Saturday, February 22, 2014

Semiotik Literasi


Kuningan, 14 Februari 2014
Class review 2
 Semiotik Literasi
                “...’ ilmu pengetahuan itu pahit pada awalnya, tetapi manis melebihi madu pada akhirnya’,” kata Marion melanjutkan.
                Bagi pecinta novel mungkin tidak sulit untuk menebak darimana asal sempilan frase tersebut.  Percakapan antara Marion Latimer dengan Hanum Salsabiela Rais dalam sebuah museum Islamic art gallery, keduanya sama-sama menerka apa arti dari kufic (seni kaligrafi arab kuno) yang terdapat diatas piring berbahan terakota yang terpampang dimuseum tersebut.
                Apapun sejarah yang ditunjukan Hanum dalam bait-bait novelnya, pesan puitis itu telah mengibarkan helaian semangat belajar kepada setiap pembacanya.  Pun tak terkecuali dengan peran selaku academic writer yang harus selalu memiliki semangat tinggi, tak kenal waktu dan tak kenal tempat.  If I enjoy with my chocolate then someone ask me ‘what are you doing?’ I will say ‘I try to switch off my mind after being a monster’.

                Bukan hal mudah memang ketika harus menulis dengan genre academic purposes, begitu banyak hal baru yang masih sangat kaku untuk diterapkan.  Namun inilah yang disebut konsekuensi, mahasiswa dan calon guru bahasa merupakan peran paling penting dalam perubahan system pendidikan Negara ini. I am not sure someone will be great without literacy, we have the key to feel the better life in the future.
                Everybody, Let’s turn what was the discussion in this week …
Teaching orientation dalam writing for academic purposes memiliki tiga akar kuat yang saling berhubungan,
1.       Academic writing
Ini merupakan genre yang harus digunakan ketika menulis.  Dalam beberapa bulan di  semester ini setidaknya akan ada 19 teks yang diproduksi, termasuk class review, appetizer essay, chapter review, critical dan argumentative essay.  Peraturan pertamanya adalah bagaimana memebadakan academic writing dengan non-academic writing,
Let’s check the list
·         Nature of academic writing
a.       Rigid
Poin ini yang akan membatasi kebebasan penulis.  Kreasi dan imajinasi yang dibangun akan sulit untuk diutarakan dalam potongan kalimat pada tulisan.  Namun inilah challenge nya
b.      Impersonal
Identitas penulis menjadi hilang dalam academic writing.  Tidak lagi ada kata I , The author  , The writer ketika dalam penulisan.  Lalu dimana penulis haru memunculkan identitasnya?  Penulis akan memunculkan identitas dan karakternya dalam pieces of arguments dalam karyanya.
c.       References
Argumen yang dihadirkan harus merupakan data dan statistic dari sumber yang akurat.  Ini menjadi poin paling penting ketika memproduksi teks.
d.      Formal
Bahasa baku merupakan pilihan yang harus dipilih.  Akan lebih sulit mencari diksi-diksi yang indah untuk dimainkan dalam harmoisasi kata.
2.       Critical Thinking
Keahlian yang satu ini bisa dibentuk dengan jalan mempelajari tehnik-tehnik how to be critical writer and critical reader.  Berfikir kritis tidak hanya menyanggah suatu data dengan mudah, namun bagaimana kita menyuguhkan data yang lebih logic dan akurat.
3.       Writing
Kenapa harus writing? Bagaimana writing diinterpretasikan sebagai sesuatu yang begitu mewah?apa yang unik dari sisi writing?
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini akan menjadi sangat normal bagi newcomers.  Namun ketika memutuskan untuk menulis, seiring sejalannya waktu tiga esensi menulis akan didapat: 
·         Writing is a way of knowing something
·         Writing is a way of representing something
·          Writing is a way of reproducing something.
Something disini dapat diinterpretasikan sebagai information, knowledge or experience.
Sejalan dengan apa yang ditunjukkan Miko Lehtonen, bahwa konektivitas antara teks, konteks, writer, reader dan meaning sangat kompleks.  Bentuk teks bukan tulisan semata namun mnegandung implikasi arti yang lebih luas.  Dimensi of text adalah implikasi paling besar yang dibawa oleh teks.
Dimension of text:
·         the physical
·         the semiotic
1.       the physical
transformasi menulis dari awal zaman sejarah yang menggunakan kulit pohon sebagai media kini berkembang hingga teks elektronik yang muncul di masing-masing layar monitor.  Hal ini menunjukan bahwa teks diproduksi di bawah historical tertentu dan prasyarat tertentu.
2.       The semiotic
Memepelajari tanda-tanda semiotic ketika memproduksi tulisan tidak hanya dilihat dari seberapa banyaknya kata atau symbol yang dituliskan, namun keadaan juga merupakan symbol semiotic ketika penulis memproduksi teks.
Teks sendiri dapat berbetuk tulisan, pidato, gambar, music, dan sebagainya.  Semua jenis teks dibentuk oleh tiga kategori: material, hubungan formal dan kebermaknaan.
Semitoc  tulisan mengandung makna denotasi. Contohnya, ketika kita menemukan label botol yang berlambang tengkorak dan bertuliskan “poison”  tidak hanya memberitahukan bahwa itu adalah racun namun dalam konotasinya teks itu memiliki arti “bahaya” atau “do not drink”.  Roland Barther (1915-1980) menulis “we know now that a text consist not of a line of words, releasing a single ‘theological’ meaning (the message of the God author), but a multidimensional space in which are married and contested several writings, none of which is original: the text is fabric of quotation, resulting from a thousand source of culture”.
Kesimpulan
                Kelima partikel antara teks, konteks, penulis, pembaca dan makna saling memproduksi satu sama lain.  Begitupun konteks yang tidak pernah berada sebelum penulis memulai menulis ataupun sebelum teks, tidak juga berada diluar keduanya.  Konteks hidup bersama-sama dengan penulis.
                Teks adalah akar dari ‘meaning’ yang mengaktifkan (juga memproduksi) sumber daya kontekstual pembaca: sumber daya linguistic, konsep realistic nilai, kepercayaan dan sebagainya.  Untuk itu konteks sebenarnya hadir dalam proses menulis dan proses membaca.




19 February 2014
Chapter review 1
RINTIS PERADABAN BARU !
In the 21th century, world class standards will demand that everyone is highly literate, highly numerate, well informed, capable of learning constantly, and confident and able to play their part as a citizen of a democratic society
-Michael Barber
                Saatnya mengakhiri kepura-puraan ini! Mari berbenah, merombak dan mulai mengambil bagian.  Tidak satupun menginginkan bangsanya terpental jauh dari lingkaran sadis bernama ‘kompetisi’.  Indonesia, siapakah yang punya? Rasanya sesak sekali ketika membaca runtutan rapor merah pendidikan di tanah air tercinta ini.  Dan sekali lagi, Alwasilah A. Chaedar menyumbangkan suaranya.  Meskipun data statistic yang terdapat dalam uraian buku ‘pokoknya rekayasa literasi’ bukan merupakan  hal yang mengaggetkan lagi, Sebagian besar masyarakat Indonesia yang melek huruf sebenarnya sudah mengetahui fenomena ketertinggalan bangsa kita khususnya dibidang pendidikan, lambatnya laju produktifitas para manusia bertitel akademisi, dan amburadulnya berbagai system pendidikan. Namun tidak hanya secara garis besarnya saja, Chaedar merancangnya dengan struktur yang lebih detail bagaimana data statistic Negara kita sebenarnya.
 Langkanya sumber daya manusia literat menjadi sorotan pak Chaedar dalam harmonisasi bab-bab bukunya.  Sejak 1999 Indonesia tergabung dalam tiga proyek penelitian dunia: PIRLS(Progress in International Reading Literacy) , PISA ( Progress for Internatinal Studets Assessment), dan TIMS ( the Third International Mathematics and Science Study). Dari hasil temuan ketiga proyek penelitian dunia tersebut, tidak ada satu pun (dari tujuh poin) yang menunjukan our country has a golden.  Setidaknya potensi yang kita punya harus jauh lebih diasah dengan kerja yang lebih keras lagi dan waktu yang lebih lama tentunya.
Awal mula terciptanya pendekatan literasi(genre based) dalam pengajaran bahasa asing dibentuk dari empat tahap evolusi, hal ini berlangsung sebelum perang dunia ke-2.  Rekonstruksi ketiga metode sebelumnya memebangun bentukan gaya literasi sebagai metode yang paling dianggap sesuai dalam tantangan global.  Ketika pendekatan pertama muncul yaitu grammar translation method dianggap kurang efektif dalam menganalisis persoalan social, pun dengan pendekatan audiolingual, pendekatan kognitif dan pendekatan communicative yang sama-sama kurang sesuai dalam tingkat global.
Maka muncullah pedekatan literasi yang merupaka wadah bagi (maha)siswa untuk mengeksplorasi segala potensi baik lisan maupun tulisan.  Sesuai dengan kurikulum 2004 yang bertujuan menghasilkan siswa yang mampu memproduksi wacana, dari sinilah literasi adalah bagian pentingnnya.  Biasanya pendekatan literasi akan melalui empat tahap:
1.       Membangun pengetahuan
2.       Menyususn model-model teks
3.       Menyususn teks bareng-bareng
4.       Menciptakkan teks sendiri

Sejalan dengan perubahan IPTEK yang semakin ganas menjalar, maka definisi literasi bukan lagi sekedar keahlian membaca dan menulis.  Literasi merupakan praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan social dan politik, karenannya para pakar memandang literasi sebagai sesuatu yang lebih kompleks.
Model literasi:
·         Memahami kode dalam teks
·         Terlibat dalam memaknai teks
·         Menggunakan teks secara fungsional
·         Melakukan analisis dan mentransofrmasi teks secara kritis

Adapun objek studi literasi bertumpang tindih dengan objek budaya yang berfokus pada hubungan-hubungan antara variable social dan maknanya.  Namun literasi masih tetap berurusan dengan bahasa yang memiliki tujuh dimensi kajian sebagai berikut:
1.       Dimensi geografis(local,nasioal,regional dan internasional)
Karakteristik seseorang dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan jejaraing social dan vokasionalnya.
2.       Dimensi bidang(pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer,dsb)
Literasi yang berkualitas tinggi akan menghasilkan bidang yang berkualitas tinggi pula.  Misalnya, kecanggiha teknologi dan komunikasi akan memepengaruhi kualitas layanan public, kecanggihan senjata dapat memepengaruhi kekuatan militer dan kualitas pendidikan yang tinggi akan menghasilkan output yang berkualitas pula.
3.       Dimensi keterampilan(membaca, menulis, menghitung dan berbicara)
Dengan literasi kualitas sarjana akan meningkat, kualitas pendidikan meningkat dan akhirnya kualitas hidup yang lebih baik.
4.       Dimensi fungsi
Kecanggihan literasipun dapat digunakan ketika dihadapakn pada suatu masalah, dengan banyaknya wawasan maka kuantitas problemsolving akan lebih banyak.
5.       Dimensi media(teks, cetak, visual, digital)
Literasi hidup beriringan dengan manusia, hidup dalam berbagai jenis media. Jadi penting kiranya untuk memepelajari literasi dari masing-masing media.
6.       Dimensi jumlah
Kemamapuan berkomunikasi merupakan salaha satu jenis literasi. Orang multilingual akan mampu menyesuaikan dalam berbagai kondisi.
7.       Dimensi bahasa(etnis, local, nasional, regional dan internasional)
Sensitivitas local akan terasah dengan baik ketika kita memahami perbedaan global. Wawasan multicultural akan difasilitasi oleh keahlian berliterasi.

                Transformasi paradigma literasi dikarenakan tuntutan revolusi. Merujuk pada perubahan definisi literasi, maka ada 10 tantangan global yang harus dihadapi:
Ø  Keterlibatan lembaga social
Mesin-mesin birokrasi (RT,RW,DPR,Presiden) bereperan sebagai fasilitator bahasa, sehingga muncullah bahasa birokrat atau bahasa politik.
Ø  Tingkat kefasihan relative
Interaksi memiliki poin penting dalam rekayasa.  Kemampuan berkomunikasi dengan baik akan menggambarkan tingkat literasi.
Ø  Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Pada tahap tinggi literasi membekali mahasiswa memproduksi dan mereproduksi ilmu pengetahuan, salah satunya dengan menulis akademik.
Ø  Standar dunia
Literasi sebagai alat ukur kualitas pedidikan suatu bangsa.
Ø  Warga masyarakat demkratis
Literasi dapat memfasilitasi konsep-konsep demokratis. Manusia literet akan menyalurkan aspirasinya dengan lebih baik.
Ø  Keragaman local
Dengan literasi berarti membangun wawasan keragaman budaya(local, nasioanl, regional dab global).  Wawasan global akan mencetak manusia yang lebih peka terhadap keragaman local.
Ø  Hubungan nasional
Untuk mengimbangi inovasi teknologi maka dibutuhkan literasi tingkat dunia.  Literais tingkat dunia bergantung pada dua hal: penguasaan teknologi informasi dan pengetahuan yanag tinggi.
Ø  Kewarganegaraan yang efektif
Literasi membekali manusia kemampuan menjadi warga negara yang berkontribusi positif terhadap tanah airnya.
Ø  Bahasa inggris ragam dunia
Meskipun bahasa inggris dipakai sebagi pemersatu, namun karena sifat budaya yang kental muncullah ragam-ragam bahasa inggris.
Ø  Kemampuan berfikir kritis
Literasi buka sekedar membaca dan menulis, tetapi juga wadah bagi mereka yang ingin mengkritisi tanda-tanda social.
Ø  Masyarakat semiotic
Semiotic adalah ilmu tanda. Budaya adalah objek literasi sekaligus system tanda.  Kegunaan literasi semiotic dalam kajian budaya mengggunakan istilah sintaksis,sematik dan pragmatic.
1.       Sintaksis budaya: bagaimana aspek-aspek budaya saling terkait
2.       Semantic budaya: mengakaji tanda-tanda dan rujukannya
3.       Pragmatic budaya:hubungan antara tanda, pengirim dan penerima.
RAPOR MERAH ( bukan ujian kelulusan )
a.       Skor prestasi membaca
1.       Rusia(565)
2.       Hongkong(564)
3.       Kanada/alberta(560)
4.       Singapura(559)
5.       Indonesia(407)
6.       Qatar(356)
7.       Kuait(333)
8.       Afrika utara(304)
b.      Datara lulusan orang tua siswa peserta PIRLS
1.UNIVERSITAS 25%
2.SMA 21%
3.SMP 31%
4.SD 15%
5.Tidak tamat 8%
Indonesia merupakan salah satu rerata orang tua yang berpendidikan rendah. Hal ini jelas mempengaruhi hasil prestasi siswa didik.
Runtutan rapor merah bukan pengahalang untuk berubah.  Optimisme yang tergerus harus bangkit kembali, bukankah dulu kita adalah negara yang kaya intelektual?
FUNGSI REKAYASA LITERASI      
                Rekayasa literasi adalah suatu upaya disengaja dan sistematis dalam menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal.  Rekaya literasi senantiasa menyangkut empat hal:
1.       Linguistic
2.       Kognitif
3.       Sosiolkultural
4.       Perkembangan
Mengajarkan literasi pada intinya menjadikan manusia yang siap berkontribusi untuk bangsa dan negaranya sesuai masyarakat yang demokratis.

KESIMPULAN
                Memaknai fenomena-fenomena social-budaya yang digambarkan alwasilah a.cahedar sangat menyesakkan memang, ditambah lagi daftar riwayat buruk pendidikan bangsa kita.  Keinginan menjadi negara maju pasti ada, meskipun entah dimana harus meletakan harapannya. Martabat litearsipun  semakin naik, bukan hanya membaca dan menulis saja. Hidup ditengah-tengah tantangan memerlukan kepekaan yang hebat: Peka sosaial, peka politik, peka teknologi, peka ekonomi dan sebagainya. Mulai menata kembali cita-cita yang belum tercapai, mulai  berliterasi hingga akhirnya bersiap untuk menjadi salah satu yang terbaik.
Warm regard,
Susi Nurjanah

Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment