Sunday, February 16, 2014

Adventure of Writing



Name               : Moh. Chaerul Anwar
Class                : PBI-D
Semester          : Fourth Semester
Task                 : Class Review 1
Theme             : Welcome back (Writing) to my adventure
           
                          Setelah libur panjang yang sangat membosankan, tanpa teman, tanpa candaan, tanpa sapaan dan tanpa tantangan, akhirnya selesai juga dengan bergerak dan berputarny kembali roda perkuliahan. Kami, khususnya saya, akan selalu selalu siap siaga dengan apa tantangan yang berada di depan mata, tanpa kami abikan, tanpa kami tinggalkan, tanpa kami kesampingkan dan tanpa kami takutkan, karena semua itu adalah suplemen bagi seorang mahasiswa. Tanpa tantangan kami bukanlah seorang mahasiswa, dan tanpa tantangan kami bukanlah manusia. Jati diri manusia akan ditemukan dengan menaklukan sebuah tantangan, tapi satu tantangan tak cukup untuk menemukan jati diri, kami butuk tantangan yang lebih banyak. Untuk itulah, kami selalu siap untuk melangkahi tantangan dengan kemenangan dan kesusksesan. Yah, kesuksan selalu melihat dan menghampiri kepada siapa yang mencari kesuksesan itu. Kesuksesan tidak akan ditemukan jika kita tak mencarinya, kesusksean tak akan datang jika kita tak ada usaha untuk mendatangkannya, kesuksean tak akan terjadi jika kita tak menginginkannya dan kesuksesan tidak akan menghampiri jika kita tak menjemputnya.

Jumat, 7 Maret 2014 merupakan pertemuan pertama (first meeting) dengan Mata Kuliah Writing 4. Dosen yang sama dengan Mata Kuliah yang sama seperti di semester 2 silam. Bukan hanya Dosen dan Mata Kuliah saja yang sama, melainkan pengaturan-pun hampir sama, namun akan terjadi beberapa perbedaan pada semester ini. Pasti, perbedaan akan selalu ada. Kami percaya bahwa perbedaan akan meninmbulkan hal-hal yang baik dan akan memberikan kemajuan. Dengan adanya perbedaan kita bisa belajar, dengan adanya perbedaan kita bisa menganalisa, nah, disitulah timbullah pemikiran-pemikiran yang objektif, timbulah kreatifitas tinggi yang dapat memancing emosi positif. Hmm, ilmiah bangeett.. Kita kembali. Perbedaan yang mencolok pada pertemuan yang pertama ini adalah basis dalam writing (menulis) yaitu academic writing.
            Academic writing, yah.. Academic writing. What is that? Menulis dengan basis akademis. Hmm.. I will prepare myself to be academic writer. Yess,, I can! Because I believe that I can, I know who the really I am.
            Seperti layaknya pertemuan perdana, pertemuan ini diawali dengan Study Contract (Kontrak Belajar), yang di dalamnya memuat jadwal perjalanan kami di semester empat ini. Akan ada banyak sekali perjalanan yang akan kami tempuh. Setelah kami memperhatikan jadwal perjalanan, sperti yang telah disebutkian diwala, ada yang baru di semester ini, yaitu ada tantangan yang bernama critical review. Apa itu?  Critical Review secara singkat dapat diartikan sebagai evaluasi terhadap suatu buku maupun artikel. Critical Review bukan hanya merupakan laporan atau tulisan tentang isi suatu buku atau artikel, tetapi lebih kepada evaluasi, seperti mengulas atau mereview, menginterpretasi serta menganalisis. Dan critical review bukan merupakan pembuktian benar atau salah suatu artikel atau buku. Mengenai keungguluan dan kelemahan juga dijadikan pertimbangan bagi reviwer.
Di dalam perkuliahan, tugas critical review diberikan dengan tujuan agar mahasiswa mempunyai keinginan untuk membaca dan berpikir sistematis dan kritis serta dapat memberikan pendapat melalui tulisannya. Dalam hal ini, akan sangat membantu mahasiswa yang kurang memiliki ability dalam mengungkapkan pendapat secara lisan. Tidak hany  itu, dengan menulis critical review, mahasiswa akan dituntut untuk dapat membaca berbagai literatur, dan menggali hal-hal yang dianggap unik di dalam artikel atau buku yang dipilih untuk kemudian diperdalam, sehingga dapat menambah pemahaman yang lebih terhadap suatu kajian tertentu. Dan yang paling penting, dengan menulis critical review para reviewer dapat menguji pikiran pengarang atau penulis berdasarkan sudut pandang penulis dan pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki.
Tak heran jika di semester ini petualangan akan semakin berat dengan banyak tantangan. Tantangan yang dulu masih tetap ada pada diri kami khususnya saya, yaitu tantangan melawan rasa malas. Apalagi ditambah tantangan dari luar seperti membagi waktu yang effisien, menentukan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak harus dilakukan, mana yang harus dilakukan terlebih dahulu dan mana yang diakhirkan. Semua itu harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan penuh dengan penelitian. Salah langkah bisa saja kami masuk jurang.
Kesimpulan dari pertemuan ini adalah sebagai peningkatan semangat kembali untuk menulis. Kesadaran akan menulis akan menulis sangat dibutuhkan dijaman sekarang ini, Pembaca dan penulis sangatlah berperan penting dalam perkembangan literasi. Tentunya kita semua sudah mengetahui bahwa literasi sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan bangsa. Di semester empat ini kami akan meningkatkan kreatifitas kami dalam menulis dan membaca. I am ready to be academic writer and critical reader.
Let’s get the big progress…


Name                 : Moh. Chaerul Anwar
Class                  : PBI-D
Semester           : Fourth Semester
Task                   : Appetizer 1
Theme               : Revolution for Writing

  Menulis? yah, menulis. Sebuah coretan pada lembaran-lembaran kertas. Mudahkan menulis? Semua orang pastinya memiliki keterampilan dalam menulis. Kenapa demikian? Ingatkah kita, bahwasannya kegiatan menulis sudah dilakakuan pada jaman nenek moyang kita di era yang jauh sekali ke era modern ini. Mereka menulis dengan sarana tulang dan batu yang memuat informasi, cerita/sejarah dan lain sebaginya. Di era modern ini seharusnya kegiatan menulis menjadi salah satu kegiatan primer bagi manusia. Kegiatan yang menjadi ciri khas bagi ras manusia. Memang kurikulum CaLisTung telah ketinggalan jaman, tapi itu adalah dasar, tak sepatutnya ditinggalkan begitu saja.
                          Dengan kemajuan teknologi di jaman ini, seharusnya kegiatan menulis lebih meningkat pesat lagi, namun apa yang terjadi di Negara ini? Banyak Lulusan sarjana dan dosen yang kurang akan kesadaran menulis. Menurut Dirjen Pendidikan Tinggi, pada saat sekarang ini jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi Indonesia secara total masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, yakni hanya sekitar sepertujuh. Penduduk Malaysia sekarang sekitar 25 juta orang, hampir sepersepuluh populasi Indonesia. Bila rata-rata jumlah terbitan buku di Indonesia sekarang sekitar 8 ribu judul pertahun, maka untuk mengimbangi Malaysia, kita masih harus menerbitkan buku sepuluh kali lipat, yaitu 80 ribu judul buku. Itu sudah membuktikan bahwa Indonesia masih rendah di bidang menulis.
                          Sebenarnya menulis bisa saja dilakukan dan diperbanyak, namun karena kurangnya kesinambungan antara membaca, suka akan cinta karya sastra dan jurnal membuat rapuhnya melahirkan penulis-penulis yang baru. Namun yang lebih penting ialah bagaimana tingkat kesadaran dan pembiasaan dalam menulis, contoh di Amerika Serikat, semua perkuliahan di perguruan tinggi memaksa mahasiswa banyak menulis esai seperti laporan observasi, ringkasan bab, review buku, dan sebagainya. Tugas-tuga itu selalu dikembalikan dengan komentar kritis dari dosen, sehingga nalar dan argumen tulisan mahasiswa betul-betul terasah. Disini kita melihat begitu banyaknya tulisan jika tugas-tugas tersebut dikumpulkan, itu merupakan suatu pelatuhan bagi mahasiswa untuk meningkatkan kreatifitas menulis. Bukan hanya kuatitasnya yang diperhitungkan, melainkan juga kwalitasnya, komentar kritis dari dosen akan membuat mahasiswa menjadi lebih terasah kemampuannay dalam mengembangkan kreatifitas menulis. Sehingga tidak ada keharusan menulis tesis, skripsi dan disertasi apalagi jurnal.
                          Namun tindakan di Indonesia tidak ada salahnya, mewajibkan mahasiswa untuk membuat tesis, skripsi dan disertasi, karena secara garis besar dengan menulis skripsi mahasiswa belajar menulis akademik, dengan tesis mahasiswa belajar meneliti, dan dengan disertasi mahasiswa membangun teori atau rumus baru. Semuanya melaporkan hasil telaahan, pengamatan, atau eksperimen. Itu merupakan usaha yang baik untuk mengasah keterampilan menulis menulis, meneliti dan melaporkannya secara akademik. Dengan demikian mereka telah memiliki keterampilan menulis untuk diterapkan pada bidang atau profesi masing-masing.
              Memang benar bahwa media pencerdas bangsa ini bukan hanya jurnal, Artikel opini di Koran jauh lebih besar dampaknya karena bisa dibaca dua juta pembaca. Itu menunjukan bahwa opini-opini pada Koran dapat mempengaruhi stabilitas para penulis maupun pembaca. Bahkan dalam penelitian Krashen (1984) di perguruan tinggi Amerika Serikat menunjukkan bahwa para penulis produktif dewasa adalah mereka yang sewaktu berada di SMA-nya, antara lain banyak membaca karya sastra, berlangganan Koran maupun majalah. Jika tingkat minat membaca tinggi, maka tingkat penulisan juga akan tinggi. Ini suatu keterkaitan yang tak bisa dipisahkan. Seseorang yang cinta membaca, pasti dalam benak pikirannya banyak sekali pendapat-pendapat yang mungkin saja ia keluarkan lewat tulisan. Bukan hanya dengan factor demikian, penulis akan menyeimbangi bagaimana keadaan jaman dalm tingkat membacanya, jika tingkat membaca rendah, maka penulis juga merasa sia-sia, karena kurangnya minat para pembaca, tapi sebaliknya, jika tingkat membaca tinggi, maka para penulis akan berusaha untuk melayani para peminat pembaca dengan menerbitkan judul-judul baru yang sesuai dengan keadaan jaman.
                          Usaha yang seharusnya dilakukan untuk melahirkan peneliti dan ilmuwan yang produktif menulis, para siswa harus dipaksa jatuh cinta pada karya sastra. Jika dipaksa adalah jalan satu-satunya untuk meningkatkan dalam menulis, maka tak ada salahnya jika dilakukan, toh itu merupakan jalan terakhir dan satu-satunya. Yang lebih penting ialah akan terciptalah bibit-bibit baru para penulis yang semangat dan setia terhadap kecintaannya dalam menulis, serta selalu eksistensi dalam mengikuti perkembangan jaman dengan menrbitkan buku-baru baru.
                          Kurangnya pembaca juka dipengaruhi oleh sejauh mana pembaca bisa memahami teks apa yang ia baca. Penurunan tingkat minat pembaca seringkali terjadi karena ketidaksesuaian dengan apa yang diharapkan oleh pembaca. Sebagai contoh, para pembaca mengharapkan ia akan mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan setelah membaca, namun yang didapatkan ialah kebingungan semata,  yanag malah membuat pembaca merasa tidak mampu untuk memahami dan mengalisa makna yang terkandung. Itu bisa saja membuat kecenderungan kepada para pembaca bahwa ia merasa tidak memiliki ilmu yang cukup untuk memahami suatu bahan bacaan. Ini menyebabkan ketidaksesuaian antara penulis dengan pembaca. Dengan demikian penulis tidak mendapatkan apa yang dia harapkan, sama halnya dengan pembaca tidak mendapatkan apa yang ia harapkan.
                          Perbedaan antara penulis dengan pembaca dibuktikan ketika pembaca mengatakan ”Saya tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang sama”, “Keahlian penulis sangat tinggi, ini diluar kapasitas saya sebagai pelajar baru/pembaca”, serta “saya belum mencapai tingkat itu, retorika-nya terlalu tinggi buat saya” Disini timbullah keputus-asaan kepada pembaca. Rasa minder menghantui pembaca sehingga menjauhi diri dari penulis. Ini menyebabkan hilangnya interaksi anatara penulis dan pembaca serta menunjukkan superioritas penulis atas pembaca.
                          Dibutuhkannya pembaca kritis yang dapat mengembangkan kesadaran tentang bentuk, isi dan konteks. Bentuk mengacu pada symbol-simbol linguistic yang dipekerjakan oleh penulis,  isi mengacu pada makna atau substansi yang dibahas dan konteks mengacu pada lingkunagn social dan psikologis ketka tulisannya diproduksi.


Just an opinion
          “Adanya teka-teki bahwa semata-mata penulis tidak mau tulisannya dikritik oleh pembaca. Pembaca diwajibkan untuk menjadi pembaca yang kritis, namun sebelum pembaca menjadi kritis, pembaca sudah dibuat bingung oleh tulisan yang ia baca. Jadi bagaimana pembaca mau kritis dan mengritik sedangkan ia tidak tahu makna yang tekandung dalam teks yang ia baca. Disnilah timbul rasa ketidak nyamanan bagi pembaca. Namun lain halnya dengan penulis, mereka merasa puas dengan karyanyasehingga mereka berfikiran bahwa mereka tidak perlu menerbitkan judul lagi. Itulah yang membuat pertumbuhan menulis dan membaca semakin berkurang.”
                          Kesimpulannya, kita bisa melihat bahwa kurangnya kecintaan terhadap menulis, bukan hanya mahasiswa, melainkan  juga dosen. Untuk itu sangat perlu adanya pembangunan baru (new construction), perubahan baru (new revolution). Pembangunan dan perubahan seperti apakah yang kita butuhkan? Bukan hanya pembangunan semata, bukan hanya perubahan semata. Yaitu pembanguan dengan pondasi yang kokoh dan perubahan dengan rencana dan tujuan yang bersatu. Membangun semangat dengan kesetiaan, merubah kebiasaan dengan membiasakan. Semangat akan menulis akan terwujud jika adanya kesetiaan, kebiasaan lama akan hilang jika lahir kebiasaan baru.
 



Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment