Saturday, February 15, 2014
Created By:
Liana Nurbakti
Appetizer
CLASS REVIEW
Awal Sebuah Cerita ( Indah.. )
Pada hari Jum’at, tanggal 07 February
2014 merupakan pertemuan pertama kelas saya dalam Mata Kuliah Writing 4. Mata
Kuliah Writing sudah tidak asing lagi bagi saya dan kawan-kawan yang ada di
kelas, karena kami telah mengikuti Mata Kuliah ini pada semester-semester
sebelumnya. Pada writing 4 ini mungkin hanya ada sedikit perbedaan dengan
writing pada semester sebelumnya. Dosen mata kuliah writing 4 ini juga sudah
tidak asing lagi bagi mahasiswa di kelas saya, Mr. Lala Bumela. Ya, siapa
mahasiswa di Jurusan Bahasa Inggris yang tidak mengenal Mr. Lala Bumela? Semua
mahasiswa pasti mengenal beliau. Menurut sebagian mahasiswa, Mr. Lala merupakan
dosen yang killer. Menurut saya Mr. Lala tidak killer, karena saya sendiri
tidak mengetahui batasan killer itu sampai dimana. Menurut saya Mr. Lala adalah
dosen yang sangat disiplin dan mempunyai standar yang tinggi. Memang pada saat
mata kuliah beliau, semua mahasiswa pasti tegang dan merasa deg-deg an,
termasuk saya. Mungkin itulah yang dimaksud killer oleh sebagian mahasiswa.
Senang sekali rasanya bisa dibimbing kembali oleh Mr. Lala. Beliau menggunakan metode yang tepat untuk membuat mahasiswa semakin rajin belajar, yaitu dengan memberikan banyak tugas kepada mahasiswa. Memang tugas ini terkadang membuat mahasiswa tertekan. Tapi mau tidak mau, tugas ini harus dikerjakan untuk bisa masuk kedalam mata kuliah Mr. Lala.
Senang sekali rasanya bisa dibimbing kembali oleh Mr. Lala. Beliau menggunakan metode yang tepat untuk membuat mahasiswa semakin rajin belajar, yaitu dengan memberikan banyak tugas kepada mahasiswa. Memang tugas ini terkadang membuat mahasiswa tertekan. Tapi mau tidak mau, tugas ini harus dikerjakan untuk bisa masuk kedalam mata kuliah Mr. Lala.
Pada pertemuan pertama ini, Mr. Lala
menjelaskan tentang kontrak belajar dan syllabus pada mata kuliah writing 4.
Tapi sebelumnya, Mr. Lala menjelaskan terlebih dahulu prestasi belajar angkatan
kami pada semester tiga, yaitu pada mata kuliah Phonology. Mengejutkan,
menyenangkan dan membanggakan sekali pada saat melihat rangking kelas PBI-D ada
pada posisi pertama dengan nilai rata-rata kelas 86,96. Perasaan bangga dan
khawatir bercampur dalam hati. Mungkin bukan cuman saya, tapi dalam hati semua
mahasiswa di kelas PBI-D. Bangga karena kami berhasil pada semester tiga,
khawatirnya tidak bisa mempertahankannya karena mempertahankan itu lebih sulit
daripada mendapatkan. Oleh karena itu, kami harus lebih rajin dalam belajar
agar dapat mempertahankan prestasi kelas kami. Di urutan ke-dua ada kelas C
dengan rata-rata nilai 84,… kemudian di urutan ke-tiga ada kelas B dengan
rata-rata nilai 82,… dan di urutan terakhir ada kelas A dengan nilai rata-rata
kelas 69,… Mr. Lala mengingatkan kami agar kami jangan terlalu santai karena
bisa saja kelas yang berada di posisi paling bawah mengejar kami. Oleh karena
itu kami semua ,PBI-D harus kerja keras untuk mempertahankan prestasi kami.
Setelah selesai mengevaluasi hasil
belajar kami pada semester tiga, Mr. Lala mulai menjelaskan tentang syllabus
dan kontrak belajar yang akan kami jalani di semester 4 ini. Ternyata writing 4
ini sangat berbeda dengan writing pada semester-semester sebelumnya. Bagaimana
tidak, nama Mata Kuliahnya saja bukan writing 4 lagi, tapi diganti menjadi
Academic Writing. Tugasnya pun sekarang berbeda, diantaranya ada essay,
research paper dan lain-lain. Tetapi walaupun begitu, semua tugas-tugas itu
mempunyai tujuan dan prinsip yang sama.
Pada semester sekarang, tugas-tugas
semakin berat. Class review yang dulunya hanya 4 halaman, sekarang bertambah
menjadi 5 halaman. Tugaspun bukan hanya class review, tapi ada juga chapter
review, critical essay dan argumentative essay. Pembahasan mata kuliah academic
writing akan semakin jauh, karena kita akan membahas tentang literasi.
Pembahasan tentang literasi akan kita tuliskan dalam chapter review.
Saya rasa di semester ini akan sangat
melelahkan sekali, karena banyak sekali tugas yang harus dikerjakan setiap
minggunya. Dari semua tugas yang telah disebutkan diatas tadi, tugas yang baru
kami kenal adalah critical review dan argumentative essay. Jujur saja, saya
belum paham dan belum mengerti tentang tugas itu. kemudian ada salah satu
mahasiswa yang bertanya, ”pak, bagaimana struktur yang bagus dalam membuat
argumentative essay?” lalu Mr. Lala menjawab, “argumentative yang bagus akan
timbul dari diri kita sendiri dan itu akan terlihat bagus seiring berjalannya
waktu.” Jadi mungkin tidak ada struktur yang ditentukan. Tapi untuk lebih
jelasnya, kita harus mencari dari sumber yang lain. Di semester ini juga saya
rasa seluruh mahasiswa akan menjadi seorang ilmuan. Karena apa? Karena untuk
menulis chapter review kita harus banyak mencari sumber untuk tulisan kita.
Tugas semakin menumpuk, tidak ada lagi
waktu untuk bersantai-santai. Selain membuat critical review dan argumentative
essay, kita juga ada tugas baru yaitu membuat blog kelas. Kedengarannya memang
sangat mudah yaitu ‘blog kelas’, berarti yang mengelola hanya beberapa orang
saja. Tapi ternyata tidak, setiap orang harus bekerja yaitu mengetik ulang
kembali class review yang telah kita tulis tangan dalam buku kemudian diposting
kedalam blog. Bukan hanya class review yang harus diketik ulang kemudian
diposting ke blog, tapi juga opinion essay, critical essay dan argumentative
essay. Itu artinya, pekerjaan kita menjadi dua kali dan tentunya tidak aka nada
waktu untuk bersantai-santai. Untuk menunjang semua tugas diatas, Mr. Lala
memberikan 11 referensi buku yang harus kita cari. Dari 11 referensi yang
diberikan oleh Mr. Lala, beliau merekomendasikan 1 buku, yaitu bjuku karya
Hyland tahun 2003 dan 2004.
“Learning how to write in a second
language is one of the most challenging aspect of second language learning”
(Hyland : 2003). Dari kutipan buku karya Hyland tahun 2003 tersebut, kita dapat
mengetahui bahwa writing dan language itu sangat erat kaitannya. Mr. Lala
bertanya, “lebih luas mana kajiannya antara writing dan language?” kemudian
salah satu mahasiswa menjawab, “lebih luas pembahasan tentang writing daripada
language, karena orang yang pinter bahasa belum tentu dia pinter menulis. Tapi
orang yang pintar dalam menulis, tentu dia juga pintar dalam berbahasa. Menulis
bukan hanya menulis sesuatu, tapi juga membaca dahulu kemudian baru kita
menulis. Jadi kalau menulis, pembahasannya itu sangat luas. Berbeda dengan
berbahasa. Orang bisa saja cas cis cus dalam berbicara, tapi belum tentu dia
bisa menuliskan apa yang dia bicarakan.”
Pertemuan pertama ini menurut saya
adalah sebuah awal cerita yang indah. Meskipun ada banyak tugas tambahan dari
Mr. Lala, tapi saya dan kawan-kawan sudah terbiasa olehnya. Saya harap dengan
banyaknya tugas yang diberikan, itu akan memotivasi saya untuk lebih rajin
belajar, lebih bertanggungjawab dan lebih berdisiplin.
Appetizer
Think Again…
Be Independent Education…!!
Setelah saya membaca tiga artikel yang
diberikan oleh Mr. Lala yang berjudul (Bukan) Bangsa Penulis, Powerful writers
and the Helpless Readers dan Learning and Teaching Process: More about Readers
and Writers, ketiganya membahas permasalahan yang sama, yaitu tentang menulis.
