Sunday, February 16, 2014

Mengenal Akademik Writing


Nama  : Reni Harliani
Class   : PBI-D
Class riview
 Mengenal Akademik Writing
                Pada hari juma’t tanggal 07-02-2014 tepatnya pada pukul 07.30 wib. Di dalam ruang 45 PBI-D, Saya bersama dengan teman-teman duduk menunggu kedatangan seorang dosen yang akan mengajari kami khususnya dalam Mata Kuliah Writing 4 (Menulis).

                 Tidak lama kemudian, datanglah seorang dosen yang kami nanti-nanti yaitu Bapak dosen kebanggan IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang bernama Mr. Lala Bumela M.pd . Beliau adalah bapak dosen yang sangat hebat, selalu membuat kami terpukau, baik dalam segi penyampaian ataupun isi dari sebuah materi yang disampaikan oleh beliau. Sebelumnya, beliau pernah mengajari kami pada waktu kami berada di semester dua dan tiga, ketika semester dua kami belajar writing dua, contohnya kami membuat karya sastra salah satunya adalah yang berjudul  “Littre Red Riding Hood”, kemudian pada waktu semester tiga kami belajar tentang Phonolgy.
                       Selanjutnya pada tahun 2014 ini kami akan membuat sejarah baru dalam hidup kami tentang writing empat, yang tidak kalah hebatnya dengan yang sebelum-sebelumnya, dalam semester 4 (empat) ini  kami akan diajar kembali oleh beliau dalam Mata Kuliah Writing. Begitu juga telah hadir kembali perasan yang  pernah ada ketika semester sebelumnya, ketika sedang mengerjakan sebuah tugas, kita akan mengalami kurang tidur, mata terasa sakit, punggung dan jari-jari tangan terasa pegal, kertas-kertas banyak bertebaran diruangan dan selanjutnya akan banyak bertanya pada teman.
                      Menurut saya pribadi, belajar dan dapat diajari oleh beliau adalah suatu keistimewahan untuk kami, karena beliau mengajarkannya seperti benar-benar mangajak dan membawa kami ke dalam mata kuliahnya, dan kami seakan-akan terhibnotis terjun menyelami  mata kuliah writingnya hingga meresap kedalam kepala. Jadi berkat beliau kami belajarnya tidak hanya sekedar tahu, tapi bisa memperaktekannya atau mengaplikasikannya pada kehidupan kita sehari-hari sebagai mahasiswa, “woW itu keren”.
                     Selanjutnya, dalam semester empat ini kami akan belajar tentang Akademik Writing, setengah semester kami akan membuat artikel critical riview, setengah lagi argumentative essay dan membuat blog. Menulis Akademik  merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu, yang bertujuan agar dapat menghasilkan sebuah karya tulis yang dibuat atau disusun untuk memperoleh sebuah gelar. Menulis Akademik ini harus menggunakan banyak referensi, semakin banyak referensi semakin kuat argumen yang kita buat, dan tidak lupa untuk dikaji dengan teliti bukan lagi gaya menulis seperti khayalan tapi tiap-tiap kesan mempunyai sebab dan keterangan-keterangan tertentu.
Akademik Writing
pertama         I conduction this research in a year.
              (Kalimat diatas haru di ubah agar lebih impersonal, dapat dikatakan bentuknya adalah Passive Voice)
Dan kedua menjadi         This research in a years by conducted.
                     Kita harus tahu bahwa ada jarak antara pendapat kita dengan pendapat orang lain, semakin banyak kita melihat ada pendapat yang berebeda, maka semakin kita dapat melihat pelangi yang indah dibalik itu semua. Penulis tidak boleh melebih-lebihkan sesuatu, karena itu akan menunjukan motif penulis yang mementingkan dirinya sendiri. Penulis akademik itu harus menyampaikan facta secara sistematis atau mengemukakan hukum alam kepada situasi yang spesifik, tidak membuat perandaian dan tidak ada kenyataa-kenyataan yang dapat menimbulkan keraguan. Kemudian mereka yang berbahasa inggris sebagai bahasa pertama, kemampuan menulis secara efektif adalah sesuatu yang membutuhkan exensive dan khusus intruksi(hylan 2003:2004). Untuk membantu guru bahasa menjadi guru menulis, kita harus memberikan motivasi dan sering mengajari mereka untuk membuat essay, pengembangan bahan pengajaran untuk kelas menulis harus secara bertahap mulai membuat sesuatu yang mudah hingga yang sulit sekalipun. Sehingga akan terasah membuat tulisanya dan jadilah guru bahasa menjadi guru menulis.
                     Seorang guru yang kuat adalah reflektif dan refresi, dan membutuhkan pengetahuan untuk bersentuhan langsung dengan kegiatan didalam kelas untuk penelitian teori yang relavan, sebuah pengingat sederhana melibatkan untuk menyusun keterampilan dan pengetahuan tentang teks, konten dan pembaca. Sipat penulis yang baik adalah seorang pembaca yang baik, dimana dia dapat menganalisis pada sebuah bacaan dan memahaminya. Meneliti bagaimana teori-teori penulisan dan pelajaran telah berevolusi, jadi setelah membaca penulis itu tidak dibiarkan begitu saja, tetapi setelah membaca kita harus menulis kembali, merefleksikan imajinasi kita.




















Appetizer Essay
Bingkai Para Sarjana yang Mencekik Karya Ilmiah dalam Perguruan Tinggi Tanah Air Indonesia
                     Kali ini saya akan mengupas sebuah buku yang berjudul “Pokoknya Rekayasa Literasi” secara tajam dan terpercaya, yang telah diterbitkan oleh A. Chaedar Alwasiah (pikiran rakyat, 28 februari 2012) mengenai seputar kondisi karya ilmiah dalam sebuah perguruan tinggi. Nampak terlihat begitu sangat jelas bahwa beliau mengkritik para sarjana lulusan perguruan Tinggi ditanah air tercinta ini yaitu Indonesia, bahwa sebagian besar penduduk Indonesia yang berstatus lulusan dari sarjana perguruan Tinggi tidak bisa menulis. Bahkan yang lebih teragisnya lagi adalah para dosennyapun mayoritas tidak bisa menulis. Dengan didukung adanya bukti yang menunjukan sebuah data minimnya jumlah karya ilmiah yang diterbitkkan oleh para sarjana. Kurangnya akan dorongan dari dosen dan paksaan, selain itu  karya tulis jurnal ilmiah tidak berkekuatan hukum, inilah yang memicu terjadinya muncul sebuah konplik dalam permasalahan ini. Disamping itu juga Kemendikbud memperlunak kebijakan karya ilmiah sebagai syarat lulus sarjana, syarat ini tidak berkekuatan hukum. Yang jelas menulis karya ilmiah merupaka kesadaran dari sarjana perguruan tinggi, menulis karya ilmiah itu sebenarnya tugas dari sarjana perguruan  tinggi, sudah seharusnya sarjana itu bisa menulis. Tapi disini beliau mengatakan jika calon sarjana yang tidak membuat makalah ilmiah, pihaknya tidak akan memeberi sanksi hukum, ini lebih pada nilai-nilai akademis, nilai akademis lebih kokoh dari sanksi hukum. Dan ini membuat semakin lemahnya untuk memperbanyak karya ilmiah dan semakin jauh untuk menjangkau ketertinggalan kita, pemerintahnya saja seperti tidak mempedulikan dengan ada atau tidak adanya kehadiran sebuah karya ilmiah. Oleh karen itu A. Chedar Alwasilah tidak boleh menyalahkan sepenuhnya begitu saja kepada para sarjana karena masih banyak sekali faktor-faktor yang kurang mendukung.
                   Kemudian, menurut Dirjen Pendidikan tinggi yang paling bertanggung jawab mengawali publikasi karya ilmiah dikalangan perguruan Tinggi merasa kecewa dan amat menyangkang sekali melihat minimnya kondisi karya ilmiah, menurut beliau ini dikarenakan mayoritas para sarjana lulusan perguruan tinggi  di tanah air kita indonesia ini tidak bisa menulis. Sekarang ini jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi  indonesia masih rendah. Jika dibandingkan dengan negara tetangga yaitu malaysia, sekarang hanya sekitar 8 ribu judul pertahun, maka untuk mengimbangi malaysia, kita membutuhkan buku 10 kali lipat untuk diterrbitkan yaitu 80 judul pertahunnya.
                  Jika kita melihat pada lensa dunia pendidikan di AS, mereka memaksa mahasiswanya banyak menulis essay seperti laporan observasi, ringkasan bab riview bab, riview buku. Tugas-tugas itu selalu diberikan komentar kritis dari dosen, sehingga nalar dan argumen tulisan mahasiswa betul-betul terasah. Kemudian, Penelitian Krashen perguruan tinggi As menunjukan bahwa penulis produktif dewasa adalah mereka yang sewaktu sewaktu-nya  banyak membaca karya satra, berarti indonesia ini harus mendirikan budaya baca tulis sejak SMA agar bisa karena terbiasa, sekalipun para siswa harus dipaksa jatuh cinta pada karya satra.
                     Selanjutnya dalam wacana 6.3 “Powerful writers versus the helpless reader”, hampir 95 orang siswa memvonis dirinya sendiri bahwa mereka tidak mempunyai latar belakang membaca yang tepat, keahlian penulis sangat tinggi, angka tersebut masih diluar kapasitas mereka sebagi pelajar baru atau mereka tidak dapat berkonsentrasi ketika membaca. Itu semua menunjukan kurangya kepercayaan diri bangsa negara Indonesia ini, padahal ini hanyalah masalah waktu saja. Dosen di indonesia yang lulusan dari luar negri seharusnya tidak  berpaku pada    buku-buku  luar negri karena akan menyebabkan secara tidak sadar mereka mencuci otak kita, bahwa bahasa nasional kita tidak cukup canggih untuk menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena di indonesia sendiri masih banyak buku-bku yang bagus, bukannya kita mengakui bahasa indonesia sebagai bahasa nasional kita, mau dibawa kemana sumpah pemuda ini? Jadi seharusnya kita mengubah pola pikir kita dan tidak menyalahkan diri sediri atau saling menyalahkan orang lain. Dalam wacana “Powerful writer versus the helpless reader” , disini  A. Chaedar Alwasilah tidak terlihat lebih mengeritik seperti pada wacana “Bukan Bangsa Penulis.
             Kemudian dalam wacana 6.4  berikutnya “ Lerning and teaching process, buku ini menceritakan penulis yang mengkritik sebuah keritikan A. Chaedar Alwasiah. Dapat kita lihat bahwa A. Chaedar kurang puas dengan kurikulum di indonesia, hanya mengulang apa yang telah mereka pelajari dengan menggunakan buku-buku teks luar negri, hasilnya adalah bahwa mahasiswa tidak dapat berbahasa inggris dengan lancar, ini menunjukan bahwa kurikulum di indonesia masih berbasis hanya sekedar tahu belum lanjut ketahap peroduksi. Menurut penulis yang mengkeritik A.Chaedar Alwasiah nampak terlihat bahwa silabus dan pemeriksaan sistem disekolah guru-guru dipaksa untuk mengikuti. Jadi hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dimana mahasiswa yang tadinya dapat membuat atau mengembangkan sesuatu lain tetapi dituntut untuk melakukan sesuatu yang sudah diterapakan, sehingga mahasiswa enggan untuk membaca dan menulis. Jadi ketiga teks ini lebih mementingkan nilai akhir, ketimbang mementingkan sebuah proses. Kita harus melihat dulu keadaan sumber daya manusia ini. Kita harus bertanya “apa yang pantas untuk diberikan kepada negara indonesia ini khususnya untuk para mahasiswa generasi baru? bukan “ apa yang sudah kita dapatkan dari negara ini? Sekarang yang menjadi PR kita bersama adalah bagaimana melahirkan lulusan sarjana-sarjana dengan karya ilmiah bagus yang dibuat oleh mereka, dan membangun gerakan gemar baca tulis.

                     
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment