mungkin akan terjadi dengan koneksi ke
teks berikutnya.
Jadi, antara peenulis dan pembaca
akan mengikuti arus dari bacaan tersebut, dengan tetap akan mengantisipasi akan
kembalinya bacaan yang sudah terbaca.
Penulis akan berusaha menyajikan tulisan yang baik dan pembaca berusaha
masuk kedalam imajinasi pembaca.
Dalam sebuah pernyataaa Breathes “the death of the author,
simulataneously signifying the birth of the reader”. Kematian penulis yang sekaligus menandakan
kelahiran pembaca.
Ini
artinya, saat karya seorang telah dituangkan dan diterbitkan dalam sebuah
tulisan (baca: buku), maka buku itu memiliki kehidupannya yang baru di tangan
pembaca. Buku itu tidak lagi terbelenggu
oleh sang penciptanya. Karena, pada saat
membaca, pembaca dapat berselancar kemana saja, menjelajah imaginasi menembus
isi dari tulisan yang dibaca. Ketika
seorang pengarang menulis karyanya, maka terpisahlah ia dengan teksnya. Teks/tulisan tersebut sekarang bukan lagi
berada dibawah naungan imajinasinya.
Sedangkan maksud dari lahirnya pembaca adalah munculnya orang baru yang
akan menafsirkan teks tersebut, karena teks bersifaak tidak terikat. Meka besar kemungkinan akan lahirnya para
pembaca-pembaca baru yang memiliki dimensi berfikir dalam menerjemahkan bacaan
secara berbeda atau multitafsir. Itulah
kenapa dikatakan kematiaan penulis, kelahiran pembaca.
Penjelasan selanjutnya yaitu tentang
teaching orientation. Yang mana dibagi
kedalam 3 kelompok, yaitu:
1. Academic
writing
2. Critical
thinking
-
Critical reader
-
Critical writing
3. Writing
Penjelasan
1. Academic Writing
Based
on academic:
a.
Impersonal
b.
Perference based
c.
Formal
d.
Rigid
Kenapa
dalam writing ada research? Research sangat dibutuhkanuntuk mendapatkan hassil
yang lebih valid sesuai dengan kebenaran.
Lalu kenapa untuk mencapai kevalidan itu harus ada comparing? Dengan
mengcompare dari beberapa sumber maka akan dihasilkan sebuah sumber yang lebih
meyakinkan. Posisi seorang penulis pada
tulisannya terletak pada argument dan pieces-nya.
2. Critical
thinking
Writing
dibutuhkan adanya sebuah critical pemikiran yang nantinya akan menunjang
tulisan.
3. Writing
Ada
3 cara yang harus dibangun, yaitu:
1.
A way of knowing
something*
2.
A way of
representating something*
3.
A way of
reproducting something*
*something lebih merujuk ke informasi pengetahuan
Literacy ditentukan oleh : - LIFE QUALITY
-SDM
(Sumber Daya Manusia)
Tingkat kemajuan suatu bangsa dapat
diukur dari kualitas dan kuantitas bahan bacaan yang dihasilkan oleh para
penulis dan juga tinggi rendahnya minat baca warga negaranya.
Hubungan antara tulisan dan peraaban
sangat erat kaitannya. Seorang sejarawan
dan orientalis asal Chicago pernah mengatakan bahwa “
penemuan tulisan dan sistem perekam yang
tepat dan sesuai pada kertas benar-benar telah mempunyai pengaruh yang lebih
besar dalam menaikkan martabat rasa manusia daripada setiap prestasi
intelektual lainnya dalam karir manusia” (Breasled 1926 ;53)
Ciri dari negara yang berliterasi
rendah adalah dilihat dari banyaknya barang impor yang masuk. Indonesia adalah negara subur, tapi karena
tingkat literasinya rendah meski Indonesia subur, sangat mungkin untuk mandiri
tanpa impor dari luar masih tetap banyak mengimpor barang-barang dari
luar. Contoh dari negara yang maju
adalah Jepang dengan manganya, Korea utara dengan
nuklirnya. Literasilah kuncinya.
Jadi kesimpulannya adalah kegiatan
menulis sangatlah penting. Berliterat
tepatnya. Banyak sekali pengertian
tentang writing, tapi memiliki tujuan yang sama yaitu menjadi lebih
berliterasi. Literasi dapat dilihat dari
life quality dan SDMnya. Indonesia jika
ingin maju haruslah memiliki literasi yang tinggi. Perbaiki life quality dan menyadarkan manusia
betapa pentingnya baca tulis.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)