Saturday, March 22, 2014

Literat: Kaum Tercerahkan

Literat: Kaum Tercerahkan
                                                By: Eka Ramdhani Niengsih.
                                              PBI-D Semester 4
Salam semangat! Semoga Allah SWT selalu melindungi kita dan menuntun kita ke jalan yang benar. Mk Writing minggu ini adalah minggu yang cukup menakjubkan khususnya bagi saya, jujur saya katakan. Pak Lala memiliki schedule lain yang memang saya pikir itu jauh lebih penting. Jalan keluar yang didapat ialah masuk kuliah pukul 05.45 WIB. Sedikit ekstrim memang, namun bagaimana lagi. Kita harus mengikutinya. Awalnya saya bingung harus berangkat pukul berapa dari rumah. Lalu, hati saya terenyuh sewaktu banyak teman yang menawarkan untuk menginap ditempatnya. Thanks a lot guys! You are make me proud of you all. Tanpa persiapan tanpa  direncanakan saya menginap disalahsatu teman dekat saya. Ada kebersamaan yang saya rasakan, mungkin akan membuat saya rindu suasana ini. Mengerjakan tugas secara bersamaan, makan bersama.

Ayam masih berkokok ketika saya dan teman-teman berangkat menuju kampus pukul 05.30 WIB. Kami pun bahkan sempat berlarian agar tidak telat masuk. Tidak masalah, anggap saja ini olahraga dipagi hari yang menyejukan. Gedung PBI masih gelap dan belum ada petugas yang membersihkannya, sementara kami harus sudah belajar. Bismillah, dengan mata yang masih mengantuk, saya tekankan untuk tetap bersemangat. Keep fight!!
Minggu keenam, jadi minggu yang cukup mengesankan. Ternyata semangat PBI-D begitu membara untuk belajar. Masalah kapan waktu belajarnya bukan masalah. Yang teramat penting adalah keinginan kita untuk belajar. Lalu saya tidak menyangka, kelas writing PBI-D minggu ini sangat ramai karena banyak anak kelas lain yang juga ikut. Dan ini menambah semangat saya.
Setelah memastikan suasana kondusif untuk memulai pembelajaran, pak Lala pun menyajikan beberapa materi. Pertama, ditayangkan bait-bait mendalam mengenai dunia literasi.

Literasi. Satu kata sederhana namun cukup mengandung arti mendalam. Betapa tidak berat, literasi adalah bagian hidup manusia. Saya  menganggap jika literasi ialah modal utama kehidupan manusia. Ya, setiap aspek kehidupan seorang manusia pasti berhubungan dengan dunia  literasi. Contoh kecilnya, ketika kita belanja pasti kita harus membaca dan melihat barang tersebut untuk memastikan apakah yang akan kita beli itu kualitasnya masih bagus atau tidak. Saya, dan teman-teman PBI lainnya saya rasakan perlahan sedang dituntun untuk menjadi kaum literat. Kalangan melek membaca dan menulis. Diawal, ini terasa sulit untuk membiasakan diri banyak membaca dan menulis itu.
Kaum tercerahkan. Begitulah anggapan orang untuk para literat. Katanya, Tugas mereka yang tercerahkan-kaum literat adalah meneroka ceruk ceruk 'baru' tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, kumpulkan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana dari cinta mereka pada pengetahuan dan pemberi pengetahuan. Tugas yang cukup berat untuk mereka, “meneroka ceruk-ceruk baru”. Seorang literat, harus bisa menemukan celah-celah baru yang belum diketahui oleh banyak orang. Kita menggali informasi yang belum pernah dibahas. Proses pencarian itu memang cukup sulit sepertinya, akan tetapi pencarian celah baru ini akan membawa kita pada suatu hal yang berbeda sehingga orang lain akan memberikan apresiasi pada kita.
“Mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari 'suara-suara penuh kuasa' di bidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang tercerahkan-literat; mereka baru pada fase awal; peniru...” namun terkadang kaum literat hanya baru mengetahui teorinya, dan ini merupakan tahap awal yaitu ‘peniru’. Kaum literat merupakan sumber daya (affordance), oleh karena itu mereka harus bisa memanfaatkan potensi yang ada dengan menciptakan makna-makna yang bisa dipahami oleh banyak orang (meaning potensials). Belajar jadi salah satu contoh literasi karena mencerahkan pemahaman kita yang sebelumnya tidak kita pahami.
Ada tiga perjalanan yang harus ditempuh oleh kaum literat. Pertama, Emitate, meniru adalah fase awal untuk menjadi kaum literat. Kita pasti membaca dan mencari karya-karya orang hebat lalu akan menirunya. Kita merasa terinspirasi untuk bisa menirukannya. kedua Discover,kita mencari sumber relevan yang bisa dipercaya dan dapat dibuktikan kebenarannya. Ketiga Create, setelah meniru dan mencari sumber dan fakta maka kita akan menciptakan suatu karya menakjubkan.
Jauh sebelum menapaki fase Discover dan Create, kita yang masih berada di fase meniru tidaklah boleh menjadi pribadi yang sombong. Karena, mungkin saja kita melakukan satu kesalahan. Jangan menjadi pribadi yang ‘tidak terbantahkan’,tidak mau menerima kritikan dan masukan dari orang lain, karena bisa jadi masukan tersebut bisa lebih membangun karakter kita kedepannya. Bukan masalah jika kita masih berada di fase peniru, namun sebagai seorang peniru kita mesti pandai memilih mana yang patut ditiru dan mana yang harus ditinggalkan jika itu sesuatu yang tidak baik bagi kita.
Fowler (1996:10 ) : " Seperti sejarawan kritis, linguis bertujuan untuk memahami nilai-nilai yang mendukung formasi sosial, ekonomi, dan politik, dan diakronis , perubahan nilai dan perubahan formaitons. Ahli linguis harus bisa memahami nilai yang terkandung pada teks atau buku yang sudah dibaca olehnya ataupun segala sesuatu yang pernah terjadi padanya. Seorang linguis terkadang memiliki ideologi sendiri. Fowler (1996:12 ) : "Ideologi tentu saja termasuk media dan instrumen proses sejarah..” Ideologi merupakan proses sejarah, jika menjadi linguis besar maka pemikirannya akan menjadi bahan kajian orang-orang. Ideologi jadi suatu media (tempat) untuk mengabadikan sejarah. Sementara itu, ideologi sebagai instrumen digunakan sebagai cara kita menuangkan dan mengabadikan sejarah. Oleh karena itu, Ideologi hadir di mana-mana disetiap teks tunggal (lisan, tertulis, audio, visual atau kombinasi dari semua itu) Fowler;1996. Sehingga Produksi Teks tidak pernah netral ( Fairclough,1989 ;1992 ;1995 ;2000; Lehtonen,2000) karena selalu dipengaruhi oleh ideologi sang pencetusnya. Pada akhirnya, Literasi TIDAK PERNAH netral (Alwasilah 2001;2012) karena itu, membaca dan menulis selalu termotivasi secara ideologis.
Kita ambil contoh kasus yang terjadi pada Howard Zinn (Sejarawan Boston) dan Samuel Elliot Morrison (Sejarawan Harvard) ihwal penjabaran Columbus sebagai penemu benua Amerika. Mereka berdua menuangkan pemikirannya berdasar ideologi yang dimiliki masing-masing. Zinn cenderung ke ranah politik sedangkan Marrison lebih condong ke sisi linguistiknya. Tulisan mereka memenuhi kepuasan ideologis masing-masing, memenuhi permintaan sebagian atau semua orang yang menjadi bagian dari kelompok mereka. Pada akhirnya, ceritaan tersebut masing menggantung karena objektifitasnya belum terlalu jelas. Kedua sejarawan ini mencetuskan ceritaan yang mereka sukai berdasarkan kepentingan yang mereka miliki. Sehingga mengagungkan fakta yang mereka kehendaki, dengan sengaja menghilangkan segalanya yang dianggap kurang koheren dengan ideologi yang telah dianutnya. Zinn memandang Columbus sebagai sosok yang kalah, ia bukan pahlawan melainkan seorang pembunuh. Sedangkan, Marrison memandang Columbus sebagai sosok dengan pengagungan yang tinggi akan kebesarannya. Maka dari itu, penceritaan akan selalu berubah dan berbeda, tergantung pada siapa dan ideologi apa yang dicetuskannya.
Selanjutnya, Menulis di perguruan tinggi sering mengambil bentuk persuasi–meyakinkan orang lain bahwa tulisan kita  memiliki daya tarik, sudut pandang logika pada subjek yang kita pelajari. Persuasi adalah keterampilan kita berlatih secara teratur dalam kehidupan sehari-hari. Di perguruan tinggi, tugas yang kita dapatkan sering meminta kita untuk membuat kasus persuasif secara tertulis. Lalu, kita akan diminta untuk meyakinkan pembaca melalui sudut pandang yang kita buat. Bentuk persuasi , sering disebut argumen akademis , mengikuti pola yang diprediksi secara tertulis. Setelah pengenalan singkat dari topik, kita menyatakan sudut pandang kita pada topik secara langsung dan sering dalam satu kalimat. Kalimat ini adalah pernyataan tesis, dan berfungsi sebagai ringkasan dari argumen kita. Tesis dari esai adalah ide utamanya . Pernyataan tesis dari esai adalah pernyataan satu atau dua kalimat yang mengungkapkan gagasan utama ini. Pernyataan tesis mengidentifikasi topik penulis dan pendapat penulis mengenai topik itu.
Pernyataan tesis melakukan dua fungsi:
1.penulis menciptakan tesis untuk fokus pada subjek esai.
2 .kehadiran pernyataan tesis yang baik membantu pemahaman pembaca.
Thesis Statement adalah:
§    memberitahu pembaca bagaimana kita akan menafsirkan pentingnya materi pelajaran yang sedang dibahas.
§    adalah peta jalan untuk kertas, dengan kata lain, ia memberitahu pembaca apa yang diharapkan dari sisa kertas.
§    langsung menjawab pertanyaan yang diminta. Tesis merupakan interpretasi dari pertanyaan atau subjek, bukan subjek itu sendiri. Subyek atau topik, dari sebuah esai mungkin seperti Perang Dunia II atau Moby Dick , tesis maka harus menawarkan cara untuk memahami perang atau novel tersebut.
§    membuat klaim bahwa orang lain mungkin membantah.
§    biasanya satu kalimat di suatu tempat di paragraf pertama yang menyajikan argumen kita kepada pembaca. Sisa kertas, tubuh esai, mengumpulkan dan mengatur bukti yang akan membujuk pembaca logika penafsiran kita.

Tesis adalah hasil dari proses berpikir yang panjang. Untuk sebagian pemula, tesis ini akan terasa cukup sulit karna membutuhkan pengembangan argumen yang mantap. Sebelum kita mengembangkan argumen tentang topik apa saja, kita harus mengumpulkan dan mengatur bukti, mencari kemungkinan hubungan antara fakta yang diketahui (seperti kontras mengejutkan atau kesamaan), dan berpikir tentang pentingnya hubungan ini.
Ketika membuat karangan tesis, kita harus mengevaluasi
1.    Apakah tesis tersebut “jadi apa?”. Jika pertamanya pembaca merespon “jadi apa?” maka kita perlu menjelaskan ;untuk menjalin hubungan, atau menghubungkan masalah yang lebih besar.
2.    Apakah Esai kita mendukung tesis secara khusus dan tanpa berkeliaran? Jika tesis kita dan bagian tubuh esai nya tampak tidak sama atau tidak sejalan maka salah satu dari mereka harus diubah.

3.    Apakah esai saya mendukung tesis saya secara khusus dan tanpa berkeliaran ? Jika tesis dan tubuh esai kita tampaknya tidak pergi bersama-sama , salah satu dari mereka harus berubah. Ini untuk mengubah tesis kita bekerja untuk mencerminkan hal-hal yang sudah tahu dalam rangka penulisan makalah kita. Ingat, selalu meninjau kembali dan merevisi tulisan kita yang diperlukan.

4.    Apakah tesis saya lulus " bagaimana dan m¡engapa ? " Test ? Jika pembaca respon pertama adalah " bagaimana ? " Atau " mengapa ? " Tesis kita mungkin terlalu terbuka dan kurang bimbingan bagi pembaca . Lihat apa yang dapat kita tambahkan untuk memberikan pembaca take lebih baik pada posisi kita benar dari awal.

Sejarah adalah ilmu diakronik. Sedangkan ilmu sosial dan lainnya termasuk ilmu sinkronik.
Pertemuan kali ini sungguh mengesankan. Semoga banyak hikmah yang bisa kita petik dari sini.

Referensi:
Fokussejarah.blogspot.com/2013/08pengertian-diakronik-dan-sinkronik.html.





Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment