Sunday, February 16, 2014

Here is it!

Class Review 1
Here is it!
Setelah kurang lebih Satu bulan menghabiskan liburan semester 3 dengan kegiatan dan aktifitas yang moton setiap harinya. Kini tibalah di semester 4 dengan beberapa matakuliah yang mungkin bisa dikataka baru. Beberapa matakuliah semester 4 ini diampu oleh beberapa dosen yang pernah mengajar sebelumnya.  Dari sekian banyak matakuliah di semester 4 ini ada beberapa matakuliah yang sangat cetar (luarbiasa).
Jumat 7 Februari 2014 jam 7:30, itulah dia matakuliah yang tercetar di semester 4 ini yaitu matakuliah writing 4. Alasan saya mengkatagorikan matakuliah writing 4 ini sebagai matakuliah yang tercetar di semestr 4 ini ialah karena pengampu atau dosen yang mengajar matakuliah ini merupakan dosen yang sangat luar biasa. Selain itu, pada mata kuliah writing 4 ini pastinya akan berbeda dengan matakuliah writing sebelumnya.

Pada hari itu merupakan hari pertama matakuliah writing 4. Mr. Lala Bumela selaku dosen matakuliah writing 4 pada pertemuan pertama ini mengisinya dengan menjelaskan tentang kontrak belajar serta memperkenalkan kembali matakuliah writing dan juga memberi arahan tentang matakuliah writing 4 ini. Dalam kontrak belajar, beliau Mr. Lala Bumela memberikan peraturan dan standarisasi yang berbeda dengan matakuliah writing sebelumnya yang pernah beliau ampu seperti writing 2 di semester 2 silam.
Dalam kontrak belajarnya, beliau memberikan penilayan sebagai berikut. Yang pertama tugas rumah terbaik berupa class review dan chapter review bernilai 20%. Yang kedua tiga progress tes berupa 2 critical review terbaik dan satu argumentative essay berbobot 30%. Selanjutnya individual presentaton selama 2 menit berupa argumentative essay berbobot 20%. Selanjutnya blogging mempostingkan tugas rumah setelah pertemuan beliau dan bobotnya 10%. Dan yang terakhir ujian akhir semester berbobot 20%. Pada semester 4 ini Mr. Lala bumela memberikan ketentuan yang berbeda dalam passport ( Buku yang harus diisi sebagai persyaratan mengikuti matakuliah tersebut) Yaitu class review minimal 5 halaman dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dan Chapter review minimal 10 halaman ditulis hanya dengan menggunakan bahasa indonesia. Selain itu dalam kontrak belajar selengkapnya beliau telah menuliskan dalam silabus yang telah beiau berikan.
Dalam slidenya beliau mengapresiasi PBI-D pada semester kemarin dalam mata kuliah English Phonology dengan predikat kelas terbaik. Beliau mengharapkan dengan peringkat tersebut kelas PBI-D tidak puas dan terus berusaha untuk meningkatkan prestasinya serta bisa dijadikan contoh bagi kelas yang lain.
Pada kesepatan itu Mr. Lala Bumela juga mengatakan bahwa banyak hal yang berbeda pada matakuliah writing 4 ini. Sesuatu yang berbeda tersebut diantaranya: pada matakuliah writing 4 ini kita diharuskan menuliskan class review dan chapter review dalam satu blog kelas. Harapan beliau dengan menuliskan semua tulisan karya mahasiswanya dalam blog adalah untuk menunjukan bahwa anak PBI di IAIN Syekh Nurjati Cirebon sudah bisa dan biasa menulis dengan baik dan menjaga karya karya tersebut erta menunjukanya kepada siapapun di masa yang akan datang bahwa mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon telah menulis sejak dahulu.
Selain itu Mr. Lala Bumela menerangkan bahwa pada matakuliah writing 4 ini akan bergerak berbeda dengan matakuliah writing sebelumnya. Jika pada matakuliah writing yang pernah beliau ampu di semester 2 lalu membahas dan membuat karangan dalam jenis-jenis teks yang seperti pada umumnya. Maka pada kesempatan ini semester 4 di mata kuliah writing 4 ini kita akan bergerak dalam daerah jurnal yang kajiannya lebih serius dibandingkan dengan sebelumnya.
Di semester 4 ini, dalam matakuliah writing 4 kita akan membahas akademik writing. Menulis akademik wraiting sangat penting dan menulis akademik writing juga merupakan suatu hal yang harus dilakukan dalam program akademik kita. Akademik writing mungkin memiliki nama-nama yang berbeda dalam tugas-tugasnya seperti essay, makalah, makalah penelitian,argumentative paper/essay, makalah analisis/essay, informative essay, position peper. Tetapi pada dasarnya semua tugas ini memiliki tujuan dan tugas yang sama.
Mungkin kita akan bertanya, mengapa kita harus mempelajari akademik writing?. Pada dasarnya banyak mahasiswa menulis makalah akademik dan hal tersebut terasa seperti sebuah siksaan bagi mahasiswa. Biasanya kebanyakan mahasiswa menulis dengan menyiksa diri menunggu sampai menit-menit terakhir untuk menulis karya tulis mereka dan tanpa mengetahui apa yang mereka lakukan.
Sbenarnya karyatulis itu bukan untuk dijadikan sebuah siksaan. Dengan adanya akademik writing itu akan mendukung kita dan menjadikannya sebuah kesempatan untuk mengexplor sesuatu yang menarik dari program kita. Dalam akademik writing kita diberikan kebebasan untuk  memilih topik untuk mengexpesikan ide kita dan membuat audiens dan pembaca tertarik terhadap apa yang kita fikirkan.
Di dalam akademik writing kita akan memulainya dengan sebuah pertanyaan yang bagus. Setelah itu kita akan menemukan dan menganalisa untuk menjawab permasalahan tersebut, dan menjawabnya dengan jawaban yang terbak untuk mendiskusikan makalah makalah tersebut. Makalah tersebut merupakan hasil berfikir atau pemikiran dab temuan yang membenarkan jawaban dalam sebuh topik masalah yang sebelumnya kita dapatkan dengan logika dan bukti. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan dari akademik writing adalah bukan untuk menunjukan apapun atau semua yang kita tahu tentang topik, tetapi untuk menunjukan bahwa kita dapat berfikir kritis tentang topik yang kita bahas dan itu adalah nilai baik yang kita dapatkan.
Kesimpulan dari class review pertama ini adalah yang pertama mengenai apa yang kita akan pelajari di writing 4 ini. Yang kedua tentang kontrak belajar yang sudah ada dalam silabus. Dan yang terakhir mengenai akademik writing yang mana akademik writing bertujuan bukan untuk menunjukan apapun atau semua yang kita tahu tentang topik, tetapi untuk menunjukan bahwa kita dapat berfikir kritis tentang topik yang kita bahas dan itu adalah nilai baik yang kita dapatkan.



Appetizer
Bukan Bangsa Penulis

Surat Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Nomor 152/E/T/2012,tertangal 27 Januari 2012 kepada para rektor, ketua, direktur pergurun tinggi negri dan suasta di seluruh Indonesia tentang karya ilmiah telah memicu pro dan kontra di lingkungan kampus sejalan dengan sudut pandang dan peran masing-masing. Asosiasi perguruan tinggi suasta (Aptisi) Terang terangan memboikot aturan tersebut.
Dirjen Pendidikan Tinggi adalah orang pertama yang paling bertanggung jawab mengawal publikasi ilmiah di kalangan perguruan tinggi. Wajar jika ia jengkel karena mayoritas sarjana lulusan PT kita tidak bisa menulis. Bahkan paradosennya pun mayoritas tidak bisa menulis.
Menurut Dirjen pada saat sekarang jumlah karya ilmiah Perguruan Tinggi Indonesia secara total masih rendah jika dibandingkan dengan negara Malaysia. Yakni sekitar sepertujuh. Untuk mengimbagi Malaysia mestinya kita mampu menerbitkan buku 10 kali lipat, yaitu 80 ribu juta pertahun.
Direktur Jendral Pendidikan telah menghimbau bahwa sanya kemampuan menulis artikel jurnal adalah literasi tingkat tinggi. Yakni kemampuan mereproduksi ilmu pengetahuan. Selama ini keluusan mahasiswa harus menulis skripsi, tesis atau disertasi dengan kekhasan bidang studi masing-masing.tradisi penelitian dan pelaporan ilmu alamiah tidakboleh dipaksa terapkan pada ilmu humaniora. Demikian sebaliknya pemaksaan demikian adalah arogansi akademik dan pelecehan terhadap epistemologi keilmuan.
Sebagai bahan perbandingan semua perkuliahan di Perguruan Tinggi di AS memaksa mahasiswa banyak menulis essay seperti laporan observasi, ringkasan bab, review buku, dan sebagainya. Tugas-tugas itu selalu dikembangkan dengan komentar kritis dari dosen, sehingga nalar dan argumen tulisan mahasiswa betul-betul terasah. Karena itu ,lalu dikembangkan dengan komentar kritis dari dosen, sehingga nalar dan argumen tulisan mahasiswa betul-betul terasah. Karena itu, tidak ada keharusan menulis tesis, skripsi, apalagi artikel jurnal.
Penelitian Krashen (1984) di PT AS menunjukan para penulis produktif dewasa adalah mereka semasa waktu SMAnya antara lain, banyak membaca karya sastra. Sehingga harus ada pembenahan baca-tulis yang benar di tingkat SMA. Sehingga seharusnya kini di Indonesia untuk menyiapkan ilmuan dan peneliti yang produktif menulis, para siswa harus dipaksa jatuh cinta pada karya sastra.
Mewajibkan menulis artikel jurnal untuk kelulusan S-1 dan S-2 rasanya tidak tepat sebab di akhir program akan menyebabkan penumpukan mahasiswa. Yang realistis adalah mewajibkan para dosen setiap tahun artkel jurnal atau buku teks.
Dari rangkuman artikel “Bukan Bangsa Penulis” di atas dapat di simpulkan bahwa, seharusnya pemerintah ataupun Perguruan Tinggi tidak harus mewajibkan mahasiswa di Perguruan Tinggi untuk membut jurnal sebagai syarat kelulusan. Tetapi sebaiknya bagi mahasiswa di Perguruan Tinggi harus membiasakan untuk menulis essay seperti laporan observasi, ringkasan bab, review buku, dan sebagainya.
Dari artikel diatas saya setuju atas apa yang di paparkan oleh prof. Chaedar. Karena jika kita mengikuti apa yang dikatakan Dirjen Pendidikan mengenai pempublikasian jurnal ilmiah dan kelulusan bergantung kepada karya ilmiah tersebut maka akan dilnilai tidak realistis dengan keadaan negara kita yang belum menjadi negara penulis. Pendapat tersebut sejajar dengan artikel yang dilansir oleh Detik.com Jumat, 10 Februari 2012 yang berjudul syarat lulus S-1 dengan menulis jurnal ilmiah dikaji ulang.
Powerful Writers versus the Helpless Reader
Setelah saya menanyakan pertanyaan berikut 40 matematika dan 60 maghasiswa bahasa di sekolah paskasarjana di Bandung: jika anda tidak memahami teks yang anda baca, apa alasannya?
Anda bisa meniru survei informal, dan sangat mungkin anda akan menemukan teman serupa. Hampir 95 pesen siswa saya menyatakan dari mereka sendiri. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak memiliki latarbelakang membaca yang tepat, keahlian penulis sangat tinggi, angka tersebut masih  diluar kapasitas mereka sebagai pelajar mereka. Retorika itu terlalu sulit, atau mereka tidak bisa berkomunikasi ketika membaca.
Respon tersebut menunjukan banyak hal, dengan garis bawah menjadi fatalistik terhadap teks yang diciptakan oleh seorang penulis perkasa untuk mengulang mereka pembaca pasif.
Pembaca kritis percaya bahwa kedua penulis dan pembaca sama-sama bertanggunjawab untuk pembuatan makna. Untuk pertanyaan “Bila anda tidak mengerti teks yang anda baca apa, alasannya?” Pembaca kritis bisa menjawab bahwa penulis tidak cukup kompeten untuk menyampaikan ide ide dan untuk menghibur pembaca.
Pemegang PhD yang baru kembali dari luar negri sering menggunakan buku favorit mereka yang terlalu canggih untuk mahasiswa, sehingga memperlakukannya seolah-olah mereka sudah kandidat doktor. Para siswa kemudian kewalahan dengan bahan di luar zona mereka kedekatan kognitif dan keyataan.
Dari rangkuman teks diatas dapat disimpulkan bahwa banyak pembaca yang menganggap bahwa teks yang dibaca itu lebih unggul daripada pembaca takberdaya. Serta pemegang PhD dari luarnegri bangga dengan buku teks yang mereka bawa dari luar negri yang canggih padahal pada dasarnya para siswa kewalahan dengan bahan di luar zona mereka.

Learning and Teaching Process: More about readers and writers
Sebagai seorang yang telah berkenalan dengan belajar dan mengajar di Indonesia selama selama lebih dari 40 tahun, chaedar Alwasilah di artikel pawerfull pembaca terhadap pembaca takberdaya ( The Jakarta Post 14 Januari ) melanda beberapa akord.   
Jika sebagai non-Indonesia sekarang saya berani mengexpresikan pendapat yang beresiko memprovokasi kemarahan pembaca Indoneria, sebagai chaedar rupanya lakukan, saya hanya bisa menarik dari penyebab umum bahwa kita semua berbagi tanggung jawabuntuk memikirkan kualitas pemikiran kritis di negara.
Siswa menghadapi kesulitan dalam membaca teks akademis, baik tertulis awalnya dalam bahasa Indonesia atau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia atau disajikan dalam bahasa Inggris. Pasti tidak terbantahkan pengalaman Dr. Chaedar dan saya sendiri dan contoh yang tidak terhitung jumlahnya dari bukti ane jumlahnya dari bukti anekdot mengkonfirmasi hal ini.
Dari artikel diatas dapat disimpulkan bahwa banyak hal yang harus dibenahi untuk menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang aktif menulis di antaranya yaitu dengan mengubah pola pikir yang mengajar hanya mengandalkan menyampaikan kepada siswa teori dan pengetahuan yang telah diperoleh ketika mereka mendapat Phd mereka di luar negri.       




Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment