Saturday, February 22, 2014
Created By:
Santiara Afifatun Nisa
LITERASI (BACA-TULIS)
LAHIRKAN
GENERASI BERKUALITAS !
(Class Review 2nd by: Santiara A.N.)
Februari,
14 2014 bertepatan dengan hari kasih sayang (anggapan sebagian orang),
bertepatan pula dengan kasih sayang mr.Lala dalam memberikan kesempatan kedua
(second chance) kepada PBI-D untuk melakukan penulisan karya tulis dalam bentuk
class review dan chapter review kedua. Kesempatan tersebut didapatkan sebagai
cara “survive” mahasiswa pada pembelajaran writing 4.
Pembahasan
yang akan dikemas dan disuguhkan kali ini tetap dalam alur “literasi”. Mr.Lala
berusaha untuk meningkatkan kualitas baca-tulis anak didiknya sebagai
perencanaan pencapaian daya saing yang tinggi. Literasi berhubungan dengan : 1. Life Quality 2.Sumber Daya Manusia (SDM)
Life Quality. Kualitas yang ditekankan dalam hubungan
tersebut merupakan gaya hidup yang penuh dengan tantangan pencapaian hidup
berkualitas, lebih khususnya yaiitu dalam proses literasi tingkat tinggi. Orang
tersebut dapat dikatakan hidup berkualitas jika pada hidupnya ia sukses
berliterasi demi bersaing dalam karya tulis hasil pemikirinnya sendiri.
Sumber Daya Manusia
(SDM). Berkaitan dengan hidup berkualitas,
hal dasar dalam pencapaian kualitas
tersebut diawali dengan perbaikan sumber aya manusia. Sebagai subjek
pencapaian, manusia diwajibkan membenahi kualitas hidupnya agar mampu bersaing
dalam penilaian tingkat tinggi yaitu literasi.
Memproduksi
suatu pengetahuan proses baca-tulis dapat berasal dari beberapa teks. Sehingga
akan membentuk pemikiran kritis demi berkualitasnya hasil karya tulis. Terdapat
pula penggambaran “teaching orientation”.
Penilaian
suatu kualitas tertentu mempunyai karakter dan cirri yang memang terlihat jekas
pada hasil akhirnya, seperti halnya :
-
Ciri
Negara kualitas rendah :
Ø Tidak dapat meneliti
Ø Hanya meng-Import semua hal
Ø Daya saing rendah
Dari
ketiga aspek tersebut, manakah point untuk Indonesia? Dpatkah Indonesia
dikatakan berkualitas rendah? Lantas kapankah Indonesia akan menyandang Negara
berkualitas? Indonesia saaat ini sangat sulit dibenahi. Dilihat dari aspek
import saja, Indonesia memang giat melakukan kegiatan tersebut. Negara
Indonesia yang kaya akan rempah-rempahnya tidak pernah merasa dirinya
berkecukupan. Hanya merasa kurang dan pesimis. Jika dilihat dari aspek
penelitian, status peneliti Indonesia sangatlah minim dalam penciptaan karya
ilmiah. Maka dari itulah pada writing 4 kali ini dengan pembahasan literasi,
mr.Lala menjunjung tinggi peningkatan kualitas berliterasi mahasiswanya untuk
membenahi kualitas Indonesia.
Perbandingan
jauh dikatakan oleh Mr.Lala mengenai literasi Negara maju lainnya. Disebutkan
Korea Utara menjadi Negara berkualitas. Apa yang mereka produksi dan apa
kaitannya dengan literasi sangatlah terlihat jelas. Negara maju itu mempunyai
nuklir sebagai senjata tercanggih abad ini. Kaitannya dengan literasi karena
tidak adanya keraguan mengenai pembuatan nuklir tersebut, hal itu sangatlah
membutuhkan pengetahuan yang kuat. Dari situlah kita ketahui bahwa kualitas
berliterasi mereka sangatlah tinggi jauh meninggalkan Indonesia.
Sebaagian
orang yang memilih untuk melakukan kegiatan berliterasi itu berarti mereka
memutuskan pilihannya sendiri. Teks yang mereka baca dalam proses tersebut
haruslah berasal dari beberapa referensi agar proses penggapaian pola pikir
yang akan mudah didapat.
Dikatakan
bahwa kegiatan baca tulis merupakan seni tingkat tinggi. Dan seni tingkat
tinggi membutuhkan usaha yang tinggi. Jika
kita tidak pernah hebat membaca jangan pernah bermimpi menjadi penulis yang
hebat. Kebanggaan tersendiri akan didapat oleh oleh pembaca-penulis itu
sendiri. Selain merasa dirinnya berliterasi tinggi, mereka pun mampu
meningkatkan kualitas pengetahuan dan daya saing mereka.
Mengenai
proses baca-tulis, terdapat peneliti dengan buku hebatnya mengatakan beberapa
pernyataan kuat terkait literasi, antara lain ?
Mikko Lehtonen (2000)
a. Text and Readers never exist independtly
of each other, but in fact produce one
another.
b. Reading includes choosing what to read,
organizing linking them together in order to form meaning.
c. Technologi merupakan bagian signifikan
dalam memproduksi teks
Kilasan
ulang mengenai “cultural analysis of text” karya Mikko Lehtonen, dipaparkan
pula bahwa Tehnikal reproduksi teks dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
-
Mechanical
reproduction (printing technique)
-
Electronic
reproduction (foreground)
-
Digital
reproduction
Dari
waktu lampau hingga sekarang ini, membaca dan menulis masih dalam jumlah
kecil.Proses peningkatan minat dilakukan sedemikian rupa agar didapati hasil
yang memuaskan. Sebelum mengenal apa itu bacaan, terlebih dahulu dipaparkan
oleh Mikko Lehtonen apa itu teks, context, meaning begitu pula keterkaitannya.
a. Teks tidak mampu berdiri sendiri tanpa
adanya pembaca yang mampu memahami isi bacaan.
b. Proses membaca merupakan hasil akhir
dari proses memilih teks yang akan dibaca oleh si pembaca, bacaan tersebut
bersatu dalam membentuk meaning.
c. Context merupakan bagian dan
latarbelakang dalam sebuah teks. Teks dengan berbeda context tidak dapat
dikatakan sebagai “individual text”.
d. Meaning merupakan posisi tengah dan
utama dalam kajian suatu teks, bahkan lebih central position dari kehidupan
manusia.
Dudley-Evans St John (1998:41)
Peningkatan kinerja guru pun harus
dipertimbangkan dalam proses peningkatan mutu pembelajaran. Seorang guru
diharuskan mengisolasi kemampuannya. Language forms dan aktivitas pembelajaran
mengajarkan kedisiplinan. Contohnya, dalam mengikuti aktivitas seperti :
1. Mendengarkan dosen
2. Berpartisipasi dalam supervise, seminar
dan tutorial
3. Membaca textbook, artikel dan materi
lainnya
4. Menulis essay, menjawab ujian, disertasi
dan laporan.
Hyland, Raimes (1991)
“Academic writing di UNIVERSITAS haruslah menjadi
bagian dari kurikulum pengajaran grammar seni liberal, teks literasi dan budaya
sebagai tambahan sebuah dimensi kemanusiaan terhadap pengalaman siswa dan
meninggikan status dalam kinerja lapangan.”
Pengajaran kurikulum tidaklah harus
terpaku pada kurikulum tersebut, adanya pengembangan metode pengajaran dalam pembentukkan effective class. Literasi berdimensi berarti bahwa cakupan literasi
saat ini tidaklah sebanyak air didalam gelas, namun literasi dalam hal ini
tidak terbatas adanya. Literasi berkembang dari berbagai sisi pandangan, seakan
terfokuskan pada satu titik tujuan, yaitu kualitas
pengetahuan.
CONCLUSION
Lagi
dan lagi literasi dibutuhkan untuk peningkatan kualitas menulis dan berkarya
ilmiah. Daya saing manusia yang kurang antusias memang diperlukan pembenahan yang
signifikan. Mind-set awal yang harus diluruskan yaitu cara pencapaian tujuan
yang kurang tepat. Tidak seharusnya sebuah tujuan yang berhasil dilihat hanya
dari hasil akhir saja. Namun yang perlu dilihat adalah proses dalam mencapai
tujuan tersebut. Jangan hanya melihat hasi karya tulis pelajar Indonesia, namun
berikan proses berliterasi pada mereka sejak dini, agar prosesnya berjalan
lancar begitupun hasil yang didapat akan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Seorang
penulis harus digiatkan dalam penulisan karya tulis maupun ilmiah sebagai bukti
kinerja yang dapat ia berikan kepada public dan media massa. Penulis academic
writing dengan pemikiran yang kritis diperlukan dalam pembangunan nalar dan
karya tulis yang gemilang.
LITERASI BERDIMENSI
(Chapter Review by: Santiara)
Tolak
ukur pencapaian manusia dalam berkomunikasi yaitu melalui bahasa. Pintar berbahasa akan pintar bersosialisasi. Dapat
dikatakan pengetahuan berbahasa merupakan jembatan dalam mentransfer ilmu yang
akan diolah sedemikian rupa untuk selanjutnya diucapkan dalam proses
pembentukkan meaning.
Dimulai dari pintar berliterasi maka
orang tersebut dapat dikatakan pintar berbahasa. Berliterasi bahasa asing yang
berkembang di Indonesia seyogianya menjadi point ketiga dalam komunikasi
berbahasa. Point utama terletak pada
bahasa nasional, kedua yaitu penguatan bahasa ibu, dan yang ketiga yaitu bahasa
asing. Penguasan ketiga bahasa tersebut akan menghasilkan “terampil
bahasa”.
Penggunaan metode dan pendekatan (approach)
bahasa asing terdapat lima kelompok besar, diataranya:
1. Pendekatan structural dengan grammar
translation methods
Melatih
menganalisis kesalahan berbahasa (errors analysis), sintaksis kalimat, dan
wacana.
2. Pendekatan audiolingual/dengar-ucap
(1940-1960)
Meletakkan
fokusnya pada latihan dialog-dialog pendek. Namun pendekatan bahasa tulis
terabaikan.
3. Pendekatan kognitif dan transformative
sebagai implikasi teori syntactic structure (Chomsky,1957)
Pengajaran
pembangkitan (genre rating) potensi berbahasa sesuai dengan potensi dan
kebutuhan lingkungannya.
4. Pendekatan communicative competence
Bertujuan
mampu berkomunikasi terbatas sampai dengan komunikasi spontan dan alami. Namun,
pendekatan ini kurang eksplisit dalam upaya menjelaskan bentuk dan fungsi,
sehingga lahir tata bahasa fungsional atau systemic functional grammar (SFG)
yang dikembangkan Halliday (1985).
5. Pendekatan literasi atau pendekatan
genre-based sebagai implikasi dari studi wacana.
Pendekatan
dalam pengenalan berbagai genre wacana lisan maupun tulisan untuk dikuasai.
Empat tahapan pembelajaran :
-
Building
knowledge of field
-
Modeling
of text
-
Join
construction of text
-
Independent
construction of text.
Literacy
Metodologi
pengajaran saat ini yaitu genre, wacana, literasi, teks dan konteks. Literasi
itu sendiri memiliki perubahan arti, yaitu :
1. Definisi (Lama)
Literasi
merupakan kemampuan membaca dan menulis. Dalam KBBI tidak ada istilah literasi,
namun literature dan literer.
2. Definisi (Baru)
Pendidikan
dasar tidak cukup mengandalkan kemampuan membaca dan menulis. Literasi
merupakan praktik cultural yag berkaitan dengan persoalan social dan politik.
Maka literasi disini tidak hanya hal yang berkaitan dengan kegiatan baca-tulis
namun literasi memiliki cakupan yang lebih luas. Model literasi adalah sebagai
berikut :
·
Memahami
kode dalam teks
·
Terlibat
dalam memaknai teks
·
Menggunakan
teks secara fungsional
·
Menganalisis
dan mentrasformasi teks secara
kritis.
Muncullah
satu dari sepilihan define dan terdapat perubahan makna literasi yang mengakibatkan
perubahan pengajaran.
“….an individual’s
ability to read, write and speak in English and compute and solve problems at
levels of proficiency necessary to function on the job and in society, to
achieve one’s goals, and to develop one’s knowledge and potentials.”
(The National literacy act di Amerika Serikat,1991).
Literasi tetap berurusan dengan
penggunaan bahasa, dan kini merupakan kajian lintas disiplin yang memiliki
tujuh dimensi. Antara lain :
1. Dimensi geografis
(local,nasional,regional dan internasional).
2. Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi,
administrasi, hiburan, militer, dsb).
3. Dimensi keterampilan (membaca, menulis,
menghitung dan berbicara).
Hanya
berliterasi (baca-tulis) saja tidak cukup untuk mengembangkan wawasan. Namun
harus pula memiliki numerasi (keterampilan menghitung).
4. Dimensi Media (teks, cetak, visual,
digital)
5. Dimensi fungsi
6. Dimensi jumlah (satu,dua,beberapa)
7. Dimensi bahasa
Dari
ketujuh dimensi diatas, ada 10 gagasan kunci literasi yang menunjukkan
perubahan paradigma sesuai tantangan zaman.
·
Ketertiban
lembaga-lembaga social
Lembaga tersebut misalnya
RT,RW,Kelurahan,DPR sampai presiden. Sebagai mesin birokrasi untuk menjamin
ketertiban social atau institutional orders.
·
Tingkat
kefasihan relative
Dilihat dari nilai TOEFL 550 sebagai
nilai minimal. Namun, skor tersebut tidak berbanding lurus dengan penguasaan
academic literacy dalam konteks Amerika Serikat.
·
Pengembangan
potensi diri dan pengetahuan
Penguasaan bahasa ibu adalah alat
untuk berekspresi dan mengapresiasi lingkungan social budaya.
·
Standar
dunia
Persaingan global dikembangkan ke
tingkat Internasional dengan menggunakan hasil-hasil evaluasi melalui
PIRLS,PISA dan TMISS.
·
Masyarakat
demokratis
Media sebagai salah satu pilar
demokrasi sehingga harus mendukung terciptanya demokratisasi bangsa.
·
Keragaman
local
Manusia literate sadar keragaman
bahasa dan budaya local atau cerlang budaya.
·
Hubungan
global
Literasi tingkat dunia : - Technology informasi (ICT Literacy)
-
penguasaan konsep / pengetahuan tinggi.
·
Kewarganegaraan
yang efektif
Warga yang mengubah diri yaitu
warga yang menggali potensi diri serta berkontribusi bagi keluarga,lingkungan
dan negaranya.
·
Bahasa
Inggris dalam ragam dunia
Bahasa Inggris yang meluas di
berbagai Negara, kental akan budaya lokalnya. Kelokalan akan memunculkan ragam
bahasa (multiple englishes).
·
Berpikir
kritis
Berliterasi tidak haya membaca dan
menulis, namun harus dengan penggunaan bahasa secara fasih, efektif dan juga
kritis.
·
Masyarakat
semiotik
Masyarakat ini cenderung dalam
penggunaan Ikon, kode, struktur dan komunikasi.
Setelah
mengkaji tujuh ranah literasi dan 10 frase kunci literasi, muncul pula prinsip
literasi, salah satunya yaitu “ Literasi
mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis
maupun lisan.”Masih ada kaitannya dengan prinsip diatas, selanjutnya akan
dipaparkan sub bab yang berjudul “Rapor
Merah Literasi Anak Negeri”.
Sejak
1999 Indonesia mengikuti penelitian PIRLS,PISA dan TIMSS untuk mengukur
literasi membaca, matematika daN Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian tersebut
mempunyai subjek yaitu prestasi anak kelas IV Indonesia dengan siswa di Negara
lain. Adapun hasil temuannya yaitu :
·
Skor
prestasi Indonesia vs Rusia (407 vs565)
·
Minat
baca anak Indonesia yang terlampau jauh dengan Singapura
· Indonesia
menjadi posisi paling bawah high HER, 1% high, 62% medium, dan 37% low. Negara
high (>20%) yaitu Inggris, Amerika Serikat , dan lain-lain.
Dapat
kita tarik kesimpulan bahwa tingkat literasi Indonesia masih jauh. Belum
berhasil menciptakan warga Negara yang minat berliterasi. Selanjutnya
penguasaan literasi dan paedagogi ahrus pula dikuasai guru sebelum mentransfer
ilmu lain kepada murid-muridnya.
IMPLEMENTASI
Perbaikan rekayasa literasi
senantiasa menyangkut emapt dimensi, yaitu :
1. Linguistic / focus text
2. Kognitif / minda
3. Sosiokultural / focus group
4. Perkembangan / focus growth
(Kurcer, 2005
: 293 – 4)
PERUBAHAN PARADIGMA LITERASI
CONCLUSION
Pengajaran
literasi dalam bahasa Inggris dijadikan kepribadian budaya bangsa. Pertama kali
kita harus melihat minat berliterasi
yang ditanamkan di Indonesia terlebih
dahulu. Adakah diantaranya peningkatan literasi yang kondusif atau tidak.
Begitu pun Perubahan sudut pandang berkonsekuensi pada metode dan tekniik
pengajaran. Misalnya orientasi dari hasil ke proses. Selama ini pengajaran
literasi kurang mencerdaskan. Jangan serempak menyalahkan guru, karena literasi
sendiri mempunyai dimensi, antara lain dimensi social dan politik. Perubahan
paradigm pengajaran literasi sangatlah dibutuhkan.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)