Saturday, February 22, 2014

THE FIRST TRACE IN WRITING 4


2nd Class Review
THE FIRST TRACE IN WRITING 4
Jum’at mubarok adalah jadwal mata kuliah writing di semester 4 ini, tak terasa sudah pada pertemuan kedua di mata kuliah writing 4 tanggal 14 februari 2014, seminggu telah berlalu begitu cepat.  Pertemuan kedua ini sangat menegangkan karena waktunya untuk menyetorkan hasil kerja selama seminggu ini yaitu class review dan appetizer essay. Waktu pun telah menunjukan pukul 07.30, tak lama kemudian Mr. Lala masuk kelas untuk memulai pembelajaran. Sebelum melanjutkan materi minggu lalu, beliau mengabsen kehadiran mahasiswa terlebih dahulu.



Selanjutnya, Mr. Lala membahas materi yaitu mengenai teaching orientation, teaching orientation terdiri dari academic writing, critical thingking, dan writing. Untuk memahami lebih dalam, penjelasan yang lebih detailnya yaitu sebagai berikut:
a.       Academic writing, yaitu tulisan yang ditulis berdasarkan pada analisis dan proses pemikiran ide yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman seseorang. Untuk membuat academic writing kita membutuhkan research sebagai bahan untuk menulis dan comparing sebagai acuan untuk menulis, hal tersebut bisa sebagai bukti validity, serta kita bisa mengetahui informasi yang benar.
v  Impersonal, yaitu dalam penulisan academic writing point of view yang digunakan adalah orang ketiga, misalnya kata ganti dia, itu ataupun mereka. Tidak boleh menggunakan point of view orang pertama ataupun orang kedua.
v  Referensi, yaitu dalam penulisan academic writing referensi yang kita gunakan sebagai panduan harus jelas.
v  Formal, yaitu dalam penulisan academic writing harus menggunakan bahasa yang baku, tidak boleh menggunakan bahasa sehari-hari atau bahasa gaul.
v  Rigid, yaitu dalam penulisan academic writing biasanya kaku dan bahasanya sulit untuk dimengerti, karena literasi tinggi.
b.      Critical Thinking, yaitu kemampuan penalaran untuk memberikan argument yang berdasarkan bukti-bukti yang ada.
v  Critical Writer, yaitu penulis kritis yang bisa menuliskan argument-argument yang sesuai dengan bukti.
v  Critical Reader, yaitu pembaca yang kritis yang bisa menemukan bukti dari argument yang ditulis oleh penulis.
c.       Writing
Fungsi dari writing yang akan kita dapatkan yaitu:
v  A way of knowing something, menulis merupakan cara untuk kita bisa mengetahui sesuatu hal yang baru karena secara tidak langsung ketika kita akan menulis kita harus mempersiapkan bahan-bahan yang akan kita olah untuk menjadi sebuah karya tulis.
v  A way of representing something, dengan menulis secara tidak langsung kita akan menggambarkan sesuatu yang sedang kita olah dengan lebih menarik.
v  A way of reproducing something, menulis adalah cara yang tepat untuk bisa memproduksi atau melahirkan karya- karya yang spektakuler.
Kemudian setelah Mr. Lala memberikan beberapa materi tentang teaching orientation beliau membagi mahasiswa menjadi dua kelompok, untuk ditanya satu per satu mengenai sejauh mana mahasiswa memahami isi tulisan yang telah ditulis di buku passport. Saya mendapat giliran ketiga yang ditanya oleh beliau, karena saya sangat grogi jadi kurang bisa menjawab dengan jelas. Setelah semua mahasiswa mendapat giliran untuk ditanya. Mahasiswa kembali duduk seperti biasa. Beliau lalu melanjutkan memberikan materi yang telah disajikan melalui slide power point. Dalam slide pertama Mr. Lala memberikan beberapa pertanyaan kepada mahasiswa mengenai apa tujuan kita mengikuti mata kuliah writing, yaitu:

v  Only a student enrolling in a writing class without a purpose?
v  Only a student trying to accomplish every single task without any wholeheartedness?
v  Only a student who writes just to get a proper grade?
v  Only a student who write without a soul?
v  Only a student who tries to complete the whole learning contracts?

In my very own perspective you are A MULTILINGUAL WRITER, who writes effectively in L1 and L2 effectively;who serves as a critical reader both in L1 and L2; who transforms yourself from a student of language into a student of writing; who can make informed choices in life; who can change the world.

Mr. Lala’s perspective about students






Disamping itu, dari salah satu slide yang ditampilkan oleh mr. Lala yang menarik bagi saya,yaitu pendapat dari Lehtonen.
v 
Lehtonen (2000), and discover a clear connection between texts, contexts, reader, writer, and meanings.

Lehtonen 2000


Berdasarkan pernyataan Lehtonen diatas menjelaskan bahwa relasi antara text yang diproduksi oleh penulis, meaning  serta pembaca yang merupakan konsumen sangat erat kaitannya karena antara teks yang diproduksi oleh penulis dengan pembaca saling membutuhkan untuk menghasilkan meaning yang merupakan tujuam utama dari keduanya.
Dari uraian yang telah dipaparkan diatas kesimpulannya yaitu teaching orientation terdiri dari 3 aspek yaitu academic writing, critical thingking (penalaran), dan writing. Dalam academic writing ada beberapa aspek didalamnya yaitu impersonal, referensi, formal dan rigid. Critical thinking dibagi menjadi 2, yaitu critical writer dan critical reader. Sedangkan, dalam writing ternyata memiliki 3 fungi yaitu untuk knowing, reperesenting dan reproducing something. Something disini bisa berupa information, knowledge, dan experience. Dari ketiga hal tersebut yang paling sering digunakan adalah experience, karena ternyata literasi tidak jauh dengan keseharian kita dan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kita untuk menjadi mahasiswa yang sukses dalam berbagai aspek.


















Chapter review
MERAHNYA LITERASI NEGERI INI
Pada abad ke 21 ini, literasi adalah hal yang tak asing lagi didengar oleh seluruh masyarakat di dunia. Masyarakat Indonesia pun tak luput dari yang namanya literasi. Negara tercinta kita Indonesia adalah negara yang begitu megah dengan kekayaaan alamnya, tetapi kualitas literasi yang dimiliki negeri ini masih buruk jika dibandingkan dengan negara lain. Hal utama penyebabnya yaitu masyarakat Indonesia belum mamapu untuk baca-tulis yang baik.
Dalam chapter kali ini akan memaparkan kondisi masyarakat Indonesia dalam belajar bahasa dan sastra, revolusi yang terjadi pada definisi literasi dan bagaimana pendekatan-pendekatan yang dilakukan. Para ahli bahasa lazim mengelompokan periodisasi penggunaan metode dan pendekatan (approach), khususnya terhadap pengajaran bahasa asing kedalam lima kelompok besar, yaitu sebagai berikut:
1.      Pendekatan struktural, dengan grammar translation methods (populer sampai dengan perang dunia ke-2).  Fokus pembelajarannya pada penggunaan bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa.
2.      Pendekatan audiolingual atau dengar-ucap (1940-1960) fokus pembelajarannya pada dialog-dialog pendek, sehingga keterampilan membaca bisa meningkat dari apa yang telah dibicarakan.
3.      Pendekatan kognitif dan transformasi adalah implikasi dari teori-teori syntatic structure (comsky, 1957).  Fokus pengajarannya terletak pada pembangkitan (generating) potensi berbahasa dan kebutuhan lingkungan.
4.      Pendekatan comunicative competence, fokus pengajarannya pada berbahasa dan berkomunikasi secara komunikatif, sehinnga bisa berkomunikasi dengan spontan dan alami. Namun, pendekatan ini dianggap kurang eksplisit dalam upaya menjelaskan bentuk dan fungsi sehingga lahir systemic fungtional grammar (SFG) yang dikembangkan oleh Halliday (1985) ; Martin (2010) dan lain-lain.
5.      Pendekatan literasi, pendekatan ini adalah mengenai pengenalan berbagai genre (jenis-jenis) wacana lisan atau tulisan. Ada 4 tahapan sesuai dengan kurikulum 2014, yaitu ; (1) membangun pengetahuan, (2) menysusun model-model teks, (3) menyusun teks bareng-bareng, (4) menciptakan teks sendiri.
Literasi selalu mengalami revolusi definisi, definisi lama literasi adalah kemampuan membaca dan menulis.  Dalam konteks persekolahan literasi jarang dipakai. Istilah yang sering digunakan adalah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa.  Sedangkan dalam definisi baru lierasi diartikan secara lebih luas dan menunjukan paradigma baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajarannya ada bermacam-macam literasi, misalnya literasi komputer, literasi virtual, literasi matematika, literasi IPA dan sebagainya.
Adapun model literasi menurut freebody dan luke:
ü  Memahami kode dalam teks.
ü  Terlibat dalam memakai teks.
ü  Menggunakan teks secara fungsional.
ü  Melakukan analisis dan mentransformasi teks secara kritis.
Keempat peran tersebut dapat diringkas kedalam 5  verba : memahami, melatih, menggunakan, menganalisis, dan memtranformasi teks. Itulah hakikat berliterasi secara kritis.
“... in the 21 st century, world class standards will demand that everyone is highly literate, highly numerate, well-informed, capable of learning constantly, adn vonfident and able to play their part as citizen of a democrative society...( Barber, dikutip Hayat dan Yusuf, 2010 :23 )
Literasi tetap berurusan dengan penggunaan bahasa, dan kini merupakan kajian lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang saling terkait.
1.      Dimensi geografis (lokal, nasional, regional, dan internasional)
2.      Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dsb)
3.      Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara)
4.      Dimensi fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri)
5.      Dimensi media (teks, cetak, visual, digital)
6.      Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa)
7.      Dimensi bahasa (etnis, lokal, nasional, regioanal, nasional)
Dalam lima definisi di atas ada 10 gagasan kunsi ihwal literasi yang menunjukan perubahan paradigma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini.
1.      Ketertiban lembaga-lembaga sosial
Lembaga-lembaga sosial, misalnya RT, RW, kelurhan smpai dengan DPR dan presiden sebagai mesin birokrasi sekaligus menjalankan perannya dengan fasilitas bahasa.
2.      Tingkat kefasihan relative
Kefasihan berbahasa tidak hanya diukur dengan skor TOEFL, atau apapun itu, karena kefasihan literasi sangat relatif.
3.      Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Literasi membekali masyarakat untuk mengembangkan potensi diri untuk memproduksi dan mereproduksi kemampuan.
4.      Standard dunia
Literasi sebagai nilai ukur kualitas sebagai pendidik bangsa sesuai mutu internasioanl.
5.      Warga masyarakat demokratis
Literasi memfasilitasi warga negara dalam menjunjung tinggi nilai demokratis.
6.      Keragaman lokal
Manusia literat sadar mengenai keragaman bahasa dan budaya lokal.
7.      Hubungan global
Kita semua adalah warga dunia, semua orang harus memiliki literasi tingkat internasional.
8.      Kewarganegaraan yang efektif
Warga negara yang aktif menngagali potensi diri serta berkontribusi dalam segala bidang.
9.      Bahasa inggris ragam dunia
Bahasa Inggris merupakan bagian dari literasi global, jadi tidak heran bahasa Inggris dipengaruhi oleh kekentalan bahasa dan budaya.
10.  Masyarakat semiotik
Kita semua adalah pelaku semiotik ; semiotik itu sendiri yaitu ilmu tentang tanda, termasuk persoalan ikon, struktur dan komunikasi. Pendidikan bahasa berbasis literasi seyogyanya dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip berikut :
-        Literasi adalah kecakapan hidup ( life skill yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
-        Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan.
-        Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
-        Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
-        Literasi adalah kegiatan refleksiasi.
-        Literasi adalah hasil kolaborasi.
-        Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Rapor merah literasi anak negeri, rapor literasi anak negeri ini hasilnya sangat memprihatinkan sejak 1999 Indonesia ikut dalam proyek penelitian dunia yang dikenal dengan PIRLS (Progress in International Student Assesment), PISA (Programm for International Student Assesment), dan TIMSS (The third International Mathematics and Science Study) untuk mengukur literasi membaca, matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Temuan-temuan penting dari PIRLS 2006 yang relevan dengan perbincangan tentang literasi membaca buku yakni prestasi membaca siswa kelas IV Indonesia serta posisinya dibandingkan dengan negara lain.
Dalam penelitian itu tujuan membaca meliputi literary purposes dan international purposes, sedangkan proses membaca meliputi interpreting, integrating, dan evaluating. Contohnya Indonesia ternyata hanya tercatat 2 % siswa yang prestasi membacanya masuk ke dalam kategori sangat tinggi. Inilah yang menjadi bukti bahwa literasi siswa Indonesia sangat jauh dengan siswa-siswa negara lain.
Mengajarkan literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik, cerdas dan menunjukan apresiasi terhadap sastra. Dalam garis besarnya, ada tiga paradigma pembelajaran literasi yaitu decoding, skill, whole language ( Kucer : 2000).
a.       Decoding, dalam paradigma ini berlaku rumus : perkembangan literasi = belajar literasi ® belajar melalui literasi.
b.      Keterampilan, dalam paradigma ini berlaku rumus : perkembangan literasi = belajar ihwal literasi ® belajar melalui literasi.
c.       Bahasa, dalam paradigma ini berlaku rumus : perkembangan literasi adalah belajar melalui literasi ® belajar literasi ® belajar ihwal literasi.
Dari perbincangan di atas tampak bahwa wacana pengajaran bahasa (asing) selalu hiruk pikuk dengan dialog dan debat tiada henti antara pendukung paradigma ihwal (dimensi) literasi dan metode mengajar literasi sebagai konsekuensi logis dari paradigma.
Perubahan paradigma pengajaran literasi yaitu :
Tadinya...
 Kini...
·         Bahasa adalah sistem struktur yang mandiri
·         Bahasa adalah fenomena sosial
·         Fokus pengajaran pada kalimat-kalimat yang terisolasi
·         Fokus pada serpihan-serpihan kaliamt yang saling terhubung.
·         Berorientasi ke hasil
·         Berorientasi pada proses
·         Fokus kepada teks sebagai display kosa-kata dan struktur tata bahasa
·         Fokus pada teks sebagai realisasi tindakan komunikasi
·         Mengajarkan norma-norma perspektif dalam berbahasa
·         Perhatian pada variasi register dan gaya ujaran
·         Fokus pada penguasaan keterampilan secara terpisah
·         Fokus pada ekspresi diri
·         Menekankan makna denotatif dalam konteksnya
·         Menekankan nilai komunikasi

Wajar jika literasi negeri ini mendapatkan rapor merah, karena dari bukti-bukti dan keadaan yang ada menunjukan bahwa kualitas literasi kita memang masih rendah. Banyak penyebab yang menjadikan literasi negeri ini masih buruk salah satunya adalah dalam pengajaran dan pembelajaran tidak sesuai yang dicita-citakan. Oleh karena itu, jika kita ingin meningkatkan kulitas negeri ini kita harus mulai membiasakan baca-tulis sejak dini.

Author,
Meta Hittoh Mu’awanah
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment