Saturday, March 22, 2014
Created By:
Mega Widiastuti
Class review keenam on 14th march 2014
Defining Thesis Statement
Ketika
langit masih berwarna gelap, embun pagi masih segar membasahi bumi, semua orang
masih tertidur lelap, dan semua rumah yang berpenghuni masih tertutup
rapat. Tetapi berbeda dengan saya, di
pagi buta saya sudah siap untuk bertempur dengan mata kuliah writing 4. Dengan semangat yang tinggi saya menginjakkan
langkah demi langkah menuju kampus tercinta, dan selama 15 menit perjalanan
saya pun tiba di ruang kelas yang di dalamnya terdapat sisa genangan air
hujan. Tetapi hal itu tidak mematahkan
semangat saya untuk belajar.
Tema
pembelajaran kali ini adalah “ Strengthening
Thesis Statement” untuk membuka perkuliahan kali ini saya dan teman-teman di suguhkan quote of the
day yang sangat menyentuh kalbu. This is
it J
Katanya, tugas mereka yang
tercerahkan--kaum literat--adalah meneroka ceruk ceruk 'baru' tempat
pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, kumpulkan dan kuasai dalam
perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana dari cinta mereka pada pengetahuan
dan pemberi pengetahuan. Mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari
'suara-suara penuh kuasa' di bidang yang mereka geluti, belumlah dapat
dikatakan yang tercerahkan--literat; mereka baru pada fase awal; peniru.
Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita merasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita dengan pongahnya mengatakan 'ini salah itu tak benar", tanpa dasar yang 'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari "Rejim kebenaran tak terbantahkan".
Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kita sedikit ketahui.
Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita merasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita dengan pongahnya mengatakan 'ini salah itu tak benar", tanpa dasar yang 'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari "Rejim kebenaran tak terbantahkan".
Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kita sedikit ketahui.
Melihat
dan mencoba menelaah quotes di atas, ternyata untuk menjadi seorang literate
itu bukan hal yang mudah, dan juga tidak sembarang orang. Perlu
penelaahan dan pemahaman yang lebih jauh, karena sesungguhnya seseorang
bisa dikatakan kaum literate jika ia sudah memahami sesuatu karena membaca dan
melakukan sesuatu berdasarkan pemahamannya.
( Dikutip dari Hanif93.wordpress.com/menciptakan-generasi-literat)
Seperti yang digambarkan dalam skema
dibawah ini:
Maksud
dari skema diatas adalah untuk menjadi seorang literat harus berawal dari
pemula, dengan mencintai/menyukai ilmu pengetahuan yang telah di dapat melalui
membaca,kemudian dengan ilmu pengetahuan tersebut sebagai pemula harus dapat
menyemaikan ilmu yang di dapat dengan cara menulis. Selanjutnya dengan menulis kaum literat akan
dapat mengasilkan resouce dan memiliki kemampuan dan juga kekuatan potensial
dalam menelaah makna.
Kemudian
dari quotes yang telah saya tuliskan sebelumnya, Mr.Lala mengatakan bahwa di
dalam dunia pendidikan banyak ceruk baru:
Di
dalam dunia pendidikan seorang pemula tidak diharamkan untuk meniru, karena melalui
proses tersebut ia akan mendapatkan sesuatu hal yang baru, begitu halnya dengan
prinsip belajar yang tidak tahu menjadi tahu, dan yang tidak bisa menjadi
bisa. Berdasarkan hal ini setelah
meniru, ia akan naik satu langkah kepada tahap menemukan, yaitu menemukan
pandangan atau pemahaman baru mengenai hal yang telah ia dapatkan ketika
meniru, dan akhirnya sampailah kepada tahap menulis. Ketiga hal ini tentunya memiliki nilai
positif, menurut Fowler
(1996: 10): “Like the historian critical linguist aims to understand the
values which underpin social, economic, and political formations, and
diachronically, changes in values and changes in formaitons.”
Maksudnya yaitu seperti
sejarawan lingust kritis bertujuan memahami nilai-nilai yang mendasari
pembentukan sosial,ekonomi, politik, dan juga diakronik, perubahan nilai-nilai
dan perubahan dalam formasi. Berbicara
diakronik berhubungan juga dengan questioning value, diakronik adalah cara
mengambil data dalam waktu tertentu, kemudian syechcronic adalah mengambil data
dalam waktu seketika, contohnya seperti photografer.
Mr. Lala
pernah mengatakan bahwa, untuk memahami Ideology is of course both a medium and
an instrument of historical processes (fowler, 1996:12). Pendapat lain dari M.
Sastra Prateja menyatakan Ideology sebagai seperangkat gagasan atau pemikiran
yang beorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu siste yang
teratur . dalam hal ini ada beberapa unsure yang terkandung, yaitu;
1.
Adanya suatu
penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan.
2.
Setiap
ideology memiliki seperangkat nilai atau moral.
3.
Ideology
merupakan pedoman untuk mewujudkan nilai-nilai didalamnya.
Melihat
keterhubungan antara value dengan ideologi, hal ini berkesinambungan dengan
A.Chaedar Alwasilah bahwa “Literacy is
NEVER neutral” karena ideologi berhubungan dengan pemahaman sehingga akan
menghasilkan literacy yang berbeda pula, tergantung kepada pemahaman penulis
itu sendiri.
Selanjutnya
berbicara tentang persuasi, untuk tingkat perguruan tinggi biasanya tulisan
akademik yang disajikan selalu bersifat persuasif. Kaerena tingkat penalaran dan pemahamannya
pun sudah berbeda dengan anak SMA dan sederajatnya. Persuasi berarti meyakinkan
seseorang bahwa kita mempunyai sesuatu yang menarik, sudut pandang logika dalam
subyek yang dipelajari. Perlu kita
ketahui tujuan dasar dari persuasi sendiri adalah mempengaruhi pembaca untuk
melakukan tindakan sesuai dengan apa yang diharapkan penulis penulisnya. Persuasi juga merupakan keterampilan kita
untuk melatih diri sejauh mana tulisan yang kita buat mampu mempengaruhi
pembaca, dengan fakta, bukti dan argumen yang kita berikan.
Selain
itu dalam membuat suatu teks perlu diperhatikan mengenai thesis statement.
Thesis statement adalah satu atau
dua kata yang berisi topik, klaim, dan alasan.
Kalimat yang bernama thesis statement sebenarnya selalu ada dalam sebuah
tulisan, bentuknya bisa tersirat dan juga tersurat. Hal ini dibtuhkan karena klaim dan alasan
harus dibuktikan pada bagian body of paragraph.
Dibawah ini adalah keyword untuk thesis statement:
1.
[ Something], [does, something]
because [reason(s)]
2.
Because, [reason(s)], [something],
[does something]
- Although [Opposing eveidence], [reason(s)], show [something], [does something].
Di bawah ini juga
merupakan fungsi dari thesis statement :
Menurut ( Kathleen Muller Moore , 2011:8) thesis adalah fokus
untuk “meletakkan” argument. Thesis
statement mungkin yang paling penting bagi pembaca karena memberikan jangkar awal untuk membantu
memahami point yang dibuat. Bagi para
penulis thesis statement sebagai perangkat yang membantu penulis mengorganisir,
memikirkan masalah, dan memutuskan pin mana yang relevan. Tetapi pada kenyataannya sangat mudah untuk
tidak mementingkan thesis statement, terutama jika anda tidak menyadari bahwa,
bila thesis statement digunakan dengan
baik, ia membawa beban seluruh essay, pada buku Tehnique For College Writing The Thesis Statement and Beyond karya
Kathleen Muller Moore and Susie Lan
Casell Tahun 2011 di jelaskan bahwa thesis statement adalah janji dari
penulis kepada pembaca. Pembaca
mengharapkan anda untuk membuat baik pada klaimnya dengan menunjukkan rincian
konkret dan penalaran logis. ( Kathleen Muller Moore , 2011:8) Dan juga perlu
diketahui bahwa di dalam thesis statement itu terdapat tiga bagian yaitu: (a) Konteks (b)
Subjek (c) klaim
Coba perhatikan contoh di
bawah ini:
In America today,
the documented increase in childhood emotional disorders
CONTEXT SUBJECT
reflects changes in institutional practices rather than a deterioration of
family values.
CLAIMS
Meskipun anda mungkin telah membaca dan menulis
sejumlah thesis statement , mungkin anda tidak pernah melihat thesis statement
dengan cara ini sebelumnya.
ü Pada conteksnya menempatkan pembaca di
wilayah umum (In America
today)
ü Subjek mengarahkan
pembaca memperhatikan fokus dari teks (“documented increase in childhood emotional disorders”)
ü Dan klaim
memberitahu pembaca apa argumen teks tersebut (“reflects changes in institutional practices rather than a deterioration
of family values”). ( Kathleen Muller Moore ,2011:26)
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas kesimnpulannya adalah untuk menjadi seorang literate perlu
pemahaman yang lebih jauh, karena seseorang bisa dikatakan literate jika ia
sudah bisa memahami sesuatu karena membaca, dan melakukan sesuatu berdasarkan
pemahamannya. Kemudia ideology
berhubungan juga dengan value, karena cara memahami value itu bergantung kepada
ideologi masing-masing, maka oleh sebab itu literacy is never neutral. Selanjutnya mengenai thesis statement, thesis
statement adalah satu atau dua kata yang berisi topik, klaim, dan alasan. Di dalam thesis statement terdapat tiga
bagian yaitu, konteks, subject, dan klaim.
Oke that’s all for me. Thanks J J J


Subscribe to:
Post Comments (Atom)