Sunday, February 16, 2014

Hari Yang Berwarna

                Liburan usai kembali ke kampus , mahasiswa kembali pada rutinitas kampus, sebenarnya libur kuliah memang menyenangkan apalagi sampai berminggu – minggu, bisa di manfaatkan untuk jalan -  jalan, pulang kampong halaman untuk menjumpai keluarga dan lain sebagainya. Liburan biasanya  saya bermain dan bersenang – senang  bersama teman – teman yang ada di rumah sampai lupa waktu , menonton tv sepuasnya , tidur semaunya, bisa  dibilang semua itu adalah surga dunia. Kebanyakan mahasiswa pasti pernah merasakan ini semua  termasuk saya sendiri. Ini di lakukan karena membalaskan dendam terhadap waktu yang telah tersita banyak untuk mengerjakan tugas di kampus, tidak ada kata istirahat saat memperoleh tugas yang di berikan dosen begitu banyak. Rasa galau , stress , gelisah itu sudah  biasa dialami. Apalagi  banyak tugas yang menumpuk tapi tak kelar itu rasanya nyesek banget… sampai mimpi pun mimpinya tugas.

Karena itu saya manfaat kan betul  liburan ini. lebih dekat lagi bersama keluarga, bila ada teman  jauh yang ingin mengajak saya jalan – jalan ke mol seperti saat di SMA dulu menjelang libur tiba, tapi saya menolak. Saya lebih memilih berada di rumah, sekalipun bermain itu bersama teman tetangga, wajar saja saya begitu karena kuliah dengan rumah saya sangat lah jauh. Kuliah  di Cirebon dan  rumah Bekasi, pulang pun jika ada libur seminggu, kadang – kadang tiga bulan sekali. Tapi semua itu saya jalani dengan happy karena disana saya mempunyai banyak teman, mereka adalah penyemangat ku disana pengganti orang tua ku  yang setiap saat selalu memberikan ku motivasi – motivasi. Meskipun ini liburan yang lama tapi selalu di bayangi oleh tugas – tugas yang menanti ketika ke kampus. Rasa senang pun hanya sementara.

Nama nya juga anak kuliah yang tak pernah lepas dari  tanggung jawab dalam mengerjakan tugas yang telah di berikan dosen. Pada hari jum’at ini mata kuliah writing and composition 4 yang di pegang oleh Mr. Lala Bumela, dosen yang sangat di kagumui oleh mahasiswanya tidak hanya tegas beliau juga mempunyai pengetahuan yang luas. Kata – katanya  selalu menumbuhkan semangat pada diri mahasiswanya. Kalau menurut saya tidak jauh sama Mario teguh.
Kesenangan terpancar dari wajah anak pbi – D di kelas tadi, penilaian kelas yang di berikan Mr. Lala kepada kelas kami senilai 86,96  yang mana  nilai ini sudah mengalahkan kelas lain, kelas kita memperoleh peringkat pertama diantara kelas lain, rasa syukur kita kepada allah dan kerja keras kami, kekompakan kami dalam belajar phonology sangatlah serius karena kita bersaing keras untuk memperoleh hasil yang maksimal, tidak hanya di dalam kelas tapi juga antar kelas. Setiap waktu senggang kita pergunakan waktu itu untuk mempelajari phonology, tidak peduli hari libur semangat untuk bisa memahami phonologi sangat besar. Toh apabila usaha yang kita lakukan bisa membuat nama kelas kita terkenal akan keberhasilan dengan kekompak yang kita buat dalam mata kuliah yang di pegang oleh beliau, pasti beliau juga  akan bangga kepada kami dan kelas kami. Tapi kami tidak hanya kompak pada mata kuliah beliau saja tapi kompak  pada mata kuliah lain, semua yang kita lakukan ini tidak sia – sia.
Pada  pertemuan ini beliau pertama  menyampaikan  kontarak belajar mulai dari course work evaluation ; two best homework assignments (class review and chapter review) : 20 % , three progress tests ( two best critical riviev and one argumentativeessay) : 30 %,  one individual presentation  ( two-minutes challenge ) : 20 % , blogging  : 10%  , final exam : 20%, selain itu memerintahkan kepada mahasiswanya untuk  membuat class review lima halaman, dan appetizer lima halaman juga.
 Seperti biasa beliau menyajikan power point tapi ini  berhubungan dengan writing, yang saya terima dari apa yang disajikan di power point yaitu,  belajar bagaimana menulis dalam dua bahasa adalah salah satu aspek yang paling menantang dari pembelajaran dua bahasa (Hyland 2003), Bahkan bagi mereka yang berbahasa Inggris sebagai bahasa pertama, kemampuan untuk menulis secara efektif adalah sesuatu yang membutuhkan exensive dan khusus instruksi (Hyland 2003; Hyland 2004).
Harapan saya adalah jujur​​? (Hyland 2002),Untuk membantu guru bahasa menjadi guru menulis. Seorang guru yang efektif adalah salah satu yang dapat  membuat pilihan informasi tentang metode, material, dan prosedur untuk digunakan dalam kelas didasarkan pada pemahaman yang jelas tentang sikap serta praktik dalam profesi nya. Seorang guru yang kuat adalah seorang guru reflektif (mencerminkan), dan refleksi membutuhkan pengetahuan untuk berhubungan kegiatan kelas untuk penelitian dan teori yang relevan. Menulis melibatkan menyusun keterampilan dan pengetahuan tentang teks, konteks, dan pembaca.
Seperti kerajinan apapun, menulis membaik dengan PRAKTEK.
Dari perrtemuan ini saya simpulkan bahwa bapak menyajikan tentang pengajaran dalam menulis dan teori – teorinya, menurut  Prof. Chaedar, yang membuat mereka cerdas dan mampu menulis adalah dibebaskannya mereka untuk menentukan pilihannya sendiri. Untuk menjadi penulis yang baik diperlukan keberanian untuk tampil tidak sempurna.
jadi sesuka hati mereka ketika mengarang sebuah cerita sampai tak terbatas apa yang yang ada piker mereka.  Dan cara ini bisa di terapkan oleh seorang guru yang ingin membangun keterampilan menulis pada siswanya yaitu dengan cara , biarkan potensi siswa meledak – ledak , berteriak , menjerit , bermesraria dengan  nuraninya sendiri dalam bentuk tulisan informasi , argumentative, adanya rasa senang membuat siswaa menjadi aktif menulis.





APPETIZER
                          Dituntut Menulis

Setelah saya membaca artikel yang dibuat oleh pak chaedar tentang bukan bangsa menulis , saaya amat sedih sekali mendengar Negara kita yang sangat keterbelakang dalam menulis, jauh dari Negara lain. Di Indonesia masih minim yang mengambil jurusan sastra  , selain itu ada masalah lain seperti perguruan tinggi nomer 152/E/T/2012, memberitahukan “bahwa perguruan tinggi di Indonesia masih rendah jika di bandingkan di Malaysia, hanya sekitar sepertujuh. Hal ini menjadi tantangan kita bersama untuk meningkatkannya , sehubungan dengan itu terhitung mulai kelulusan setelah agustus 2012 di berlakukan sebagai berikut
1.      Untuk lulusan program sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah
2.      Untuk lulusan program magister harus telah menghasilkan makalah yang  terbit pada jurnal ilmiah nasional diutamakan  yang terakreditasi dikti
3.      Untuk lulusan program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional
Wajarlah diberlakukan seperti itu guna membentuk Negara yang cerdas , dan juga bisa menyamai Negara lain ,  sekarang ini masih banyak perguruan tinggi yang tidak bisa menulis, bahkan dosennya pun tidak bisa menulis, seharusnya dosen dapat memberikan pencerminan agar bisa di gugu oleh anak didiknya. Tidak hanya menyuruh mahasiswanya membuat makalah yang sesuai materi silabus , tapi ada penelitian juga sehingga mereka memperoleh pengalaman,  malahan dengan kita terjun langsung  bisa mengetahui lebih dalam lagi dari materi yang di observasi, dari situ mereka bisa menggunakan  kata – kata mereka yang diperolehnya dari pengalaman mereka tadi. Biasanya mahasiswa hanya bisa copy mengcopy dari goole , untuk mempercepat waktu dan tidak berfikir pusing terlalu lama.
Untuk menghasilkan ilmuan dan penelitian yang produktif menulis , bagi generasi dimasa depan, para siswa harus dipaksa agar jatuh cinta pada karya sastra , dan tidak lupanya untuk dosen. Mereka harus menulis jurnal dan buku teks setiap tahunnya. Bayangkan saja dari 60 ribu  orang mahasiswa pada prodi sastra dan budaya hanya sekitar 2,22% dari total mahasiswa, bagaimana kita bisa menyamai Malaysia untuk itu di tuntut bagi para pendidik   dan yang didik harus bisa menulis. Tidak cukup menulis saja  jika tidak dibekali oleh pengetahuan yang luas untuk di tulisnya , itu bisa kita dapatkan dengan membaca buku dan menyaksikan tv yang beredukasi.
Pendidikan di luar sana contohnya amerika serikat berbeda dengan di Indonesia , di amerika sudah menghasilkan para penulis produktif dewasa , mereka sudah terbiasa menulis sewaktu di SMA , dengan banyak membaca karya sastra dan setiap rumahnya terdapat perpustakaan, sudah tidak diragukan lagi kelihaian menulisnya, Ketika menginjak di perguruan tinggi mereka hanya melanjutkan apa yang pernah mereka lakukan. Dan S1,S2,S3 di sana tidak diwajibkan untuk membuat skripsi , tesis , disertasi. Hanya cukup membuat jurnal setiap tahunnya.  Mereka sudah memiliki bekal menulis jadi mereka sudah terlatih sejak duduk di bangku sekolah. Sedangkan di Indonesia sendiri belum banyak para penulis yang produktif , itu bisa karena malasnya para pemuda – pemudi untuk menyukai buku – buku karya sastra.
Memang tidak mungkin kita menyamai amerika, menulis artikel jurnal untuk kelulusaan S1 , dan S2 . sebab akan menyebabkan penumpukan mahasiswa di akhir program  yang pasti menuntut biaya hidup , SPP , dan biaya – biaya lainnya. Realitisnya saja para dosen diwajibkan setiap tahunnya menulis artikel jurnal atau buku teks, jangan bermimpi untuk menjadi dosen bila tidak bisa menulis.
Artikel kedua yang telah saya baca berjudul penulis kuat dibanding pembaca yang tak brdaya , jika dalam bahasa inggris powerful writers versus the helpess readers. Ini membahas tentang banyak para ilmiah yang menghasilkan karya – karyanya  tetapi pembacanya mati , hampir 95 persen siswa menyalahkan dirinya sendiri bahwa mereka bukan berlatar belakang pembaca , apa karena bahasa terlalu tinggi sehingga mereka tidak sampai kesana atau mereka tidak bisa berkonsentrasi ketika mebaca, ini adalah masalah besar bagi para ilmuan, yang niatnya ingin mengamalkan ilmunya tetapi para pembacanya tidak mengerti apa yang telah ilmuan tulis.
 Seharusnya siswa harus dianjurkan untuk mengembangkan kesadaran kritis bahasa yaitu sensitivitas kekuasaan dan ideology yang mendasari penggunaan  bahasa , seperti misalnya apabila si pembaca tidak mengerti dari apa yang ditulis oleh penulis harus di berikan alas an yang tepat. Bagi penulis juga , tidak hanya menulis tapi mereka harus bisa menmenceritakan ulang dari apa yang dia tulis kepada penonton , menceritakannya pun jangan menggunakan bahasa tinggi belum tentu bagi audience mengerti , sekiranya menceritakannya dengan bahasa yang mereka mudah mengerti , seperti intelek muslim diingatkan ayat al – qur’an, mengatakan bahwa mereka harus menggunakan baliqa qaula ( an – nisa : 63 ), yaitu untuk berbicara kepada penonton sebuah kata yang efektif untuk mencapai diri batin mereka , sehingga keintelektualan mereka bisa dipahami oleh orang lain.
Salah kaprahnya para pembaca tak  berdaya yang tidak memahami buku  karya ilmuan –ilmuan Indonesia, mereka merekomendasikan buku teks di impor  sebagai penggantinya, ini menyatakan bahwa bahasa nasional kita tidak cukup canggih untuk menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini mereka tidak sadar mereka menunjukan perlawanan diam terhadap sumpah pemuda , yang berisi kami putra – putri Indonesia mengaku bangsa yang satu, bangsa Indonesia, yang artinya mereka mengakui bahwa bahasa Indonesia bahasa nasional kita. Kalau menurut Pramoedya Ananta Toer, putra Indonesia yang merupakan pengarang yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia dan telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing, pernah mengatakan bahwa tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri. jadi ,  jika saya mempelajari bahasa Indonesia dengan baik dan mampu berbahasa Indonesia dengan baik, maka saya akan mengenal bangsa Indonesia dan dapat melaksanakan kehidupan berbangsa Indonesia dengan baik, sehingga di akhir hayat nanti terwujudlah apa yang dimaksud bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.
Artikel ketiga masi dari pak chaedar yang berjudul “Belajar dan proses mengajar : Lebih lanjut tentang pembaca dan penulis. Yang berisi cara guru yang masih berpatokaan pada silabus, membuat siswanya kesulitan sendiri dalam membaca teks akademis  , guru disini juga tidak bisa menghasilkan menghasilkan cara untuk mengajar, dengan cara bercerita dan mengaitkan mata pelajaran dengan dunia luar sepertinya bisa membantu
Disini pak chaedar juga mengatakan bahwa anak – anak sekolah  tidak dianjurkannya untuk menulis yang akhirnya pada UN hanya centang kotak yang tepat dalam beberapa ujian pilihan. Seharusnya memberikan soal – soal yang bisa membuat anak bebas mengeluarkan ide – idenya.
Kesimpulannya untuk menjadi seorang penulis, mulai  dini hari untuk menyukai membaca buku – buku termasuk karya sastra ini bisa dijadikan referensi dan bekal mereka, ketika ingin membuat sebuah buku. Memperhatikan bahasa yang di pergunakan agar bisa di mengerti oleh orang banyak , bagi guru harus bisa menghidupkan kelas agar anak – anak nya menjadi kritis. Tidak hanya kris dalam menulis tapi membaca pun juga. Ketiga artikel tadi sama – sama menjelaskan tentang pendidikan, membandingkan pendidikan di Indonesia dengan Negara lain. Saya sangat menyukai artikel pak chaedar beliau ingin berusaha mengubah mindset orang Indonesia seperti amerika , dan Malaysia. Buktinya dalam artikelnya selalu membandingkan Negara kita dengan Negara lain.” Hidup para sastrawan Indonesia berikan yang terbaik karya – karya mu kepada kita, perlihatkan kepada internasional dengan karya terbaik mu”.



Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment