Saturday, March 29, 2014

MENJADI HISTORIAN, LINGUIST, POET BERBASIS LITERASI

7th Class Review
By RASDENI (14121320256)


MENJADI HISTORIAN, LINGUIST, POET BERBASIS LITERASI

Alhamdulillahirobbil’alamin, tidak terasa kita sudah memasukki minggu kedelapan dalam mata kuliah Writing for Academic Purposes, hal tersebutberarti bahwa kita sudah dalam setengah perjalanan menuju ke garis finish. Suasana kelas PBI-D semester 4 masih terasa penuh semangat dan antusias untuk hadir tepat pukul 07.00 WIB. masih dihari jumat, 20 Maret 2014.  Seiring dengan penuhnya bangku yang dihuni oleh masing-masing mahasiswa di dalam kelas, Mr. Lala Bumela datang untuk memberikan materi kuliah pada waktu itu.
Ketika para mahasiswa sudah duduk rapi dan terlihat siap untuk menerima materi pembelajaran, Mr Lala Bumela membuka pembicaraan dengan pembahasan yang pertama yaitu mengenai kemajuan mahasiswa dalam menulis class review.  Dimana banyaknya sumber-sumber yang mendukung dalam pembuatan class review, maupun bahasa yang kita gunakan semakin menunjukkan kemajuan yang signifikan.  Oleh karena itu, pelan-pelan tapi pasti class review yang kita tulis akan terlihat seperti akademik writing.

Untuk menjadi seorang penulis yang merefleksikanapa yang ia baca kemudian menuangkannya ke dalam tulisan merupakan hal yang paling sulit.  Connecting what do you want to write.  Penulis harus mampu menuangkan kembali ilmu yang ia dapat dan ia tangkap dari hasil membacanya, dan menghubungkannya dengan tulisan.
Agar menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya, alangkah baiknya kita review tentang materi pada minggu kemarin.
#LAST WEEK#
Pada pembahasan minggu lalu, kurang lebihnya membahas materi mengenai:
  • One of the author’s main task is to uncover new possibilities of understanding.  Inilah makna atau arti dalam bahasa inggris dari “meneroka ceruk-ceruk baru” atau mengungkap pemahaman-pemahaman baru yang tidak banyak orang mengetahuinya.  Salah satu contohnya yaitu seorang Howard Zinn yang berhasil mengungkap kebenaran mengenai Columbus yang ia tulis dalam bukunya, A people’s History of the United States.
  • Reaching out those new forms of understanding include three crucial phases: emulate-discover-create.  Menulis adalah dengan cara instanity, artinya menulis dengan cara pelan-pelan dan tidak terburu-buru.  Berawal dari seorang peniru kemudian menjadi seorang pencipta tulisan yang hebat.
  • Writing is a matter of creating affordances and exploring the meaning potentials.  Dalam hal ini, penulis harus memunculkan daya tarik dari tulisannya, yang disebut dengan epicentrum dan dapat mengeksplorasi makna atau potensi makna yang ditawarkan kepada pembaca.
  • Ujung-ujungnya, writing is a semogenesis yaitu meaning-making-practice.  Menulis juga menghasilkan gravitasi yang dapat menarik minat pembaca.  penulis harus memaksimalkan gravitasi tersebut dan mengawinkannya dengan epicentrum.  Biasanya terletak di bagian thesis statement.
  • Thesis statement is a very crucial milestone for making initial dialog with the expected reader.  Menempatkan thesis statement sebagai batu loncatan untuk tulisan kita.  Jika menempatkan thesis statement pada awal paragrafnya saja sudah luar biasa bagus dan menarik, maka pembaca akan merasa penasaran dan merasa tertarik untuk membaca tulisan kita secara keseluruhan.  Oleh karena itu, thesis statement disebut juga sebagai milestone (batu loncatan).

Jika dianalogikan, tidak ada bedanya antara sejarahwan, ahli linguistic, dan sastrawan.  Mereka memiliki misi yang sama, yaitu to discover atau menemukan hal yang terbaru.
HISTORIAN=LINGUIST=POET
Perbedaan dari ketiganya hanya terletak pada jenis tulisan yang dihasilkan.  Jika historian dan linguist lebih menulis dengan jenis tulisan akademik writing, sedangkan poet atau sastrawan lebih menulis ke estetika yaitu mempunyai nilai seni.
            Dasar atau basic untuk menjadi historian, linguist, maupun poet adalah terletak pada LITERACY.  Tidak akan mungkin menjadi penemu yang benar tanpa adanya literasi.  Seorang sejarahwan seperti halnya Howard Zinn, menemukan sebuah misteri kebenaran tentang sosok Columbus melalui pengalaman baca-tulisnya.  Tanpa baca-tulis atau literasi, tidak akan terkuak kebenaran tentang sejarah tersebut.  Kebenaran itu akan terbungkam oleh tidak adanya literasi.
            Milan Kundera (in  L’Art duroman, 1986) seorang novelis atau sastrawan menaruh komentar, bahwasanya “to write, means for the poet to crush the wall behind which something that ‘was always there’ hides.  Untuk dapat menulis, seorang sastrawan harus menghancurkan sebuah tembok yang selalu ada hal tersembunyi di baliknya.  Dalam hal ini,tugas penyair memang tidak jauh berbeda dengan sejarahwan, karena sejarahwan menyerupai sastrawan, yang bertugas untuk mengungkap sesuatu yang masih tersembunyi dan terpendam di kehidupan masyarakat.
            Untuk menyatakan misi di atas, seorang sastrawan harus menolak sebuah service untuk suatu kebenaran yang abash. Kebenaran yang masih mengapung di atas permukaan, harus diangkat oleh seorang sastrawan, sejarahwan, maupun linguist agar kebenaran tersebut terungkap dan diketahui oleh banyak orang.
            Sejarah merupakan proses dari penciptaan manusia yang tiada akhirnya.  Sejarah juga merupakan proses penemuan jati diri manusia.   Dengan sejarah, jati diri seseorang atau bangsa akan dapat diketahui dan diabadikan serta dikenang sepanjang masa. Karena sejarah bersifat unik (terjadi hanya satu kali), sejarah adalah peristiwa (terjadi pada masa lampau), dan sejarah adalah abadi (peristiwa yang tidak pernah berubah-ubah dan dikenangsepanjang masa).  Oleh karena itu, kebenaran untuk mengungkap sebuah sejarah adalah perlu dan penting yaitu melalui literasi sebagai praktik sejarah.  Seperti yang dilakukan oleh Howard Zinn yang telah memunculkan kebenaran sejarah mengenai sosok Columbus yang katanya penemu Benua Amerika.
            Setelah Mr. Lala Bumela menjelaskan tentang materi, kegiatan selanjutnya yaitu mengevaluasi hasil free writing pada minggu kemarin dengan peer review.  Peer review yang dilakukan dengan partner masing-masing, berlangsung selama kurang lebih satu jam 45 menit di dalam kelas.  Masih banyak kekurangan pada free writing yang kita tulis, diantaranya yaitu kurang adanya unity coherence antar  kalimat dan antar paragraph, serta kurang terbangunnya thesis statement.

Kesimpulan dari semua pembahasan di atas adalah bahwasanya dalam setiap tulisan yang kita buat,  di dalamnya harus memuat thesis statement dan harus gravitasi serta epicentrum yang menarik, sebagai titik puncak inti dari tulisan yang kita buat. Seorang penulis tentunya berliterasi, dan sebagai seorang penulis yang berliterasi ia akan dapat menemukan berbagai ilmu pengetahuan baru yang belum banyak orang mengetahuinya.  Oleh karena itu, literasi menjadi tombak utama penulis dalam menciptakan tulisan.  Tulisan tidak akan dapat menyadarkan pembacanya tanpa adanya literasi,
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment