Thursday, February 27, 2014

Horison Perdamaian


Horison Perdamaian
By. Mahromul Fadlillah


Jagat raya adalah sesuatu yang belum terpecahkan batasan luasnya oleh para ilmuwan.  Di atas langit masih ada langit, terus begitu, entah dimana ujungnya.  Terdiri dari banyak galaksi, yang di dalam salah salah satu galaksi tersebut terdapat suatu dunia berpenghunikan makhluk yang disebut manusia, dunia itu bernamakan planet bumi.  Bumi bukanlah satu-satunya tempat yang ada di jagat raya ini, Bumi hanyalah salah satu benda bulat pepat yang berotasi dan berevolusi pada suatu garis edar berbentuk elips.  Bumi ditemani planet-planet seperti Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, dan Uranus.  Apakah Bumi berhubungan dengan planet lainnya? Atau bahkan Bumi dan planet lainnya berjalan sendiri-sendiri tak ada hubungan apapun? 
Para ilmuwan, fisikawan, ahli astronomi dan peneliti-peneliti terus meneliti dan menghasilkan pengetahuan yang dapat dikonsumsi oleh orang biasa sekalipun.
Bumi beserta benda langit lainnya mempunyai daya tarik menarik, semua yang ada di jagat raya ini berhubungan tarik menarik demi menjaga keseimbangan alam semesta.  Jika ada satu bintang menghilang maka keseimbangan alam semesta akan terganggu dan akan terjadi hal yang tak diharapkan. Sekarang, alam semesta masih terjaga keharmonisannya, setiap partikel menempati posisinya masing-masing.  Beredar sesuai orbitnya, dan belum ada yang berani untuk merubah tempat satu partikel dengan partikel yang lainnya sebagai usaha untuk menjaga keharmonisan alam semesta.
Bicara tentang keharmonisan,  adalah bicara tentang keindahan hidup dari banyaknya perbedaan yang dapat berjalan seiringan, penuh rasa kasih sayang.  Sekarang, di bumi ini ada banyak sekali perbedaan.  Segala sesuatunya berbeda, entah bagaimana perbedaan itu diciptakan yang terpenting adalah sikap sadar atas perbedaan itu dan berusaha menjaga keharmonisan alam semesta.  Manusia sebagai makhluk utama Bumi dijadikan sebagai aktor utama juga dalam panggung kehidupan di atas bumi di bawah langit ini.  Kewajiban dan tugas manusia menjadi sorotan utama dalam plot maju berskenariokan script otodidak yang tak dapat dihapal dan tak mempunyai teks fisik.
Semua aspek kehidupan di muka Bumi ini adalah mengandung perbedaan.  Politik, ekonomi, budaya, sosial, kebudayaan, pendidikan, keagamaan, dan lain-lainnya.  Perbedaan itulah yang menyebabkan timbulnya masalah, masalah adalah suatu titik awal di atas kertas putih yang nantinya diteruskan dengan coretan-coretan lain.  Bagus tidaknya coretan-coretan tersebut ditentukan dari penilaian keseluruhannya, penilaian hasil akhir gambar.  Acapkali banyak coretan-coretan tak beraturan yang menjadikan gambar hancur tak berbentuk seperti semestinya.
Kenyataan di aspek sosial pendidikan, masalah terjadi berulang seperti tawuran pelajar , bentrokan pemuda dan bentuk lain dari radikalisme di seluruh Indonesia adalah indikasi dari penyakit sosial, yaitu kurangnya semata-mata kepekaan dan rasa hormat terhadap orang lain dari kelompok yang berbeda.  Jika perpecahan dan tak saling hormat disebabkan karena adanya perbedaan, haruskah kita membumi hanguskan tiap perbedaan dan menjadikan dunia ini satu faham seperti yang tersyair dalam lirik lagunya The Beatles dengan judul imagine.
imajine there's no heaven
Bayangkanlah tak ada surga
It's easy if you try
Mudah jika kau mau berusaha
No hell below us
Tak ada neraka di bawah kita
Above us only sky
Di atas kita hanya ada langit
Imagine all the people
Bayangkanlah semua orang
Living for today...
Hidup hanya hari ini...

imajine there's no countries
Bayangkanlah tak ada negara
It isnt hard to do
Tidak sulit melakukannya
Nothing to kill or die for
Tak ada alasan untuk membunuh dan terbunuh
No religion too
Juga tak ada agama
Imagine all the people
Bayangkan semua orang
Living life in peace...
Menjalani hidup dalam damai...

Imagine no possesions
Bayangkan tak ada harta benda
I wonder if you can
Aku ragu apakah kau mampu
No need for greed or hunger
Tak perlu rakus atau lapar
A brotherhood of man
Persaudaraan manusia
Imagine all the people
Bayangkan semua orang
Sharing all the world...
Berbagi dunia ini

You may say Im a dreamer
Mungkin kau kan berkata aku seorang pemimpi
But Im not the only one
Namun aku bukanlah satu-satunya
I hope some day you'll join us
Kuharap suatu saat kau kan bergabung dengan kami
And the world will live as one
Dan dunia akan bersatu

Jika kita bersengketa karena perbedaan.  Yakinkah bila kita akan selalu harmonis dalam persamaan? Akankah kita mencapai keharmonisan jika semua manusia menjadi kaya raya? Lantas siapa yang akan menjadi petani penyedia bahan-bahan makanan penyumbang energi penyambung nyawa?  Actually, we are united in our differences.
Negara Indonesia dikenal oleh seluruh dunia mempunyai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 yang menjadi dasar Negara, Bhineka Tunggal Ika yang mempunyai arti, biar berbeda-beda tetapi tetap satu jua, namun apa yang terjadi sekarang ini? rasa ke Bhinekaan itu sudah mulai luntur, hilang ditelan oleh arus globalisasi. Persoalan dan masalah-masalah mutu pendidikan yang tidak bagus, mental dari para pemimpin bangsa kita yang korupsi, mementingkan kepentingan pribadi dan golongan, masalah sosial seperti sedikitnya lowongan kerja, menumpuknya angka pengangguran, mengakibatkan rasa kebangsaan, rasa kebersamaan, gotong-royong, rasa simpati dan rasa tidak membeda-bedakan Agama, Suku dan Ras semakin lama semakin terkikis.
Pendidikan kita saat ini gagal untuk memberikan para siswa dengan kompetensi wacana sipil. Sebagian besar politisi dan birokrat telah datang ke kekuasaan karena pendidikan yang telah diperoleh oleh mereka. Sayangnya, banyak dari mereka tidak memiliki kompetensi tersebut.  Masih segar dalam ingatan kita adalah insiden memalukan pada tahun 2010 , ketika anggota parlemen saling bertukar kata-kata kasar dengan cara tidak sopan dalam sidang yang disiarkan langsung di seluruh negeri.
Pendidikan bukanlah hanya untuk mendapatkan ijazah, mendapat pekerjaan yang layak, menjadi kaya raya, dan kemudian menjadikan hati manusia tinggi seperti tiang listrik, sombong atas apa yang telah diraihnya, merasa sempurna hidupnya lantas menganggap yang lain berbeda dan salah.  Manusia tidaklah sempurna sebelum ia bisa menggapai langit yang tak bersekat, yang tak berujung.  Seperti yang diungkapkan Maria Popova “Perfection is like chasing horizon, keep moving.
Pada menyelesaikan pendidikan formal, siswa memasuki dunia di mana kemampuan untuk menjaga hubungan baik sangat penting untuk keberhasilan individu. Sebaliknya, ketidakmampuan untuk menjaga hubungan baik dapat merugikan individu dan dapat menyebabkan konflik sosial dalam suatu masyarakat tertentu.  Bukti kejadian tersebut sangat banyak, seperti konflik antar etnis dan agama besar yang terjadi di daerah Sambas (2008), Ambon (2009), Papua (2010) dan Singkawang (2010) hanya menyebutkan beberapa. Tanpa mengambil langkah yang tepat, konflik seperti itu akan terulang kembali.
Drs. Adam Latuconsina (45 tahun) mengatakan, konflik sosial yang terjadi di Kota Ambon tahun 1999-2002, telah mengkonstruksi relasi sosial masyarakat dalam kategori-kategori agama dan etnik yang terbatas. Hal ini berdampak pula pada relasi sosial antar siswa di sekolah-sekolah di Ambon. Sebagai ilustrasi, sekolah-sekolah yang mayoritas siswanya beragama Islam, para siswanya menjadi intens relasinya berdasarkan kesamaan etnis. Meskipun agama siswa-siswanya mayoritas Islam, hubungan mereka menjadi kurang harmonis jika beda etnis. Ini berarti, perubahan relasi sosial terlihat, dengan munculnya fanatisme kedaerahan. Sementara sekolah-sekolah yang mayoritas siswanya kristen, relasi antar siswa seagama menjadi sangat erat, sementara hubungan siswa antara etnis merenggang. Artinya ada perubahan berdasarkan fanatisme agama. Sedangkan sekolah-sekolah perbatasan, hubungan sosial siswa tidak terpengaruh. Mereka tetap memiliki sikap toleransi yang tinggi dalam melakukan interaksi antar siswa yang berbeda agama maupun beda etnis. Untuk memulihkan dampak konflik sosial di Ambon itu, sekolah-sekolah di Ambon mengambil kebijakan kurikulum tersendiri, agar tercipta kembali relasi sosial siswa di ruang publik yang bertoleransi tinggi, yang akan berimbas juga pada terciptanya kembali relasi sosial yang bertorelansi di kalangan masyarakat luas beda agama dan beda etnik di kota Ambon, seperti sebelum terjadinya konflik.
Sekolah menjadi ruang publik yang efektif bagi proses interaksi dan terciptanya dialog yang lebih intens, sehingga lebih mudah mebangun sikap saling menghargai yang mengarah pada penerimaan kelompok-kelompok beda agama dan etnis. Jika dikondisikan dengan baik melalui kebijakan kurikulum, akan mempercepat pulihnya relasi sosial di Ambon pasca konflik.
Studi Aprilliaswati mengajarkan kepada kita bahwa yang harus dikembangkan pendidikan bukan hanya penalaran ilmiah, tetapi juga wacana sipil positif. Penalaran ilmiah sangat diperlukan dalam mengembangkan warga intelektual, sedangkan kompetensi wacana sipil sangat penting untuk menciptakan warga negara yang beradab.  Inilah pondasi keharmonisan perbedaan, berasal dari “Classroom Discourse”.
Pendidikan di sekolah-sekolah lebih memfokuskan kepada intelektual siswa-siswinya, terbukti dari porsi pembelajarannya.  Mereka banyak dijadwalkan dengan mata pelajaran yang materinya berhubungan dengan asupan gizi untuk perkembangan IQ (Intellegence Quotient).  Mayoritas sekolah atau perusahaan pasti pernah mengadakan test IQ sebagai tolak ukur untuk siswa-siswinya ataupun untuk karyawan-karyawatinya.  Tapi jarang yang mengadakan test EQ ataupun SQ.
“Gay Hendrick, phD dan Kate Ludeman, phD adalah konsultan manajemen senior.  Keduanya mengadakan sebuah penelitian dari 800-an manager perusahaan yang mereka tangani selama 25 tahun.  Kesimpulannya mengejutkan: “Apabila anda hendak mencari orang-orang suci sejati, Anda tidak akan menemukannya di katedral-katedral; namun Anda akan menemukannya di korporasi-korporasi besar yang sukses.  Hasil interview kami menunjukkan, pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, dan memiliki spiritual yang dogmatis, selalu mengupayakan yang terbaik bagi mereka sendiri maupun bagi orang lain.  Para pemimpin yang sukses lebih mengamalkan nilai-nilai ruhaniyah (baca pula” nilai-nilai sufistik) ketimbang orang lain.
“Bob Galvin bercerita tentang ayahnya –pendiri Motorola- , ia berkata, “Suatu ketika Ayah melihat pada sebarisan karyawan perempuan dan berfikir, “Mereka seperti ibu saya sendiri –mereka memiliki anak-anak, rumah yang harus dijaga, dan orang-orang yang membutuhkan mereka.”  Hal ini memotivasinya untuk bekerja keras agar bisa memberi mereka sebuah kehidupan yang lebih baik karena ia melihat ibunya dalam diri seluruh karyawan perempuan itu.  Begitulah bagaimana itu semua dimulai,...”
Hasil riset Gay Hendrik dan kate Ludeman maupun cerita Bob Galvin tersebut sesuai dengan hasil-hasil riset terakhir mengenai kecerdasan manusia, terutama adalah karya monumental Daniel Goleman, Emotional Intelligence.  Konsep yang diajukan oleh Howard Gardner mengenai multiple intelligence.  Kesuksesan manusia, dan juga kebahagiaannya, ternyata lebih terkait dengan beberapa jenis kecerdasan selain IQ.
Setidaknya 75% kesuksesan manusia lebih ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.  Dan hanya 4% yang ditentukan oleh IQ-nya.  Daniel Goleman memperinci aspek-aspek kecerdasan emosional manusia menjadi kecakapan pribadi dan kecakapan sosial.  Kecakapan pribadi terdiri atas tiga faktor, yakni kesadaran diri, pengaturan diri dan motivasi.  Kecakapan sosial terdiri dari dua faktor, yakni empati dan ketrampilan sosial.
Selain kecerdasan emosial, ada juga kecerdasan spiritual.  Untuk seorang penganut agama yang baik, mereka pasti dengan mudah memahami aspek-aspek kecerdasan spiritual dalam penghayatan maupun pengamalan agama mereka.  Terinspirasi oleh visi, kemampuan untuk melihat kesatuan dalam keragaman, kemampuan untuk mentransformasikan derita menjadi bahagia, adalah hal-hal yang memang yang memang dapat dicapai relatif lebih mudah dengan melalui pengamalan agama yang benar.  Dengan itu diharapkan seseorang yang religius lebih cerdas secara spiritual daripada orang yang tidak religius.  Dengan munculnya konsep kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritual  (dan kecerdasan-kecerdasan lain), runtuhlah legenda IQ yang menitikberatkan kemampuan intelek manusia pada satu dimensi angka.  Intelek manusia mempunyai dimensi-dimensi yang tak terhingga, merupakan samudera yang memiliki banyak mutiara yang belum ditemukan. 
Kecerdasan Intelektual (IQ) adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika, dan rasio seseorang. (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memberi makna pada apa yang di hadapi dalam kehidupan, spiritual berhubungan dengan Tuhan, sehingga seseorang akan memiliki fleksibilitas dalam menghadapi persoalan dimasyarakat.
Tips Meningkatkan IQ Makan secara teratur, serta makan makanan yang banyak mengandung nutrisi untuk kesehatan otak. Istirahat cukup. Motivasi diri untuk selalu optimis dan hilangkan rasa malas. selalu berpikir positif. kembangkan keterampilan otak dengan kegiatan puzzle, tebak kata, teka teki silang, dll. batasi waktu yang tidak berguna, misalnya bermain secara berlebih. Tips Meningkatkan EQ pahami dan rasakan perasaan diri sendiri selalu mendidik diri agar dapat bertahan dalam situasi sulit hadapi dunia luar tanpa rasa takut berusaha untuk memecahkan masalah sendiri tumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan untuk bangkit dari kegagalan tanamkan rasa hormat pada orang lain, kerja sama dan semangat kerja tim. jangan menilai atau mengubah perasaan terlalu cepat hubungkan perasaan dengan pikiran.  Tips Meningkatkan SQ seringlah melakukan mawas diri dan perenungan mengenai diri sendiri, kaitan hubungan dengan orang lain, serta peristiwa yang dihadapi. kenali tujuan, tanggungjawab dan kewajiban hidup kita . tumbuhkan kepedulian, kasih sayang dan kedamaian. ambil hikmah dari segala perubahan didalam kehidupan sebagai jalan untuk meningkatkan mutu kehidupan. kembangkan tim kerja dan kemitraan yang saling asah-asih-asuh. belajar mempunyai rasa rendah hati dihadapan TUHAN dan sesama manusia
Dalam pengaturan multikultural , siswa berasal dari latar belakang etnis, agama dan sosial yang berbeda dan pola pikir mereka dominan dibentuk oleh latar belakang mereka. Program sekolah harus sengaja memfasilitasi interaksi rekan untuk mengembangkan wacana sipil positif.  Indikator wacana sipil termasuk mendengarkan penuh perhatian, menyumbangkan ide-ide atau pendapat, mengajukan pertanyaan, menyatakan kesepakatan dan ketidaksepakatan, dan mencapai kompromi dengan cara yang hormat.
Dalam kacamata multikulturalisme, kewajiban bagi setiap siswa untuk mengikuti salah satu dari lima macam pendidikan agama, bagi para penganut agama dan kepecayaan di luar agama resmi adalah memutus generasi penerus penganut agama dan kepercayaan tersebut. Dampak dari pendidikan agama yang dibatasi berdasarkan agama yang dianggap resmi oleh pemerintah ini terasa setelah beberapa generasi. Namun hingga saat ini belum ada pihak penganut agama yang termarjinalkan secara sistematis mempersoalkan pelajaran agama yang pada masa pemerintahan Soeharto menjadi salah satu syarat kenaikan kelas.
Saat ini ketika generasi yang mengalami pendidikan agama yang memisahkan siswa karena berbeda agama telah menjadi dewasa, sekat antar anggota masyarakat pun makin terasa. Para orang tua yang tidak puas dengan pendidikan agama di sekolah yang dua jam mengirim anak-anaknya ke sekolah terpadu yang jam pelajaran agamanya jauh lebih banyak. Anak-anak makin berkurang pengalaman bermainnya dan berkurang juga kesempatan bertemu dan mengalami kebersamaan dengan orang-orang yang berbeda.
Pendidikan agama yang dibutuhkan dalam masyarakat multikultur adalah pendidikan agama yang senantiasa menghadirkan kehidupan yang penuh keragaman, baik latar belakang manusia maupun keragaman sudut pandang. Untuk itu pelajaran agama sebaiknya berbasis pengalaman akan memecah kebekuan ajaran agama yang tertutup dan tidak melihat realitas secara hitam putih. Di sekolah yang melakukan pemisahan siswa beda agama pada jam pelajaran agama perlu ada antisipasi agar pemisahan tidak berpengaruh buruk pada rasa aman dan nyaman dengan penganut agama yang berbeda. Hilangnya rasa aman dan nyaman akan merusak saling percaya antar anggota masyarakat yang mana saling percaya ini merupakan modal sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama yang adil dan beradab.
Pelajaran agama untuk siswa dari beragam agama bisa dilakukan dengan saling berbagi pengalaman penghayatan keimanan, berbagi informasi dan pengetahuan siswa tentang agamanya. Cara belajar seperti ini mendorong siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab dalam mendalami agamanya dan pada saat bersamaan membiasakan sikap hormat dan simpati bagi penganut agama yang berbeda.  Oleh karena itu Profesor Chaedar menyarankan agar mempromosikan interaksi sebaya, interaksi ini harus dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan rutin kelas. Siswa harus diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan satu sama lain melalui tugas-tugas kelompok untuk berlatih mendengarkan penuh perhatian, berdebat hormat dan suara mengorbankan untuk mempersiapkan mereka untuk hidup sebagai anggota fungsional dari suatu masyarakat yang demokratis.
 All children are born geniouses” (seluruh anak dilahirkan sebagai genius).  Baik genius secara logis, genius secara emosional, maupun genius secara spiritual.  Setiap bayi mempunyai potensi untuk menjadi Einstein, menjadi Galvin ataupun menjadi seorang Rumi.  Setiap bayi mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin bak Nabi Musa a.s.  ataupun penyingkap rahasia ilahiyah bak Khaidir a.s.  Bayi adalah benih unggul yang akan tumbuh menjadi seorang anak-anak.  Ketika masih kanak-kanak, kita menyerap semua pengalaman dengan penuh semangat dan penuh warna, membuat pengalaman masa kecil terasa begitu mengesankan dan lekat”(Stephanie Merritt).  Oleh karena itu, taburlah kebiasaan untuk menuai karakter dengan cara menyeimbangkan kecerdasan IQ, EQ, dan SQ nya.  Beri pengalaman-pengalaman di masa kecilnya salah satunya dengan memberikan wacana yang berkualitas.  Wacana yang berkualitas bukanlah wacana karya penulis ternama, namun wacana yang berkualitas adalah yang mengandung unsur hipnotis melakukan suatu kebaikan.  Terdapat koda (hikmah) di balik wacana yang dibaca, wacananya bukan hanya dibaca perindividu, namun menyebabkan adanya interaksi dengan sesama teman.
Liberalisasi pendidikan merupakan salah satu aliran dalam pendidikan dewasa ini yang mulai menjadi mindset berfikir dalam memahami makna dari pendidikan itu sendiri baik dikaji dari makna filosofosnya maupun makna normatifnya.  Pendidikan liberal dapat menjadi cara lanjutan setelah siswa diberi arahan mencapai keharmonisan antar teman (yang berbeda) melalui wacana kelas.  Pendidikan liberal mengajari mahasiswa untuk menjadi pendengar yang baik dialog antarpemikir ulung yang memiliki pikiran hebat dalam sejarah peradaban manusia lewat buku-buku agung (The Great Books).
Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia, kemudian kejahatan-kejahatan seperti korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, dan penipuan.  Diyakini karena masa kecil pelaku keburukan kurang didasari oleh sesuatu hal yang berkaitan dengan kepribadian mereka.  Pondasi hati kecil mereka tak kuat menahan zaman edan sekarang ini.  EQ dan SQ dikesampingkan mungkin terlupakan perkembangannya.  Prestasi anak Indonesia membuat prihatin para pemikir pendidikan, kurikulum diubah dari waktu ke waktu.  Moral menjadi fokus utama dalam konflik-konflik yang terjadi sekarang.
Sedikit demi sedikit, para pemikir pendidikan menyumbangkan pendapatnya agar Bangsa Indonesia bisa menjadi lebih baik lagi.  Wacana kelas dengan tujuan mengharmonisasikan siswa beda etnis dan agama disarankan untuk diterapkan pada sekolah tingkat dasar agar mereka lebih bisa menghargai keanekaragaman di sekelilingnya.  Kurikulum 2013 juga memberikan perhatian yang lebih pada sikap, empat kompetensi intinya adalah tentang sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.  Ini bertujuan untuk memperbaiki moral bangsa yang memprihatinkan.   Pendidikan liberasi pun banyak diterapkan, memayungi pendidikan kognitif, moral, dan emosi.  Prinsip-prinsip yang ditanamkan pendidikan liberal adalah bertujuan agar para lulusan siap menghadapi perubahan dunia.
Kebijakan-kebijakan pendidikan seharusnya membantu siswa dalam menyeimbangkan kecerdasannya, yakni kecerdasan IQ, EQ, maupun SQ nya.  Kecerdasan ini bisa berkembang jika manusia secara sadar membuka pikiran, tangan, dan hatinya untuk seseorang dan sesuatu yang baru.  Bagaimanapun sistem pengajarannya, tak seharusnya menutup mata pada sesuatu yang tak dapat dilihat dan diukur.  Harapan menjadi bangsa yang harmonis akan dapat tercapai jiga manusia yang beranekaragam dapat menghargai perbedaan-perbedaan secara fisik dan mentalnya.   All children are born peaceably, so keep their peaceful in order reach the world peace.


DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar, Pokoknya Rekayasa Literasi, Bandung: Kiblat, 2012.
Nggermanto, Agus, Quantum Quotient, Bandung: Nuansa, 2001.
Hernowo, Quantum Reading,  Bandung: Penerbit MLC, 2003.
http://interfidei.or.id/index.php?page=article&id=1 diakses pada hari Senin 24 Februari 2014 pukul 19.50 WIB
http://kammithoriqbinziyad.blogspot.com/2013/05/liberalisasi-pendidikan-ataukah.html diakses pada hari Senin 24 Februari 2014 pukul 20.05 WIB
http://terjemah-lirik-lagu-barat.blogspot.com/2011/10/imagine-john-lennon.html diakses pada hari Rabu 26 Februari 2014pukul 15.00 WIB



Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment