Thursday, February 27, 2014
Created By:
#Progress Test 1,
Mahromul Fadlillah
Horison Perdamaian
By. Mahromul Fadlillah
Jagat raya adalah sesuatu yang belum terpecahkan batasan luasnya
oleh para ilmuwan. Di atas langit masih
ada langit, terus begitu, entah dimana ujungnya. Terdiri dari banyak galaksi, yang di dalam
salah salah satu galaksi tersebut terdapat suatu dunia berpenghunikan makhluk
yang disebut manusia, dunia itu bernamakan planet bumi. Bumi bukanlah satu-satunya tempat yang ada di
jagat raya ini, Bumi hanyalah salah satu benda bulat pepat yang berotasi dan
berevolusi pada suatu garis edar berbentuk elips. Bumi ditemani planet-planet seperti
Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, dan Uranus. Apakah Bumi berhubungan dengan planet
lainnya? Atau bahkan Bumi dan planet lainnya berjalan sendiri-sendiri tak ada
hubungan apapun?
Para ilmuwan,
fisikawan, ahli astronomi dan peneliti-peneliti terus meneliti dan menghasilkan
pengetahuan yang dapat dikonsumsi oleh orang biasa sekalipun.
Bumi beserta benda langit lainnya mempunyai daya tarik menarik,
semua yang ada di jagat raya ini berhubungan tarik menarik demi menjaga
keseimbangan alam semesta. Jika ada satu
bintang menghilang maka keseimbangan alam semesta akan terganggu dan akan
terjadi hal yang tak diharapkan. Sekarang, alam semesta masih terjaga
keharmonisannya, setiap partikel menempati posisinya masing-masing. Beredar sesuai orbitnya, dan belum ada yang
berani untuk merubah tempat satu partikel dengan partikel yang lainnya sebagai
usaha untuk menjaga keharmonisan alam semesta.
Bicara tentang keharmonisan,
adalah bicara tentang keindahan hidup dari banyaknya perbedaan yang
dapat berjalan seiringan, penuh rasa kasih sayang. Sekarang, di bumi ini ada banyak sekali
perbedaan. Segala sesuatunya berbeda,
entah bagaimana perbedaan itu diciptakan yang terpenting adalah sikap sadar
atas perbedaan itu dan berusaha menjaga keharmonisan alam semesta. Manusia sebagai makhluk utama Bumi dijadikan
sebagai aktor utama juga dalam panggung kehidupan di atas bumi di bawah langit
ini. Kewajiban dan tugas manusia menjadi
sorotan utama dalam plot maju berskenariokan script otodidak yang tak dapat
dihapal dan tak mempunyai teks fisik.
Semua aspek kehidupan di muka Bumi ini adalah mengandung
perbedaan. Politik, ekonomi, budaya,
sosial, kebudayaan, pendidikan, keagamaan, dan lain-lainnya. Perbedaan itulah yang menyebabkan timbulnya
masalah, masalah adalah suatu titik awal di atas kertas putih yang nantinya
diteruskan dengan coretan-coretan lain.
Bagus tidaknya coretan-coretan tersebut ditentukan dari penilaian
keseluruhannya, penilaian hasil akhir gambar.
Acapkali banyak coretan-coretan tak beraturan yang menjadikan gambar
hancur tak berbentuk seperti semestinya.
Kenyataan di aspek sosial pendidikan, masalah terjadi berulang
seperti tawuran pelajar , bentrokan pemuda dan bentuk lain dari radikalisme di
seluruh Indonesia adalah indikasi dari penyakit sosial, yaitu kurangnya
semata-mata kepekaan dan rasa hormat terhadap orang lain dari kelompok yang
berbeda. Jika perpecahan dan tak saling
hormat disebabkan karena adanya perbedaan, haruskah kita membumi hanguskan tiap
perbedaan dan menjadikan dunia ini satu faham seperti yang tersyair dalam lirik
lagunya The Beatles dengan judul imagine.
imajine there's no heaven
Bayangkanlah tak ada surga
It's easy if you try
Mudah jika kau mau berusaha
No hell below us
Tak ada neraka di bawah kita
Above us only sky
Di atas kita hanya ada langit
Imagine all the people
Bayangkanlah semua orang
Living for today...
Hidup hanya hari ini...
imajine there's no countries
Bayangkanlah tak ada negara
It isnt hard to do
Tidak sulit melakukannya
Nothing to kill or die for
Tak ada alasan untuk membunuh dan terbunuh
No religion too
Juga tak ada agama
Imagine all the people
Bayangkan semua orang
Living life in peace...
Menjalani hidup dalam damai...
Imagine no possesions
Bayangkan tak ada harta benda
I wonder if you can
Aku ragu apakah kau mampu
No need for greed or hunger
Tak perlu rakus atau lapar
A brotherhood of man
Persaudaraan manusia
Imagine all the people
Bayangkan semua orang
Sharing all the world...
Berbagi dunia ini
You may say Im a dreamer
Mungkin kau kan berkata aku seorang pemimpi
But Im not the only one
Namun aku bukanlah satu-satunya
I hope some day you'll join us
Kuharap suatu saat kau kan bergabung dengan kami
And the world will live as one
Dan dunia akan bersatu
Bayangkanlah tak ada surga
It's easy if you try
Mudah jika kau mau berusaha
No hell below us
Tak ada neraka di bawah kita
Above us only sky
Di atas kita hanya ada langit
Imagine all the people
Bayangkanlah semua orang
Living for today...
Hidup hanya hari ini...
imajine there's no countries
Bayangkanlah tak ada negara
It isnt hard to do
Tidak sulit melakukannya
Nothing to kill or die for
Tak ada alasan untuk membunuh dan terbunuh
No religion too
Juga tak ada agama
Imagine all the people
Bayangkan semua orang
Living life in peace...
Menjalani hidup dalam damai...
Imagine no possesions
Bayangkan tak ada harta benda
I wonder if you can
Aku ragu apakah kau mampu
No need for greed or hunger
Tak perlu rakus atau lapar
A brotherhood of man
Persaudaraan manusia
Imagine all the people
Bayangkan semua orang
Sharing all the world...
Berbagi dunia ini
You may say Im a dreamer
Mungkin kau kan berkata aku seorang pemimpi
But Im not the only one
Namun aku bukanlah satu-satunya
I hope some day you'll join us
Kuharap suatu saat kau kan bergabung dengan kami
And the world will live as one
Dan dunia akan bersatu
Jika kita
bersengketa karena perbedaan. Yakinkah
bila kita akan selalu harmonis dalam persamaan? Akankah kita mencapai
keharmonisan jika semua manusia menjadi kaya raya? Lantas siapa yang akan
menjadi petani penyedia bahan-bahan makanan penyumbang energi penyambung
nyawa? Actually,
we are united in our differences.
Negara
Indonesia dikenal oleh seluruh dunia mempunyai Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia 1945 yang menjadi dasar Negara, Bhineka Tunggal Ika yang
mempunyai arti, biar berbeda-beda tetapi tetap satu jua, namun apa yang terjadi
sekarang ini? rasa ke Bhinekaan itu sudah mulai luntur, hilang ditelan oleh
arus globalisasi. Persoalan dan masalah-masalah mutu pendidikan yang tidak
bagus, mental dari para pemimpin bangsa kita yang korupsi, mementingkan
kepentingan pribadi dan golongan, masalah sosial seperti sedikitnya lowongan
kerja, menumpuknya angka pengangguran, mengakibatkan rasa kebangsaan, rasa
kebersamaan, gotong-royong, rasa simpati dan rasa tidak membeda-bedakan Agama,
Suku dan Ras semakin lama semakin terkikis.
Pendidikan kita saat ini gagal untuk memberikan para siswa dengan
kompetensi wacana sipil. Sebagian besar politisi dan birokrat telah datang ke
kekuasaan karena pendidikan yang telah diperoleh oleh mereka. Sayangnya, banyak
dari mereka tidak memiliki kompetensi tersebut.
Masih segar dalam ingatan kita adalah insiden memalukan pada tahun 2010
, ketika anggota parlemen saling bertukar kata-kata kasar dengan cara tidak
sopan dalam sidang yang disiarkan langsung di seluruh negeri.
Pendidikan bukanlah hanya untuk mendapatkan ijazah, mendapat
pekerjaan yang layak, menjadi kaya raya, dan kemudian menjadikan hati manusia
tinggi seperti tiang listrik, sombong atas apa yang telah diraihnya, merasa
sempurna hidupnya lantas menganggap yang lain berbeda dan salah. Manusia tidaklah sempurna sebelum ia bisa
menggapai langit yang tak bersekat, yang tak berujung. Seperti yang diungkapkan Maria Popova “Perfection is like chasing horizon, keep moving.”
Pada menyelesaikan pendidikan formal, siswa memasuki dunia di mana
kemampuan untuk menjaga hubungan baik sangat penting untuk keberhasilan
individu. Sebaliknya, ketidakmampuan untuk menjaga hubungan baik dapat
merugikan individu dan dapat menyebabkan konflik sosial dalam suatu masyarakat
tertentu. Bukti kejadian tersebut sangat
banyak, seperti konflik antar etnis dan agama besar yang terjadi di daerah
Sambas (2008), Ambon (2009), Papua (2010) dan Singkawang (2010) hanya menyebutkan
beberapa. Tanpa mengambil langkah yang tepat, konflik seperti itu akan terulang
kembali.
Drs. Adam
Latuconsina (45 tahun) mengatakan, konflik sosial yang terjadi di Kota Ambon
tahun 1999-2002, telah mengkonstruksi relasi sosial masyarakat dalam
kategori-kategori agama dan etnik yang terbatas. Hal ini berdampak pula pada
relasi sosial antar siswa di sekolah-sekolah di Ambon. Sebagai ilustrasi,
sekolah-sekolah yang mayoritas siswanya beragama Islam, para siswanya menjadi
intens relasinya berdasarkan kesamaan etnis. Meskipun agama siswa-siswanya
mayoritas Islam, hubungan mereka menjadi kurang harmonis jika beda etnis. Ini
berarti, perubahan relasi sosial terlihat, dengan munculnya fanatisme
kedaerahan. Sementara sekolah-sekolah yang mayoritas siswanya kristen, relasi
antar siswa seagama menjadi sangat erat, sementara hubungan siswa antara etnis
merenggang. Artinya ada perubahan berdasarkan fanatisme agama. Sedangkan
sekolah-sekolah perbatasan, hubungan sosial siswa tidak terpengaruh. Mereka
tetap memiliki sikap toleransi yang tinggi dalam melakukan interaksi antar
siswa yang berbeda agama maupun beda etnis. Untuk memulihkan dampak konflik
sosial di Ambon itu, sekolah-sekolah di Ambon mengambil kebijakan kurikulum
tersendiri, agar tercipta kembali relasi sosial siswa di ruang publik yang
bertoleransi tinggi, yang akan berimbas juga pada terciptanya kembali relasi
sosial yang bertorelansi di kalangan masyarakat luas beda agama dan beda etnik
di kota Ambon, seperti sebelum terjadinya konflik.
Sekolah menjadi ruang publik yang
efektif bagi proses interaksi dan terciptanya dialog yang lebih intens,
sehingga lebih mudah mebangun sikap saling menghargai yang mengarah pada
penerimaan kelompok-kelompok beda agama dan etnis. Jika dikondisikan dengan
baik melalui kebijakan kurikulum, akan mempercepat pulihnya relasi sosial di
Ambon pasca konflik.
Studi Aprilliaswati mengajarkan kepada kita bahwa yang harus dikembangkan
pendidikan bukan hanya penalaran ilmiah, tetapi juga wacana sipil positif.
Penalaran ilmiah sangat diperlukan dalam mengembangkan warga intelektual,
sedangkan kompetensi wacana sipil sangat penting untuk menciptakan warga negara
yang beradab. Inilah pondasi
keharmonisan perbedaan, berasal dari “Classroom Discourse”.
Pendidikan di sekolah-sekolah lebih memfokuskan kepada intelektual
siswa-siswinya, terbukti dari porsi pembelajarannya. Mereka banyak dijadwalkan dengan mata pelajaran
yang materinya berhubungan dengan asupan gizi untuk perkembangan IQ (Intellegence
Quotient). Mayoritas sekolah atau
perusahaan pasti pernah mengadakan test IQ sebagai tolak ukur untuk
siswa-siswinya ataupun untuk karyawan-karyawatinya. Tapi jarang yang mengadakan test EQ ataupun
SQ.
“Gay Hendrick, phD dan Kate Ludeman, phD adalah konsultan
manajemen senior. Keduanya mengadakan
sebuah penelitian dari 800-an manager perusahaan yang mereka tangani selama 25
tahun. Kesimpulannya mengejutkan:
“Apabila anda hendak mencari orang-orang suci sejati, Anda tidak akan
menemukannya di katedral-katedral; namun Anda akan menemukannya di
korporasi-korporasi besar yang sukses.
Hasil interview kami menunjukkan, pemimpin-pemimpin yang berhasil
membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah orang-orang yang
memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu
memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya
sendiri dengan baik, dan memiliki spiritual yang dogmatis, selalu mengupayakan
yang terbaik bagi mereka sendiri maupun bagi orang lain. Para pemimpin yang sukses lebih mengamalkan
nilai-nilai ruhaniyah (baca pula” nilai-nilai sufistik) ketimbang orang lain.
“Bob Galvin bercerita tentang ayahnya –pendiri Motorola-
, ia berkata, “Suatu ketika Ayah melihat pada sebarisan karyawan perempuan dan
berfikir, “Mereka seperti ibu saya sendiri –mereka memiliki anak-anak, rumah
yang harus dijaga, dan orang-orang yang membutuhkan mereka.” Hal ini memotivasinya untuk bekerja keras
agar bisa memberi mereka sebuah kehidupan yang lebih baik karena ia melihat
ibunya dalam diri seluruh karyawan perempuan itu. Begitulah bagaimana itu semua dimulai,...”
Hasil
riset Gay Hendrik dan kate Ludeman maupun cerita Bob Galvin tersebut sesuai
dengan hasil-hasil riset terakhir mengenai kecerdasan manusia, terutama adalah
karya monumental Daniel Goleman, Emotional Intelligence. Konsep yang diajukan oleh Howard Gardner
mengenai multiple intelligence.
Kesuksesan manusia, dan juga kebahagiaannya, ternyata lebih terkait
dengan beberapa jenis kecerdasan selain IQ.
Setidaknya
75% kesuksesan manusia lebih ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya. Dan hanya 4% yang ditentukan oleh
IQ-nya. Daniel Goleman memperinci
aspek-aspek kecerdasan emosional manusia menjadi kecakapan pribadi dan
kecakapan sosial. Kecakapan pribadi
terdiri atas tiga faktor, yakni kesadaran diri, pengaturan diri dan
motivasi. Kecakapan sosial terdiri dari
dua faktor, yakni empati dan ketrampilan sosial.
Selain
kecerdasan emosial, ada juga kecerdasan spiritual. Untuk seorang penganut agama yang baik,
mereka pasti dengan mudah memahami aspek-aspek kecerdasan spiritual dalam
penghayatan maupun pengamalan agama mereka.
Terinspirasi oleh visi, kemampuan untuk melihat kesatuan dalam
keragaman, kemampuan untuk mentransformasikan derita menjadi bahagia,
adalah hal-hal yang memang yang memang dapat dicapai relatif lebih mudah dengan
melalui pengamalan agama yang benar.
Dengan itu diharapkan seseorang yang religius lebih cerdas secara
spiritual daripada orang yang tidak religius.
Dengan munculnya konsep kecerdasan emosional maupun kecerdasan
spiritual (dan kecerdasan-kecerdasan
lain), runtuhlah legenda IQ yang menitikberatkan kemampuan intelek manusia pada
satu dimensi angka. Intelek manusia
mempunyai dimensi-dimensi yang tak terhingga, merupakan samudera yang memiliki
banyak mutiara yang belum ditemukan.
Kecerdasan
Intelektual (IQ) adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika, dan
rasio seseorang. (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan
orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan mengolah emosi
dengan baik pada diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti dan memberi makna pada apa yang di hadapi
dalam kehidupan, spiritual berhubungan dengan Tuhan, sehingga seseorang akan
memiliki fleksibilitas dalam menghadapi persoalan dimasyarakat.
Tips
Meningkatkan IQ Makan secara teratur, serta makan makanan yang banyak
mengandung nutrisi untuk kesehatan otak. Istirahat cukup. Motivasi diri untuk
selalu optimis dan hilangkan rasa malas. selalu berpikir positif. kembangkan
keterampilan otak dengan kegiatan puzzle, tebak kata, teka teki silang, dll.
batasi waktu yang tidak berguna, misalnya bermain secara berlebih. Tips
Meningkatkan EQ pahami dan rasakan perasaan diri sendiri selalu mendidik diri
agar dapat bertahan dalam situasi sulit hadapi dunia luar tanpa rasa takut
berusaha untuk memecahkan masalah sendiri tumbuhkan rasa percaya diri dan
kemampuan untuk bangkit dari kegagalan tanamkan rasa hormat pada orang lain,
kerja sama dan semangat kerja tim. jangan menilai atau mengubah perasaan
terlalu cepat hubungkan perasaan dengan pikiran. Tips Meningkatkan SQ seringlah melakukan
mawas diri dan perenungan mengenai diri sendiri, kaitan hubungan dengan orang
lain, serta peristiwa yang dihadapi. kenali tujuan, tanggungjawab dan kewajiban
hidup kita . tumbuhkan kepedulian, kasih sayang dan kedamaian. ambil hikmah
dari segala perubahan didalam kehidupan sebagai jalan untuk meningkatkan mutu
kehidupan. kembangkan tim kerja dan kemitraan yang saling asah-asih-asuh.
belajar mempunyai rasa rendah hati dihadapan TUHAN dan sesama manusia
Dalam pengaturan multikultural , siswa berasal dari latar belakang
etnis, agama dan sosial yang berbeda dan pola pikir mereka dominan dibentuk
oleh latar belakang mereka. Program sekolah harus sengaja memfasilitasi
interaksi rekan untuk mengembangkan wacana sipil positif. Indikator wacana sipil termasuk mendengarkan
penuh perhatian, menyumbangkan ide-ide atau pendapat, mengajukan pertanyaan,
menyatakan kesepakatan dan ketidaksepakatan, dan mencapai kompromi dengan cara
yang hormat.
Dalam kacamata multikulturalisme,
kewajiban bagi setiap siswa untuk mengikuti salah satu dari lima macam
pendidikan agama, bagi para penganut agama dan kepecayaan di luar agama resmi
adalah memutus generasi penerus penganut agama dan kepercayaan tersebut. Dampak
dari pendidikan agama yang dibatasi berdasarkan agama yang dianggap resmi oleh
pemerintah ini terasa setelah beberapa generasi. Namun hingga saat ini belum
ada pihak penganut agama yang termarjinalkan secara sistematis mempersoalkan
pelajaran agama yang pada masa pemerintahan Soeharto menjadi salah satu syarat
kenaikan kelas.
Saat ini ketika generasi yang
mengalami pendidikan agama yang memisahkan siswa karena berbeda agama telah
menjadi dewasa, sekat antar anggota masyarakat pun makin terasa. Para orang tua
yang tidak puas dengan pendidikan agama di sekolah yang dua jam mengirim
anak-anaknya ke sekolah terpadu yang jam pelajaran agamanya jauh lebih banyak.
Anak-anak makin berkurang pengalaman bermainnya dan berkurang juga kesempatan
bertemu dan mengalami kebersamaan dengan orang-orang yang berbeda.
Pendidikan agama yang dibutuhkan
dalam masyarakat multikultur adalah pendidikan agama yang senantiasa
menghadirkan kehidupan yang penuh keragaman, baik latar belakang manusia maupun
keragaman sudut pandang. Untuk itu pelajaran agama sebaiknya berbasis pengalaman
akan memecah kebekuan ajaran agama yang tertutup dan tidak melihat realitas
secara hitam putih. Di sekolah yang melakukan pemisahan siswa beda agama pada
jam pelajaran agama perlu ada antisipasi agar pemisahan tidak berpengaruh buruk
pada rasa aman dan nyaman dengan penganut agama yang berbeda. Hilangnya rasa
aman dan nyaman akan merusak saling percaya antar anggota masyarakat yang mana
saling percaya ini merupakan modal sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan
bersama yang adil dan beradab.
Pelajaran agama
untuk siswa dari beragam agama bisa dilakukan dengan saling berbagi pengalaman
penghayatan keimanan, berbagi informasi dan pengetahuan siswa tentang agamanya.
Cara belajar seperti ini mendorong siswa untuk lebih aktif dan bertanggung
jawab dalam mendalami agamanya dan pada saat bersamaan membiasakan sikap hormat
dan simpati bagi penganut agama yang berbeda.
Oleh karena itu
Profesor Chaedar menyarankan agar mempromosikan interaksi sebaya, interaksi ini
harus dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan rutin kelas. Siswa harus diberi
kesempatan untuk berinteraksi dengan satu sama lain melalui tugas-tugas
kelompok untuk berlatih mendengarkan penuh perhatian, berdebat hormat dan suara
mengorbankan untuk mempersiapkan mereka untuk hidup sebagai anggota fungsional
dari suatu masyarakat yang demokratis.
“All children are born geniouses”
(seluruh anak dilahirkan sebagai genius).
Baik genius secara logis, genius secara emosional, maupun genius secara
spiritual. Setiap bayi mempunyai potensi
untuk menjadi Einstein, menjadi Galvin ataupun menjadi seorang Rumi. Setiap bayi mempunyai potensi untuk menjadi
pemimpin bak Nabi Musa a.s. ataupun
penyingkap rahasia ilahiyah bak Khaidir a.s.
Bayi adalah benih unggul yang akan tumbuh menjadi seorang
anak-anak. “Ketika masih kanak-kanak,
kita menyerap semua pengalaman dengan penuh semangat dan penuh warna, membuat
pengalaman masa kecil terasa begitu mengesankan dan lekat”(Stephanie Merritt). Oleh karena itu, taburlah kebiasaan untuk
menuai karakter dengan cara menyeimbangkan kecerdasan IQ, EQ, dan SQ nya. Beri pengalaman-pengalaman di masa kecilnya
salah satunya dengan memberikan wacana yang berkualitas. Wacana yang berkualitas bukanlah wacana karya
penulis ternama, namun wacana yang berkualitas adalah yang mengandung unsur
hipnotis melakukan suatu kebaikan.
Terdapat koda (hikmah) di balik wacana yang dibaca, wacananya bukan
hanya dibaca perindividu, namun menyebabkan adanya interaksi dengan sesama
teman.
Liberalisasi pendidikan merupakan salah satu aliran dalam pendidikan
dewasa ini yang mulai menjadi mindset berfikir dalam memahami makna dari
pendidikan itu sendiri baik dikaji dari makna filosofosnya maupun makna
normatifnya. Pendidikan liberal dapat
menjadi cara lanjutan setelah siswa diberi arahan mencapai keharmonisan antar
teman (yang berbeda) melalui wacana kelas.
Pendidikan liberal mengajari mahasiswa untuk menjadi pendengar yang
baik dialog antarpemikir ulung yang memiliki pikiran hebat dalam sejarah
peradaban manusia lewat buku-buku agung (The Great Books).
Konflik-konflik
yang terjadi di Indonesia, kemudian kejahatan-kejahatan seperti korupsi,
pembunuhan, pemerkosaan, dan penipuan.
Diyakini karena masa kecil pelaku keburukan kurang didasari oleh sesuatu
hal yang berkaitan dengan kepribadian mereka.
Pondasi hati kecil mereka tak kuat menahan zaman edan sekarang ini. EQ dan SQ dikesampingkan mungkin terlupakan
perkembangannya. Prestasi anak Indonesia
membuat prihatin para pemikir pendidikan, kurikulum diubah dari waktu ke waktu. Moral menjadi fokus utama dalam
konflik-konflik yang terjadi sekarang.
Sedikit
demi sedikit, para pemikir pendidikan menyumbangkan pendapatnya agar Bangsa
Indonesia bisa menjadi lebih baik lagi.
Wacana kelas dengan tujuan mengharmonisasikan siswa beda etnis dan agama
disarankan untuk diterapkan pada sekolah tingkat dasar agar mereka lebih bisa
menghargai keanekaragaman di sekelilingnya.
Kurikulum 2013 juga memberikan perhatian yang lebih pada sikap, empat
kompetensi intinya adalah tentang sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan,
dan keterampilan. Ini bertujuan untuk
memperbaiki moral bangsa yang memprihatinkan. Pendidikan liberasi pun banyak diterapkan, memayungi
pendidikan kognitif, moral, dan emosi.
Prinsip-prinsip yang ditanamkan pendidikan liberal adalah bertujuan agar
para lulusan siap menghadapi perubahan dunia.
Kebijakan-kebijakan
pendidikan seharusnya membantu siswa dalam menyeimbangkan kecerdasannya, yakni
kecerdasan IQ, EQ, maupun SQ nya. Kecerdasan
ini bisa berkembang jika manusia secara sadar membuka pikiran, tangan, dan
hatinya untuk seseorang dan sesuatu yang baru.
Bagaimanapun sistem pengajarannya, tak seharusnya menutup mata pada
sesuatu yang tak dapat dilihat dan diukur.
Harapan menjadi bangsa yang harmonis akan dapat tercapai jiga manusia
yang beranekaragam dapat menghargai perbedaan-perbedaan secara fisik dan
mentalnya. All children are born peaceably,
so keep their peaceful in order reach the world peace.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar, Pokoknya Rekayasa Literasi, Bandung:
Kiblat, 2012.
Nggermanto, Agus, Quantum Quotient, Bandung: Nuansa, 2001.
Hernowo, Quantum Reading,
Bandung: Penerbit MLC, 2003.
http://interfidei.or.id/index.php?page=article&id=1 diakses pada hari Senin 24 Februari 2014 pukul 19.50 WIB
http://kammithoriqbinziyad.blogspot.com/2013/05/liberalisasi-pendidikan-ataukah.html diakses pada hari Senin 24 Februari 2014 pukul 20.05 WIB
http://uin-suka.ac.id/index.php/page/berita/detail/614/kebijakan-kurikulum-sekolah-dapat-mengharmoniskan-kembali-relasi-sosial-siswa-beda-agama-dan-etnik-di-ambon diakses pada hari Senin 24 Februari 2014 pukul 20.17 WIB
http://terjemah-lirik-lagu-barat.blogspot.com/2011/10/imagine-john-lennon.html diakses pada hari Rabu 26 Februari 2014pukul 15.00 WIB


Subscribe to:
Post Comments (Atom)