Saturday, March 15, 2014

Kunci Pemahaman Menulis


5th Class Review
Kunci Pemahaman Menulis
07 Maret 2014, adalah pertemuan kelima dalam kelas academic writing ini. Artinya pada pertemuan kali ini peperangan akan segera dimulai. Bahkan peperangan sudah dimulai dari pukul 07.00 WIB. Peperangan kali ini bukanlah peperangan antara satu suku dengan suku yang lain, melainkan peperangan antara mahasiswa dengan berbagai macam senjata. Senjata yang dimaksud disini meliputi bolpoin, buku passport, pdf, notebook dan berbagai macam cemilan. Perang ini pun bukan dinamakan perang dunia ke-III yang merupakan lanjutan dari perangg dunia ke-II, melainkan perang ini dinamakan kelas academic writing.

Minggu lalu kita telah membuat critical review yang kedua, yaitu menanggapi artikel Howad Zinn yang berjudul “Speaking Truth to Power with Books”. Didalamnya membahas tentang kekuatan buku yang dapat mengubah pola fikir manusia. Dalam artikelnya, Howard Zinn juga memberikan contoh yang real, yaitu tentang kasus penemuan benua Amerika oleh Columbus. Dalam critical review kali ini, ada banyak hal yang kurang dan harus diperbaiki. Tetapi meskipun begitu, ada banyak ruang untuk memperbaikinya. Karena sejauh ini tulisan mahasiswa mengalami perkembangan yang bagus.
Sejarah adalah hal yang paling penting dan tidak akan pernah terlupakan. Sejarah hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Sejarah juga tidak asal-asalan karangan belaka, tadi ada bukti dan fakta yang memperkuat sejarah yang ada. Saking pentingnya sejarah, bukti dan fakta yang ada pun disimpan dan diabadikan dalam museum.
Menanggapi artikel Howard Zinn tentang penemu benua Amerika yang ternyata bukanlah Columbus, Noam Chomsky berkomentar “He changed the consciousness of a generation”. Menurut Noam Chomsky, Howard Zinn telah mengubah kesadaran sebuah generasi. Dahulu kala, orang-orang percaya bahwa penemu benua Amerika adalah Columbus. Tapi setelah Howard Zinn menguak fakta sebenarnya tentang penemuan benua Amerika tersebut dan menjelaskan secara rinci sifat asli Columbus, kesadaran orang-orang menjadi terbuka dan terkuaklah fakta bahwa memang penemu benua Amerika itu bukanlah Columbus. Pernyataan ini bukan hanya diungkapkan oleh Howard Zinn, tetapi dari berbagai sumber lain juga mengatakan hal yang sama.
Berkaitan dengan sejarah, literasi sangat erat kaitannya dengan sejarah. Mengapa? Karena, Literacy as a social practice, yang mana literasi itu bukan hanya tentang membaca dan menulis saja, tapi juga tentang sejarah, social, politik, budaya, agama dan aspek-aspek lainnya. Apabila sejarah digabungkan dengan literasi, maka akan menghasilkan social practice. Kenapa literasi dikaitkan dengan sejarah? Karena seorang writer itu harus selalu mengaitkan apa yang ia tulis dengan apa yang terjadi di masa lalu.
Adanya sejarah dapat dilihat dari benda-benda peninggalannya. Benda-benda peninggalan itu bisa berupa artefak, teks, yupa, prasasti atau benda-benda lainnya yang berkaitan dengan masa lalu. Menurut (Lehtonen, 2000:72) teks terbagi ke dalam dua bentuk, yaitu teks fisik dan teks semiotic. Teks fisik merupakan teks yang bermakna denotasi (real), contohnya tulisan. Sedangkan teks semiotic merupakan teks yang bermakna konotasi, contohnya gambar, speech dan music. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa teks yang diungkapkan oleh Lehtonen merupakan sebuah sejarah.
Berbicara tentang teks, tidak akan terlepas dari yang namanya konteks. Karena keduanya saling berkaitan. Dimana ada teks, disitu pasti ada konteks. Tidak aka nada teks tanpa adanya konteks.
(Lehtonen, 2000:114) menyebuytkan hal-hal yang termasuk ke dalam konteks, diantaranya:
1.  substansi, yaitu materi fisik yang membawa atau menyampaikan teks,
2.  musik dan gambar,
3.  paralanguage, yaitu perilaku yang berarti bahasa yang menyertainya, seperti
kualitas suara, gerak tubuh, ekspresi wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis huruf dan ukuran huruf (secara tertulis),
4.  Situasi, yaitu sifat dan hubungan objek dan orang-orang di sekitarnya teks, seperti yang dirasakan oleh para participant,
5.  co-teks, yaitu teks yang mendahului atau mengikuti teks yang terdapat di dalam analisis dan yang peserta menilai wacana yang sama,
6.  intertext, yaitu teks yang peserta anggap sebagai milik wacana yang berbeda, tapi mereka menyamakan teks tersebut dengan beberapa pertimbangan, dan yang mempengaruhi interpretasi mereka,
7.  peserta, yaitu meliputi niat dan interpretasi mereka, pengetahuan dan keyakinan, sikap interpersonal, afiliasi dan perasaan,
8.  fungsi, yaitu fungsi dari teks adalah untuk mengajak atau mempengaruhi pembaca untuk melakukan sesuatu.
Lebih jauh dari Lehtonen, (Hyland, 2009:44) menjelajahi beberapa kunci permasalahan yang mendominasi pemahaman dalam writing, diantaranya ada conteks, literacy, culture, technology, genre dan identity.
Pertama adalah context. kenapa konteks terlebih dahulu? Karena seperti yang telah dijelaskan tadi bahwa teks dan konteks itu adalah satu kesatuan dan tak akan bisa terpisahkan. Dimana ada teks, disitu pasti ada konteks. Cara kita memahami tulisan dikembangkan melalui pemahaman konteks yang semakin luas. Makna atau meaning itu bukan kata kata yang kita tulis dalam tulisan kita, melainkan makna itu timbul padainteaksi antara pembaca dengan penulis. Karena setiap pembaca dan penulis passti memberikan makna yang berbeda pada sebuah tulisan. Seperti halnya kasus yang dibahas pada critical review yang kedua tentang penemuan benua amerika, karena terlalu banyak sumber yang berbeda pendapat tentang kasus ini maka banyak makna atau pengertian yang berbeda pula dalam kasus ini. Pemberian makna pada sebuah teks itu tergantung pada sudut pandang yang melihat.
Konteks menurut Van Dijk adalah bukan situasi social yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh interaksi atau percakapan, tetapi cara peserta menegaskan situasi. Konteks yang seperti itu bukanlah kondidi ‘objective’ atau penyebab langsung, melainkan (inter) konstruksi yang subjective yang dirancang dan diperbaharui dalam interaksioleh participant sebagai member dari group dan komunitas. Jika keseluruhannya ada, maka semua orang yang ada dalam situasi social yang sama akan berbicara dengan cara yang sama pula. Konteks adalah peserta konstruksi (Van Dijk, 2008:viii).

Cutting (2002:3) menyatakan bahwa ada 3 aspek utama dalam penafsiran konteks, yaitu :
1.    Konteks situasional. Konteks ini mencakup tentang apa yang manusia tahu dan manusia lihat di sekeliling mereka.
2.    Konteks latar belakang pengetahuan. Konteks ini mencakup tentang apa yang manusia tahu tentang dunia, apa yang mereka tahu tentang aspek kehidupan dan apa yang amnesia tahu tentang manusia yang lain.
3.    Konteks co-textual. Konteks ini mencakup tentang apa yang mereka tahu tentang apa yang telah mereka katakan.
Halliday mengembangkan analisis konteks berdasarkan gagasan bahwa teks adalah hasil dari pilihan bahasa penulis dalam konteks situasi interaksi (Malinowski:1949). Artinya bahwa bahasa itu bervariasi dan disesuaikan dimana bahasa itu digunakan, sehingga jika kita meneliti teks kita dapat membuat dugaan tentang situasi, atau jika kita berada dalam situasi percakapan (interaksi) kita membuat pilihan linguistic tertentu berdasarkan situasi tersebut.

Dimensi Halliday tentang konteks, diantaranya:
1.    Field. Mengacu pada apa yang terjadi, jenis aksi social, atau isi dari teks (topic bersama dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara social dan pola biasanya digunakan untuk mengekspresikan teks itu).
2.    Tenor. Mengacu  pada siapa yang mengambil bagian, peran dan hubungan peserta (status dan kekuasaan mereka, misalnya pengaruh keterlibatan, formalitas dan kesopanan).
3.    Mode. Mengacu pada bagian mana bahasa yang digunakan, apa yang participant harapkan untuk meraka lakukan (apakah itu tulisan atau lisan, bagaimana informasi terstruktur dan sebagainya) (Hyland : 1985).

Kunci permasalahan yang kedua adalah Literacy. Definisi lama literasi adalah kemampuan membaca dan menulis (Chaedar, 2012:159). Menulis dan membaca adalah tindakan dimana kita benar-benar menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Menurut konsep modern, kita dituntut untuk melihat tulisan sebagai praktek social, bukan sebagai keterampilan abstrak dipisahkan dari orang-orang dan tempat-tempat dimana mereka menggunakan teks.
Literasi tidak hanya mengetahui cara membaca dan menulis naskah saja, tapi menerapkan pengetahuan itu untuk tujuan tertentu dalam konteks tertentu pula ( Scribner dan Cole, 1981:236).
Pandangan social tentang literasi :
1.    Literasi adalah aktifitas social dan dijelaskan lebih baik oleh orang-orang yang berliterat.
2.    Setiap orang memiliki kemahiran yang berbeda-beda yang berhubungan dengan berbagai domain kehidupan.
3.    Praktek literasi masyarakat terletak dalam hubungan social yang luas, sehingga perlu untuk menggambarkan pengaturan literasi.
4.    Praktek literasi berpola kepada lembaga-lembaga social dan kekuasaan hubungan dan beberapa kemahiran yang lebih dominan, terlihat dan berpengaruh daripada yang lain.
5.    Literasi didasarkan pada system symbol sebagai cara untuk mewakili dunia kepada orang lain dan diri kita sendiri.
6.    Sikap dan nilai-nilai yang berkaitan dengan panduan tindakan literasi kita untuk komunikasi.
7.    Sejarah kehidupan kita mengandung banyak peristiwa literasi darimana kita belajar dan  yang memberikan kontribusi hingga saat ini.
8.    Sebuah peristiwa literasi juga memiliki sejarah social yang membantu menciptakan arus praktek. (Barton, 2007:34-35)
Dari pembahasan tentang literasi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Literasi as a social practice. Jadi literasi itu bukan hanya membaca dan menulis saja.

Kunci permasalahan yang ketiga adalah culture atau budaya. Budaya secara umum dipahami sebagai historis yang ditransmisikan dan jaringan sistematis makna yang memungkinkan kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita tentang dunia (Lantolf, 1999). Akibatnya, bahasa dan pembelajaran adalah dikepung dengan bahaya (Kramsch, 1993). Hal ini dikarenakan nilai-nilai budaya kita yang tercermin dan dilakukan melalui bahasa. Budaya memberikan peluang kepada kita untuk mengorganisir persepsi dan harapan, termasuk yang kita gunakan untuk belajar dan berkomunikasi secara tertulis.
Orang yang paling utama bertanggung jawab untuk komunikasi yang efektif adalah penulis, tetapi dalam bahasa jepang itu adalah pembaca Hinds (1987:143). Budaya bahasa inggris mengisis penulis dengan jelas, sedangkan teks jerman menempatkan tanggungjawab pada pembaca untuk menggali makna sendiri ( Clyne, 1987).
Sebuah perspektif komparatif juga membantu kita untuk melihat bahwa tulisan kita sendiri adalah produk dari factor sejarah dan budaya ketimbang sebagai norma dari pola lain yang hanya penyimpangan. Jadi, budaya itu sangat berpengaruh terhadap tulisan kita.

Kunci permasalahan yang keempat adalah technology. Untuk menjadi orang yang berliterat pada zaman sekarang, orang tidak cukup mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks alfabetis, melainkan juga harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual dan digital (Chaedar, 2012:162). Berkembanglah literasi visual, literasi digital dan literasi virtual. Penguasaan IT sangat penting, sehingga kini kehebatan sebuah universitas antara lain diukur lewat webometrics, yakni sejauh mana universitas itu diperbincangkan dalam dunia maya.
Apabila sudah menjadi sebuah karya, tulisan jangan hanya disimpan karena itu tidak akan memberikan manfaat sama sekali. Dengan adanya technology, tulisan kita bisa diupload ke dunia maya dan semua orang bisa melihat tulisan kita.

Kunci permasalahan yang kelima adalah genre. Genre adalah istilah untuk mengelompokkan teks, mewakili bagaimana penulis biasanya menggunakan bahasa untuk menanggapi situasi berulang. Setiap genre memiliki sejumlah fitur yang membuatnya berbeda dengan genre lain: masing-masing memiliki tujuan tertentu, struktur keseluruhan, fitur linguistic tertentu dan bersama oleh anggota budaya. Bagi banyak orang itu adalah invitif konsep menarik yang membantu untuk mengatur label akal sehat yang kita gunakan untuk mengkategorikan teks dan situasi dimana mereka terjadi.
Genre adalah sesuatu yang diakui secara social dari penggunaan bahasa yang merupakan bagian dari tujuan (Hyland, 2003:18).
Menurut Hyland (2003:24), genre didalam menulis dan pengajaran menulis, yaitu :
1.    Ide pokok, yaitu menulis adalah aktifitas social dan terkait dengan hasil atau karya akhir.
2.    Focus pengajaran, yaitu lebih memerhatikan harapan pembaca dan hasil karya.
3.    Manfaat, yaitu untuk menjelaskan tujuan social yang efektif membuat kaidah teks jelas atau nyata dan contextual menulis antara pembaca dan hasil karya.
4.    Kerugian, yaitu tidak membutuhkan pemahaman dari teks.

Kunci permasalah yang terakhir adalah identity. Hubungan antara tulisan dengan identitas penulis sangatlah dekat. Karena semua tulisan pasti memiliki identitas dan tidak aka nada tulisan tanpa adanya identitas penulis.
Identitas berarti sebagai konsep plural, yang didefinisikan secara social dan dinegosiasikan melalui pilihan penulis buat dalam wacana mereka. Pilihan ini sebagian dibatasi oleh ideology dominan kemahiran istimewa di masyarakat tertentu dan sebagian terbuka untuk interpretasi penulis sebagai akibat dari pribadi dan social budaya pengalaman. Identitas demikian memicu penulis berbagai ‘diri’ mempekerjakan dalan konteks yang berbeda. Proses hubungan mereka dengan khusus masyarakat dan tanggapan mereka terhadap hubungan kekuasaan institusional tertulis di dalamnya.
Cara-cara penulis menampilkan diri dan menemukan diri mereka diposisikan dalam membangun identitas discoursal telah secara ekstensif dibahas oleh (Ivanic, 1999, nanic dan Weldon, 1999). Dia berpendapat bahwa identitas penulis secara sosialdibangun oleh prototype ini kemungkinan self-hooh tersedia dalam konteks penulisan. Berikut tiga aspek penulis :
1.    The autobioghraphical self, yaitu penulis membawa tindakan dengan menulis, dibatasi secara social dan dibangun oleh sejarah hidup penulis itu sendiri.
2.    The discoursal self, yaitu penulis menyampaikan diri mereka sendiri dalam sebuah teks.
3.    The authorial self, yaitu penulis menunjukkan dirinya dengan cara sejauh mana penulis masuk ke dalam teks dan mengklaim dirinya sebagai sumber isi.

Dari semua pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk menulis itu tidak asal-asalan. Tulisan juga tidak akan pernah lepas dari yang namanya teks dan konteks. Tulisan biasanya diambil dari pengalaman-pengalaman yang dialami oleh penulis di masa lalu. Artinya bahwa tulisan atau literacy itu tidak akan terlepas dari yang namanya sejarah.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment