Thursday, February 27, 2014
Created By:
#Progress Test 1,
Moh. Chaerul Anwar
Nama : Moh. Chaerul Anwar
Judul : Berawal dari Bhineka Tunggal Ika
Kemerdekaan
Indonesia bukan semata-mata kebetulan dan tanpa perjuangan, melainkan karena
adanya persatuan dan kesatuan para pahlawan, baik dari antar agama, antar
daerah, maupun antar kelompok. Para pahlawan terlahir dari suku dan ras yang
berbeda, agama yang berbeda, dan wilayah yang berbeda. Namun dalam
perjuangannya, saat itu mereka (para pahlawan) berpaham satu, yaitu paham
nasionalis dan satu tujuan, yaitu menyongsong Kemerdekaan Indonesia.
“Bhineka
Tunggal Ika” Itulah istilah yang dipakai oleh para pahlawan saat merebut
kemerdekaan negara ini. Walaupun mereka berbeda-beda, mereka menyatukan diri
mereka dalam tujuan. Tak ada yang membeda-bedakan mereka. Semangat juang yang
tinggi demi negeara Indonesia ini.
Saat ini
sedikit sekali jiwa-jiwa nasionlais yang tak ber-bhineka tunggal ika. Sehingga
tak ada lgai yang dapat menyatukan seluruh umat manusia. Bukti semua itu sudah
banyak terlihat di dekat kita, mulai dari tawuran antar sekolah yang
mengakibatkan kematian pelajar; tak harmonisnya para petinggi di kursi politik;
dan maraknya pemberantasan antar umat beragama. Semua itu mengakibatkan Negara
ini goyah, semakin ketinggalan oleh Negara yang sudah “Maju” duluan.
Kita
telah melupakan segalanya. Lupa akan sejarah Negara ini, bagaimana Negara ini
merdeka, bagaimana para pejuang bersatu. Perkembangan nasionalisme yang mengarah pada upaya untuk
melakukan pergerakan nasional guna seakan melawan penjajah tidak bisa lepas
dari peran berbagai golongan yang ada dalam masyarakat, seperti golongan
terpelajar/kaum cendekiawan, golongan profesional, dan golongan pers. Namun perlu diingat bahwa mereka berada dalam
satu tujuan.
1.
Golongan Terpelajar
Golongan terpelajar dalam
masyarakat Indonesia saat itu termasuk dalam kelompok elite, sebab masih sedikit penduduk pribumi yang dapat
memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan merupakan sebuah
kesempatan yang istimewa bagi rakyat Indonesia. Mereka memperoleh pendidikan
melalui sekolah-sekolah yang didirikan kolonial yang dirasa memiliki kualitas
baik. Dengan pendidikan model barat yang mereka miliki, golongan terpelajar
dipandang sebagai orang yang memiliki pandangan yang luas sehingga tidak
sekedar dikenal saja tetapi mereka dianggap memiliki kepekaan yang tinggi.
Sebab selain memperoleh pelajaran di kelas mereka akan membentuk kelompok kecil
untuk saling bertukar ide menyatakan pemikiran mereka mengenai negara Indonesia
melalui diskusi bersama. Meskipun mereka berasal dari daerah yang berbeda tetapi
mereka merasa senasip sepenanggunagan untuk mengatasi bersama adanya
penjajahan, kapitalisme, kemerosotan moral, peneterasi budaya, dan kemiskinan
rakyat Indonesia. Hingga akhirnya mereka membentuk perkumpulan yang selanjutnya
menjadi Oragnisasi Pergerakan Nasional. Mereka membentuk organisasi-organisasi modern yang berwawasan nasional.
Mereka berusaha menanamkan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, menanamkan
rasa nasionalisme, menanamkan semangat untuk memprioritaskan segalanya demi
kepentingan nasional daripada kepentingan pribadi melalui organisasi tersebut. Selanjutnya melalui organisasi pergerakan
nasional tersebut mereka melakukan gerakan untuk melawan penjajahan yang
selanjutnya membawa Indonesia pada kemerdekaan.
Jadi Golongan terpelajar memiliki
peran yang besar bagi Indonesia meskipun keberadaannya sangat terbatas
(minoritas) tetapi golongan terpelajar inilah yang menjadi pelopor pergerakan
nasional Indonesia hingga akhirnya kita berjuangan melawan penjajah dan
memperoleh kemerdekaan.
2.
Golongan Profesional
Golongan profesional
merupakan mereka yang memiliki profesi tertentu seperti guru, dan
dokter.Keanggotaan golongan ini hanya terbatas pada orang seprofesinya.
Golongan profesional ini lebih banyak ada dan mengembangkan profesinya didaerah
perkotaan. Golongan profesional pada masa kolonial memiliki hubungan yang dekat
dengan rakyat, sehingga mereka dapat mengetahui keberadaan rakyat Indonesia
pada saat itu. Sehingga golongan ini dapat menggerakkan kekuatan rakyat untuk
menentang kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.
a. Peran Guru
1. Guru merupakan ujung
tombak perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya dan berjuang
memajukan bangsa Indonesia dari keterbelakangan.
2. Guru memberikan pendidikan
dan pengajaran kepada generasi penerus bangsa melalui lembaga-lembaga
pendidikan yang ada baik itu sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial
maupun sekolah yang didirikan oleh tokoh-tokoh bangsa Indonesia.
3.
Melalui pendidikan tersebut guru dapat menanamkan rasa
kebangsaan/ rasa nasionalisme yang tinggi. Sehingga anak-anak kaum pribumi
dapat menyadari dan tekanan dari pemerintah kolonial Belanda.
4.
Guru telah membangun dan membangkitkan kesadaran nasional
bangsa Indonesia.
5.
Guru telah mendidik dan melahirkan tokoh-tokoh pejuang
yang dapat diandalkan dalam memperjuangkan kebebasan bangsa Indonesia dari
cengkeraman kaum penjajah.
6.
Orang-orang pribumi mulai menghimpun kekuatan dan
berjuang melalui organisasi-organisasi modern yang didirikannya.
Organisasi-organisasi perjuangan yang didirikan oleh kaum terpelajar bangsa
Indonesia dijadikan sebagai wadah perjuangan di dalam menentukan
langkah-langkah untuk mengusir pemerintah kolonial Belanda dan berupaya
membebaskan bangsa dari segala bentuk penjajahan asing.
Bagi guru tempat
perjuangan mereka adalah lembaga-lembaga pendidikan yang ada, di sekolah
tersebut guru membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai
kemerdekaannya.
Contoh lembaga pendidikan yang ada, yaitu :
Melalui gurulah dihasilkan tokoh-tokoh besar bangsa
Indonesia maupun tokoh-tokoh besar dunia. Di tangan gurulah terletak maju
mundurnya sebuah bangsa. Jadi jika tidak ada guru maka mungkin Indonesia tidak
dapat terbebas dari Kekuasaan kolonial.
b) Peran Dokter
1. Pada masa kolonial dokter
memiliki hubungan yang sangat dekat dengan kehidupan rakyat.
2. Dokter dapat merasakan
kesengsaraan dan penderitaan yang dialami rakyat Indonesia melalui penyakit
yang dideritanya. Ia mendengarkan berbagai keluhan yang dialami oleh rakyat
Indonesia. Penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh rakyat Indonesia
adalah akibat dari berbagai tekanan dan penindasan yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial Belanda.
3. Ketergerakan hati mereka
diwujudkan melalui perjuangan dengan membentuk wadah organisasi yang bersifat
sosial dan budaya yang diberinama Budi Utomo yang didirikan 20 Mei 1908 oleh
Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. Gunawan
Mangunkusumo.
4. Golongan Pers
Pers sudah mulai masuk ke
Indonesia pada abad ke-19, dan masuknya pers di Indonesia memberikan pengaruh
yang cukup besar bagi bangsa Indonesia. Wujud perkembangan pers dapat dilihat
dalam bentuk surat kabar maupun majalah. Awalnya surat kabar yang beredar hanya
digunakan untuk orang-orang asing tetapi karena untuk mengejar pelanggan dari
masyarakat pribumi maka muncul surat kabar yang di modali orang Cina tetapi
menggunakan bahasa Melayu. Peran media :
1. Melalui surat kabar
terdapat pendidikan politik, sebab melalui surat kabar tersebut ternyata dimuat
isu-isu mengenai masalah politik yang sedang berkembang sehingga secara tidak
langsung melalui surat kabar tersebut telah memberikan pendidikan politik
kepada masyarakat Indonesia.
2. Melalui Surat kabar/ majalah
mempunyai fungsi sosial dasar yaitu memperluas pengetahuan bagi para pembacanya
dan dapat membentuk pendapat (opini) umum.
3. Pendidikan sosial politik
dapat disalurkan melalui tulisan-tulisan di surat kabar dan media masa sehingga
menumbuhkan pemikiran dan pandangan kritis pembaca yang dapat membangkitkan
kesadaran bersama bagi bangsa Indonesia.
4. Surat kabar merupakan
media komunikasi cetak yang paling potensial untuk memuat berita, wawasan dan
polemik (tukar pikiran melalui surat kabar), bahkan ide dan pemikiran secara
struktural dapat dikomunikasikan kepada masyarakat luas.
5. Meskipun pada masa itu
ruang gerak pers dibatasi dan dikontrol ketat oleh pemerintah kolonial. Tetapi
melalui surat kabar tersebut sebagai sarana untuk menyampaikan segala sesuatu yang
dikehendaki dan diprogramkan oleh pemerintah sehingga sedapat mungkin bisa
diinformasikan kepada masyarakat luar. Dimana pemberitahuannya lebih memihak
pada pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Nasionalisme di Indonesia mengalami kemajuan dan
perkembangan yang sangat pesat ketika secara resmi Budi Utomo (Perpanjangan
tangan Belanda) diakui oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908. Secara singkat
perkembangan nasionalisme Indonesia menjadi lebih ramai sejak berdiri Budi
Utomo hingga Proklamasi Kemerdekaan. Sejak budi utomo berdiri
organisasi-organisasi yang mengusahakan perbaikan dan kondisi rakyat Indonesia.
Sebagai upaya menumbuhkan rasa nasionalisme di Indonesia
diawali dengan pembentukan identitas nasional yaitu dengan adanya penggunaan
istilah “Indonesia” untuk menyebut negara kita ini. Dimana selanjutnya istilah
Indonesia dipandang sebagai identitas nasional, lambang perjuangan bangsa
Indonesia dalam menentang penjajahan. Kata yang mampu mempersatukan bangsa
dalam melakukan perjuangan dan pergerakan melawan penjajahan, sehingga segala
bentuk perjuangan dilakukan demi kepentingan Indonesia bukan atas nama daerah
lagi. Istilah Indonesia mulai digunakan sejak :
1. J.R. Logan menggunakan
istilah Indonesia untuk menyebut penduduk dan kepulauan nusantara dalam tulisannya
pada tahun1850.
2. Earl G. Windsor dalam
tulisannya di media milik J.R. Logan tahun 1850 menyebut penduduk
nusantara dengan Indonesia.
3. Serta tokoh-tokoh yang
mempopulerkan istilah Indonesia di dunia internasional.
4. Istilah Indonesia
dijadikan pula nama organisasi mahasiswa di negara Belanda yang awalnya
bernama Indische Veren inging menjadi Perhimpunan Indonesia.
5. Nama majalah Hindia
Putra menjadi Indonesia Merdeka
6. Istilah Indonesia semakin
populer sejak Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928. Melalui Sumpah Pemuda
kata Indonesia dijadikan sebagai identitas kebangsaan yang diakui oleh setiap
suku bangsa, organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia maupun yang
di luar wilayah Indonesia.
Banyak
sekali faktor yang
berperan dalam merebut kemerdekaan Negara Indonesia. Semua itu tak luput dari
rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi pada diri mereka. Mereka mengemban
istilah “Bhineka Tunggal Ika”. Perbedaan mereka tak bisa menghalangi tujuan
mereka. Mulai dari pelajar, guru, dokter dan sebagainya menyatukan diri mereka
dalam merebut kemerdekaan Indonesia.
Melihat
penjelasan diatas, kita tahu bahwa golongan pelajar merupakan salah satu faktor
penting dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Namun jika kita perhatikan para
pelajar sekarang ini. Sangat menyedihkan, kurangnya rasa nasionalis antara
mereka. Mungkin mereka lupa akan apa tujuan mereka dalam menduduki bangku
sekolah. Salah satu tokoh bahasa dan sastra, Prof. A. Chaedar Alwasilah dalam
bukunya yang berjudul “Pokoknya Rekayasa Literasi (2012)” mengatakan bahwa saat
ini pendidikan menjadi gaya hidup, bukan lagi sebagai cara hidup.
Pendidikan sebagai cara hidup (way of life).
Jika istilah itu tertanam pada seluruh anak yang berpindidikan, hal positif
seperti keharmonisan antar pelajar akan terlaksanakan. Karena dalam upaya
pendidikan, seorang pelajar tidak duduk dalam satu kultur, baik kultur
keturunan, tempat tinggal maupun agama. Seorang pelajar dituntut untuk belajar
saling menghargai, menghormati, ber-empati dan tolong-menolog antar sesame
pelajar. Bangku pendidikan-pun merupakan salah satu pemersatu perbedaan peserta
didik. Di dalam kelas, mereka yang notabenenya berbeda, adalah sama-sama
pelajar, tidak ada lagi perbedaan antara mereka.
Salah satu pembelajaran yang dapat melatih menimbulkan
rasa social antar pelajar, yaitu dengan melakukan diskusi kelas. Kegiatan ini
akan memiicu pelajar yang memiliki
perbedaan seperi agama, tempat tinggal dan keturunan dapat berinteraksi dengan
baik. Dalam kegiatan ini pula setiap pelajar akan lebih mengenal satu sama lain
seperti karakter, sifat dan watak. Kegiatan ini sudah diteliti oleh Apriliawati
(2011) yang terkutip dalam “Pokoknya Rekayasa Literasi (2012)”. Dengan diskusi
ini, seorang guru bisa memberikan materi tentang Kenasionalis-an para pejuang
dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Secara tidak langsung, diskusi ini
mengenalkan kepada para pelajar betapa pentingnya persatuan dan kesatuan,
sehingga akan terciptanya lingkungan yang rukun dan damai. Mereka yang berbeda
agama sekalipun bisa bersatu dan saling menghormati karena mereka paham akan
tujuan yang sama. Dengan demikian, mereka telah mengemban istilah “Bhineka
Tunggal Ika”. Secara tidak sadar bahwa, pendidikan telah ikut andil dalam hal
mempersatukan perbedaan-perbedaan antara umat manusia.
Memang, saat ini Rancangan Undang Undang (RUU)
saat ini sedang memasuki tahap pembahasan di Kementrian Agama (Kemenag). Namun
itu tidak cukup untuk menciptakan kerukunan dan kedamaian antar agama.
Pembelajaran yang menjurus pada latihan pengendalian diri, menghormati dan
menghargai orang lain yang berbeda agama itu lebih penting. Jika dimulai dari
individu masing-masing, perkembangannya-pun akan cepat dirasakan.
Kurangnya
jiwa nasionalis dalam pendidikan dapat mengakibatkan hal-hal negative seperti
tawuran antar pelajar yang mengakibatkan korban jiwa. Salah satu contohnya
yaitu Tawuran antara pelajar SMK Wiyata Kharisma dan SMK Menara Siswa yang
terjadi pada tanggal 12 februari 2014 di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Tawuran
itu mengakibatkan korban nyawa. Korban tewas diakibatkan bacokan cerulit di
kepalanya. Bahkan cerulitnya masih menancap di kepala korban. (Dikutip dari Merdeka.com).
Selanjutnya, dimanakah letak pendidikan yang
penuh moral ini? Untuk itulah, para pelajar harus selalu dikenalkan kepada
urusan-urusan yang baik dan berguna. Salah satunya dengan mengadakan diskusi di
setiap pertemuan yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika kegiatan tersebut sudah
terlaksanakan, maka kerukunan pun akan tercipta.
Hilangnya
penjajah, hilangnya jiwa Nasionalis. Itulah istilah yang diemban oleh
masyarakat kita sekarang ini. Mereka berpendapat bahwa jiwa Nasionalis hanya
berlaku pada saat jaman penjajah. Salahnya pola fikir masusia menjadi salah
satu faktor hilangnya kerukunan dan persatuan antar manusia. Sudah sepatutnya
kita tahu bahwa jiwa nasionalis dapat mempersatukan kita, baik antar agama,
keturunan, maupun suku dan ras. Jika
jiwa nasionalis sudah tertanam dengan sepeneuhnya kepada setiap individu, maka
kerukunan dan kedamaian pun akan tercipta dengan sendirinya.
Kerukunan dan kedamaian memang sangat
diidam-idamkan oleh setiap orang. Namun itu semua tidak akan terwujud jika
tidak adanya kesadaran bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama, yaitu
mendapatkan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan. Karena itu, manusia harus
mengetahui makna kerukunan dengan sepenuhnya. Kerukunan
adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya,
hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk
tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850). Bila
pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang
ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.
Namun apabila melihat kenyataan, ketika sejarah kehidupan
manusia generasi pertama keturunan Adam yakni Qabil dan Habil yang berselisih
dan bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik yaitu Habil; maka
apakah dapat dikatakan bahwa masyarakat generasi pertama anak manusia bukan
masyarakat yang rukun? Apakah
perselisihan dan pertengkaran yang terjadi saat ini adalah mencontoh nenek
moyang kita itu? Atau perselisihan dan pertengkaran memang sudah sehakekat
dengan kehidupan manusia sehingga dambaan terhadap “kerukunan” itu ada karena
“ketidakrukunan” itupun sudah menjadi kodrat dalam masyarakat
manusia?.Pertanyaan seperti tersebut di atas bukan menginginkan jawaban akan
tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa manusia itu senantiasa bergelut dengan
tarikan yang berbeda arah, antara harapan dan kenyataan, antara cita-cita dan
yang tercipta. Manusia
ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan
interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia
memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
kebutuhan material maupun spiritual.Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk
bekerja sama dan tolong menolong dengan sesama manusia dalam hal kebaikan.
Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa
saja tanpa batasan ras, bangsa dan agama. Kerja sama intern umat beragama Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu
ajaran yang mendapat perhatian penting dalam islam. Itu merupakan salah satu
Universalisme Islam.
Melihat
Universalisme Islam di atas tampak bahwa esensi ajaran Islam terletak pada
penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada kebenaran,
kebaikan,dan keadilan dengan mengedepankan kedamaian.;menghindari pertentangan
dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam maupun ke luar. Dengan
demikian tampak bahwa nilai-nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan
antar umat manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan
agama.
Hubungan
antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam,
kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan
tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain,
tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan sosial anatar
manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam
bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan
sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan.
Masih adakah kepedulian antar sesama di negara
ini? Banyak sekali orang yang tak peduli dengan sesamnya di lingkungannya.
Salah satu contoh, ketika seorang melihat sesamanya yang sedang dikeroyok, ia
tidak memberikan bantuan dan pertolongan, ia berpandat bahwa, “lebih baik tidak
ikut campur, selamat, daripada menolong, malah mengantarkan masalah”. Itulah
bukti bahwa di Negara ini masih ada sifat individualisme yang tinggi.
Kembali lagi ke program Diskusi Kelas. Perbedaan
agama di Perguruan Tinggi maupun Sekolah tingkat Formal lainnya mungkin selalu
ada di setiap peserta didik. Untuk itulah, program Diskusi Kelas ini harus
benar-benar disempurakan di setiap sekolah. Bukan hanya itu, para pengajar juga
harus menjelaskan dan mencontohkan bagaimana bersikap kepada seseorang yang
berbeda keyakinan.
Ketika kegiatan duskusi kelas berlangsung,
setiap siswa mempunyai interaksi yang baik dengan yang lainnya. Sebagai contoh
prakteknya, pada saat diskusi itu berlangsung, setiap siswa menjadi fokus hanya
kepada materi diskusi, menjadikanya lupa akan perbedaan-perbedaan pada diri
mereka. Disitulah akan
terciptanya hubungan yang erat antar pelajar. Pelajar menjadi menjadi mengerti
akan indahnya kerukunan dan kedamaian di sekeliling mereka. Ke-bhinekaan-pun
akan tercipta kembali di negara ini.
Daftar bacaan:
1.
Pokoknya Rekayasa Literasi
3.
Merdeka.com


Subscribe to:
Post Comments (Atom)