Saturday, February 22, 2014
Created By:
Jefi Fauzan A.
Chapter Review 1
Betapa Pentingnya
Literasi
Ada
beberapa perioderisasi penggunaan metode pendekatan dalam pengajaran bahasa
asing.
1. Pendekatan
struktural menggunakan grammar translation method yang berkembang dan popular
pada zaman perang dunia ke-2.
2. Pendekatan
audiolingual (dengar ucap) sejak 1940-1960
3. Pendekaan
kognitif dan transformatif yang berorientasi pada pembangkitan potensi
berbahasa sesuai dengn kebutuhan lingkungannya.
(1957)
4. Pendekatan
communicative competence 1980-1990. Tujuannya menjadikan siswa mampu berkomunikasi
dalam bahasa target, mulai dari komunikasi terbatas sampai komunikasi spontan
5. Pendekatan
genre-based. Fokusnya adalah pengenalan
berbagai genre wacana lisan maupun tulisan untuk dikuasai oleh siswa.
Definisi literasi
Ada
banyank pendapat tentang literasi. Dalam
7th edition oxford advanced
learner’s dictionary, 2005:898) mengatakan bahwa literasi adalah kemampuan
baca tulis. Tapi seiring dengan
perkembangan zaman makna dari sebuah literasipun berubah.
National
literacy Act (1991): Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis serta
berbicara bahasa inggris juga menyelesaikan masalah pada level kecakapan yang
dibutuhkan untuk pekerjaan dan sosial.
Contohnya, literasi mengajarkan kita untuk membuat surat lamaran
pekerjaan dan pengenalan kepada tanda yang ada dimasyarakat.
O’Sullivan
(1994:170): Literasi bukan dan tidak akan pernah menjadi atribut perseorangan
atau ideology yang malas, lebih
sederhana untuk memperoleh kepribadian seseorang. Dengan kata lain, literasi berfungsi untuk
membentuk kepribadian seseorang.
Barber
(2010): Diabad ke-21 standar kelas dnia akan menuntut semua orang berliteresi
tinggi, bernumerat, mempunyai kepercayaan diri untuk menjalankan perannya
sebagai warga negara. Jadi, literasi
digunakan sebagai tolak ukur untuk bersaing dengan negara-negara lainnya.
London
Group (1996) : Multiliterasi sebagai cara untuk fokus dalam realitas tentang
kenaikan ragam lokal dan keterhubungan global.
Disini literasi berfungsi sebagai penghubung dengan negara-negara lain
dalam berkomunkasi, berbahasa dsb.
Bull
and Anstey (2003) : Menjadi literat menjadikan setiap hari berpartisipasi dalam
literat sosial, menggugah banyak bagian dari suatu tempat, lokasi dan kejadian yang
memerlukan cetakan, visual, digital dan analogi media.
Dari
kelima definisi tersebut literasi maknanya semakin luas dan kompleks. Literasi kini menjadi disiplin ilmu yang
mempunyai tujuh dimensi yang saling terkait.
1. Dimensi
geografis (lokal, nasional, regional dan international)
Tingkat
pendidikan seseorang mempengaruhi dimensi geografis yang akan dihadapinya. Contohnya, mahasiswa akan lebih dihadapkan
pada literasi internasional untuk bersaing dengan Negara lain, sementara
seorang kepala daerah atau gubernur akan lebih memiliki literasi internal
kedaerahan karena tugas sehari-harinya mengurusi tentang urusan kedaerahan.
2. Dimensi
bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer)
Keterkaitan
antara bidang-bidang kehidupan.
Contohnya, pendidikan membutuhkan sarana tehnologi yang baik. Jika pemenuhan tehnologinya baik maka
perkembangan pendidikanpun akan baik pula.
3. Dimensi
keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara)
Literasi
seseorang akan terlihat saat dirinya berbicara, membaca, menulis ataupun
berhitung.
4. Dimensi
fungsi (memecahkan persoalan, menciptakan pekerjaan, mencapai tujuan)
Orang
yang literat karena pendidikannya akan mampu memecahka persoalan, mudah
mendapatkan pekerjaan, tercapai tujuannya dan mengembangkan ilmu
pengetahuannya.
5. Dimensi
media (teks, cetak, visual, digital)
Seseorag
harus memiliki kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual maupun digital.
6. Dimensi
jumlah (satu, dua, beberapa)
Literasi
merujuk pada banyaknya hal yang dikuasai seseorang. Misalnya, variasi bahasa, bidang ilmu dsb.
7. Dimensi
bahasa ( etnis, lokal, nasional, regional)
Literasi
berfokus pada monolingual, bilingual, dan multilingual. Seperti seorang mahasiswa yang belajar di
jurusan bahasa inggris berasal dari sunda, maka mahasiswa tersebut disebut
multilingual karena berbahasa Indonesia, Sunda dan Inggris.
Pendidikan
juga harus mempunyai prinsip yang berbasis literasi, diantaranya adalah:
1. Literasi
adalah kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai
anggota masyarakat
2. Literasi
mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tulis
maupun lisan
3. Literasi
adalah kemampuan memecahkan masalah.
Mengajarkan siswa berpikir kritis dalam memcahkan masalah
4. Literasi
adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Pendidikan bahasa mengajarkan budaya.
5. Literasi
adalah kegiatan refleksi
Pendidikan
bahasa harus sadar perbedaan aspek pengetahuan bahasa, merefleksikan bahasa
kedalam pengalamannya
6. Literasi
adalah hasil kolaborasi antara penulis dan pembaca
7. Literasi
adalah kegiatan melakukan interpretasi (mencari, menebak, dan membangun makna)
Rapor merah literasi
anak bangsa
Sejak
1999 Indonesia mengikuti program internasional untuk mengukur literasi. PIRLS (Progress in International Reading
Literacy Study), PISA (Program for International Student Assessment) dan
TIMSS(The Third International Mathematics And Science Study). Dari ketiganya ditemukan beberapa temuan.
1. Skor
membaca di Indonesia menempati urutan ke-5 dari bawah yaitu (407)
2. Negara
yang skor prestasi membacanya diatas 500 ditandai pendapatan perkapita dan
indeks pembangunan manusianya lebih tinggi dibandingkan negara yang prestasi
membacanya dibawah 500.
3. Negara
dengan membaca literasi purpose (LP) lebih tinggi daripada international
purpose (IP) adalah:
Hongaria,
Kuwait, Lituania, Georgia dan Israel
Negara
dengan membaca LP lebih rendah daripada IP adalah:
Indonesia,
Maroko, Afrika Utara, Modavia dan Singapura
Negara
yang relatif sama antara IP dan LP adalah:
Luksemburg,
Latvia, Skotlandia, Austria, dan Inggris
4. Keadaan
membaca siswa di Indonesia:
6. Indonesia
masuk kedalam kategori paling rendah dalam HER (Home Education Resources)
dengan rincian sebagai berikut
High HER : 1%
Medium HER : 62%
Low HER :
37 %
7. Orang
tua siswa di Indonesia banyak yang tidak lulus SD, yaitu sekitar 20%.
8. Dalam
hal produksi bukupun Indonesia tertinggal.
Inonesia : 6000 buku/tahun
Malaysia : 8500 buku/tahun
Korea :
45000 buku/tahun
Jepang :
60000 buku/tahun
India :
70000 buku/tahun
Amerika :
90000 buku/tahun
Implementasi
Rekayasa
literasi adalah upaya yang disengaja dan sistemis untuk menjadikan manusia
terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa.
Ada empat dimensi yang harus direkaya, seperti dalam diagram dibawah
ini.
NO.
|
DIMENSI
|
FOKUS
|
KRITERIA
|
1.
|
Pengetahuan
kebahasaan
|
Teks
|
1.
Sistem bahasa membangun makna,
seperti jenis dan struktur teks
2.
Persamaan dan perbedaan bahasa
lisan dan tulisan
3.
Ragam bahasa yang mencerminka
kelompok, etnis dsb.
|
2.
|
Pengetahuan
kognitif
|
Minda
|
1.
Aktif, selektif dan konstruktif
2.
Memanfaatkan pengetahuan yang ada
untuk membangun makna
3.
Menggunakan proses mental dan
strategi untuk menghasilkan makna
|
3.
|
Pengetahuan
perkembangan
|
Pertumbuhan
|
1.
Aktif dan konstrukrif dalam
literasi
2.
Bagaimana menggunakan literasi
dengan fasih
|
4.
|
Pengetahuan
sosial kultural
|
Kelompok
|
1.
Tujuan dan pola literasi yang
beragam
2.
Aturan dan norma dalam melakukan
transaksi dalam literasi
3.
Fitur-fitur linguistik
|
Tanggapan :
Rekayasa literasi adalah merekayasa
pengajaran bahasa kedalam empat dimensi diatas, dimana keempat dimensi tersebut
berkaitan satu sama lain. Rapor merah
tentang literasi di Indonesia menunjukan masih kurangnya kesadaran bangsa kita
untuk menjadi literat.
Menjadi literat adalah sebuah
kewajiban agar dapat terus diakui dunia dan mampu bersaing denga negara-negara
lain. Pilihannya hanya dua, menjadi
bangsa yang literat atau memilih tertinggal oleh zaman dan dilupakan. Hal ini meunjukan betapa pentingnya
literasi. Melalui literasi juga dapat
diukur derajat sebuah bangsa tentang pendidikannya, kesejahteraannya dan yang
lainnya.
Mengingat
Indonesia berada pada level low literacy bahkan kita tertinggal dalam hal baca
tulis dibandingkan dengan negara-negara lain.
Banyak hal yang harus dibenahi.
Literasi adalah tanggung jawab bangsa dan tanggung jawab kita
semua. Literasi terletak didalam hati
kita, tepatnya berupa kesadaran diri.
Bila ingin menjadi bangsa yang literat maka mulailah dari individunya
sendiri.
Mungkin
sistem pendidikan kita selama ini salah, dalam pengajaran bahasa kita hanya
berpatok pada kurikulum nasional dan buku paket yang ditentukan oleh
pemerintah. Pengajarannya cenderunng
bersifat kuno dan tidak mendukung kegiatan membaca dan menulis. Akan sangat sulit sekali merubah sistem
pendidikan di Indonesia, tapi akan lebih sulit lagi untuk menumbuhkan kesadaran
kita tentang literasi jika kita tidak banyak membaca dan menulis
Class Review 2
Focus
and Keep Spirit
Alhamdulillah,
kelas writing 4 hari ini telah memasuki minggu kedua dalam perkuliahan
disemester kali ini. Kick-off babak
pertama telah berlalu, “coach” kami menginstruksikan untuk bersiap menghadapi
serangan. Kerajasama team harus menjadi
prioritas utama agar dapat mengalahkan lawan.
Fokus. Itulah yang harus
dilakukan mulai saat ini. Peran seorang
kapten di lini tengah sangat dibutuhkan.
Sebagai kapten yang baru ia telah berhasil mengatur pola serangan
sekaligus bertahan. Tugas-tugas yang
diberikan oleh coach kami telah dilaksanakan dengan baik.
Jum’at,
14 Februari 2014. Kelas dimulai pukul
07.30, Mr. Lala memulai kelas dengan memberikan sedikit gambaran apa yang akan
kita bahas minggu depan. Seperti ang
telah dikatakan sebelumnya, disemester ini kita akan menulis academic
writing. Tapi kenapa harus academic
writing? Mr. Lala kemudian bercerita tentang seseorang yang mendapatkan gelar
sarjananya tanpa banyak menulis. Hal
ini sangat ironis. Seharusnya seorang
sarjana harus mempunyai pengalaman menulis.
Academic writing membahas tentang research, comparing dan
validation. Artinya dengan academic
writing kita belajar menganalisis sesuatu kemudian membandingkannya untuk membuat
suatu validasi dan menemukan sebuah kebenaran atau “truth”.
Dalam
academic writing tidak disarankan untuk memakai kata “I”. Posisi penulis berada dalam argument yang
disampaikannya dalam teks. Argument
dapat berisi informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang mempengaruhi dan
mengajarkan kita sesuatu. Dalam academic
writing juga harus disertakan referensi untuk memperkuat argument kita. Tentu saja academic writing akan bersifat
formal dan terkesan kaku bagi orang yang tidak terbiasa membaca teks. Bahkan mereka akan cepat mengantuk bila tidak
terbiasa membaca academic writing.
Orientasi
belajar kita juga akan mengarah pada critical thinking. Untuk menjadi seorang pembaca yang hebat kita
terlebih dahulu harus menjadi penulis yang hebat. Kenapa harus menulis? Dengan menulis kita akan mengetahui sesuatu,
hal baru yang belum diketahui sebelumnya.
Dengan menulis kita juga berusaha menghadirkan kembali ingatan kita
terhadap sesuatu. Juga sebagai cara
untuk mereproduksi sesuatu. Semua hal
akan menjadi usang namun sel-selnya akan terus bertahan dan menurun pada
generasi baru.
Dalam
slide pertama presentasinya, Mr. Lala mengingatkan kembali tujuan kita belajar
di kelas writing ini. Apakah itu hanya
untuk memenuhi kehadiran atau hanya untuk mendapatkan nilai yang baik semata. Kemudian dalam slidenya yang kedua, Mr. Lala
mengatakan bahwa dirinya menganggap kita sebagai multilingual writer, yaitu orang
yang belajar beberapa bahasa diantaranya bahasa Indonesia dan Inggris. Jadi,
kita harus menjadi pembaca yang kritis dan penulis yang efektif dalam
keduanya. Kita harus membaca tulisan
berbahasa Inggris dan menulisnya kedalam bahasa Indonesia atau sebaliknya,
banyak membaca tulisan berbahasa Indonesia namun harus menulis bahasa Inggris.
Mr.
Lala juga membahas tentang literasi.
Literasi mempengaruhi kualitas hidup dan SDM dalam hal daya saing dengan
negara-negara lain. Jika kita melihat
pada bangsa sendiri, Indonesia masih rendah dalam literasi. Ciri-ciri Negara dengan literasi yang rendah
adalah banyak barang-barang yang diimpor dari luar negeri. Itulah yang terjadi pada Indonesia, bahkan
50% tenaga kerja kita lulusan SD.
Kembali
pada presentasi, Mr. Lala mengutip dari bukunya Lehtonen (2000:74) on
Barthes. Menurut Saussure bahasa adalah
suatu sistem yang mendefinisikan makna dengan sendirinya. Sedangkan Barthes menyatakan bahwa peran
orang-orang yang berkecimpung dalam aktivitas linguistik menentukan pembentukan
makna.
Dalam
bukunya, Lehtonen juga membahas tentang text, context dan reader. Text dapat bersifat fisik, yaitu berupa
artefak yang dipahat oleh kampak di batu, kayu dsb. Sedangkan text dalam bentuk semiotic dapat
berbentuk weiting, speech, picture, music dsb.
Mempunyai tiga karakteristik yaitu, materially, formal relation dan
meaningfullness.
Setiap
teks selalu memiliki context yang mengelilingi dan berhubugan dengan teks. Konteks dilihat sebagai background terpisah
dari teks, yang berperan sebagai tambahan informasi agar lebih memahami teks. “Context
doesn’t exist before the author or the text, neither does it exist outside of
them”. Context selalu berada dalam teks dan bagian dari teks. Menurut Lehtonen, context meliputi faktor
yang penulis dan pembaca bawa dalam pembentukan makna.
Context
meliputi:
1. Substance
2. Music
and picture
3. Paralanguage
4. Situation
5. Co-text
6. Intertext
7. Participant
8. Function
Hubungan
antara reader dan text adalah pembaca berpartisipasi dalam proses
pemaknaan. Pembaca berada pada
pembentukan makna dan membaca menjadi tempat dimana makna seharusnya diletakan.
Teks dan pembaca tidak pernah exist
secara bebas, tapi memproduksi satu sama lain.
Proses membaca meiliputi memilih apa yang akan dibaca, mengubungkan
mereka bersama untuk membentuk makna sebaik membawa pengatahuan pembaca kedalam
teks.
Diakhir
pertemuan Mr. Lala mengatakan tulisan hanyalah kuburan, maka pembacalah yang
membuat tulisan hidup. Satu pesan yang
disisipkan Mr. Lala pada pertemuan ini.
Mulailah hidup dengan cara mimpi kita, pada akhirnya mimpi yang tercapai
akan menjadi efek atas qualitas hidup kita.
Misalnya, kita bercita-cita menjadi seorang penulis yang hebat, maka
mulailah dari sekarang hidup seperti penulis yang hebat.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)