Pada artikel pertama, menunjukkan sekali
bahwa bangsa Indonesia kurang sekali dalam budaya menulis. Bagaimana tidak,
bangsa Indonesia menempati posisi kedua terbawah dari sekian banyak Negara
dalam budaya literasinya. Sedangkan bangsa maju adalah bangsa yang memiliki
budaya literasi yang tinggi. Dirjen Perguruan Tinggi juga menyebutkan bahwa
jumlah karya ilmiah dari Perguruan Tinggi di Indonesia masih sangat rendah
sekali dibandingkan dengan Malaysia, yaitu sekitar sepertujuh. Padahal, di
Indonesia terdapat banyak sekali Perguruan Tinggi. Kita ambil contoh kecilnya
saja, misalnya di IAIN Syekh Nurjati angkatan 2014 terdapat seribu mahasiswa
dari semua jurusan. Secara otomatis, dari angkatan tahun 2014 itu menghasilkan
seribu karya ilmiah. Itu baru dari IAIN Syekh Nurjati saja, sedangkan di
Indonesia terdapat ratusan Perguruan Tinggi. Jika dikalikan jumlah seluruh
mahasiswa angkatan 2014 di Perguruan Tinggi dengan jumlah karya ilmiah yang
mereka hasilkan, coba kita bayangkan ada berapa puluh ribu jumlah karya ilmiah
yang dihasilkan oleh seluruh mahasiswa di Indonesia dalam setahun. Lalu kemana
karya ilmiah tersebut? Jarang sekali ada yang perduli dengan karya ilmiah
tersebut, bahkan untuk membacanya saja hanya segelintir orang saja. Itu
disebabkan karena karya ilmiah hanya dimengerti oleh pakarnya saja dan
jumlahnya pun sangat terbatas. Berbeda dengan buku teks, majalah dan surat kabar
yang dimuat di Koran-koran. Bacaan itu lebih banyak pembacanya karena bacaannya
dapat dimengerti oleh semua kalangan. Melihat perbedaan kecil itu saja, kita
dapat menilai bahwa karya ilmiah hanya dijadikan sebagai pajangan dalam rak
buku. Hal itu seharusnya tidak terjadi. Sebagai mahasiswa, seharusnya kita
lebih bisa menghargai karya ilmiah, jangan sampai karya ilmiah hanya dijadikan
sebagai pajangan saja karena itu tidak akan memberikan manfaat sama sekali.
Karya ilmiah itu harus kita baca. Selain mendapat ilmu, kita juga mendapat
pengetahuan yang baru.
Menurut pak Haidar dalam bukunya
Rekayasa Literasi halaman 187 bahwa dengan menulis skripsi, thesis dan
disertasi mereka telah memiliki keterampilan dalam menulis. Memang benar sekali
bahwa dalam penulisan skripsi itu harus mempunyai keterampilan dalam menulis.
Tapi menurut saya, kebanyakan mahasiswa dalam menyususn skripsi agak lama.
Banyak hal yang mempengaruhinya, misalnya lamban dalam menyusun kata-kata,
bahkan kalau sudah jadi pun tak jarang dosen pembimbingnya mengembalikan
skripsinya dengan alas an masih kurang clear. Penyebab dari semua itu hanya
satu, yaitu keterampilan dalam menulis mahasiswa tersebut masih kurang. Kenapa?
Karena dari awal mahasiswa itu tidak terbiasa menulis karya ilmiah. Oleh karena
itu saya sangat respect pada system perguruan tinggi yang ada di AS. System
pendidikan disana mewajibkan semua mahasiswa untuk sering menulis essay,
menulis laporan observasi dan lain sebagainya. Dengan system seperti itu, kita
bisa mengetahui proses dan progress kita dalam belajar, tidak hanya melihat
hasilnya saja. Dengan begitu juga, kita terbiasa untuk menulis. Bahkan pada
saat kita harus membuat jurnal atau buku teks, kita akan siap dan tidak akan
kaget lagi.
Berkaitan dengan artikel yang pertama, artikel
kedua juga membahas tentang menulis. Memang benar bahwa pada umumnya praktek di
sekolah-sekolah hanya menggunakan keterampilan membaca, sementara itu
keterampilan dalam menulis kurang dikembangkan di sekolah-sekolah. Itu
berakibat kepada kemampuan siswa dalam menulis. Jika hanya menerapkan
keterampilan membaca saja tanpa dibarengi dengan keterampilan menulis, siswa
itu tidak akan pernah maju dan tidak akan pernah bisa menulis untuk selamanya.
Selain itu jika siswa hanya membaca, tidak jarang mereka lupa dengan tulisan
yang telah mereka baca. Oleh karena itu, menulis sangat penting sekali. Selain
menempatkan pengetahuan ke dalam kertas, kita juga bisa membuka dan membaca
kembali tulisan kita apabila kita lupa. Menanggapi permasalahan tersebut,
mungkin system pendidikan di Indonesia harus diubah, yang tadinya membaca
berorientasi menjadi membaca dan menulis berorientasi. Pergantian system
pendidikan di Indonesia tersebut agar bisa dilaksanakan oleh guru-guru di
sekolah-sekolah supaya para siswa terbiasa menulis dan pada saat mereka
memasuki perguruan tinggi, mereka tidak kaget karena sudah terbiasa menulis
pada saat di bangku sekolah.
Dalam artikel kedua ini dituliskan bahwa
pemegang PhD yang baru kembali dari luar negeri sering menggunakan buku teks
yang mereka dapatkan di luar negeri. Menurut saya itu tidak masalah. Justru
jika dalam pembelajaran menggunakan banyak buku atau banyak sumber, itu akan
lebih baik. Pembelajaran jadi tidak monoton dan kita bisa mengikuti
perkembangan pengetahuan yang ada di luar sana. Mungkin hanya cara
penggunaannya saja yang salah. Sseharusnya sebelum dosen memperkenalkan
buku-buku import, terlebih dahulu mereka memperkenalkan buku-buku produksi
bangsa Indonesia agar mahasiswa tidak kaget dan tidak kewalahan. Jika mahasiswa
sudah terbiasa dengan buku-buku produksi bangsa Indonesia, barulah
diperkenalkan kepada buku-buku produksi luar. Sedikit demi sedikit mahasiswa
akan terbiasa dengan hal tersebut. Alternative lain selain menggunakan buku
teks import, dosen harus mempunyai kemampuan dan keterampilan menulis untuk
membuat buku karya sendiri. Jika dosen sudah mempunyai karya sendiri, tidak
mungkin dosen merekomendasikan buku dari luar negeri. Buku yang dibuat pun
harus semenarik mungkin untuk menarik minat mahasiswa membacanya. Kalau bisa,
buku bangsa Indonesia yang direkomendasikan di Negara lain, jangan hanya
Indonesia yang merekomendasikan buku produksi luar negeri.
Dalam artikel ketiga, penulis menuliskan
bahwa beliau kurang puas dengan system pendidikan yang ada di Indonesia dalah
hal kurikulumnya. Karena dalam system kurikulum yang berlaku, guru dan murid
tidak mempunyai kesempatan untuk bersikap kritis. Mereka seolah-olah diperbudak
oleh system kurikulum tersebut. Akibatnya, system kurikulum seperti itu hanya
akan menciutkan siswa dalam belajar. Penulis juga memberikan contoh nyata yang
dilakukan oleh Dr. Imam Bagus, beliau menganalisis mahasiswa di UPI untuk
mengidentifikasi sebuah prosa. Mengejutkan sekali, ternyata mahasiswa tersebut
tidak bisa mengidentifikasi prosa yang diberikan. Apanya yang salah? Kenapa
seorang mahasiwa di UPI tidak bisa mengidentifikasi prosa? Kembali lagi ke
awal, mungkin karena system kurikulumnya yang kurang tepat. Seharusnya
mahasiswa itu diberikan kesempatan untuk berbicara dan mengungkapkan pendapat
mereka, bukan hanya mengikuti sistm yang diterapkan. Jika mahasiswa
diperbolehkan untuk bersikap kritis, mahasiswa itu akan merasa merdeka dan
mereka bisa mengembangkan bakat yang ada dalam diri mereka. Itu akan berdampak
positive untuk mahasiswa karena dengan demikian mahasiswa akan termotivasi dalam
belajar.
Selain factor diatas, ada lagi
factor yang menyebabkan mahasiswa UPI
tersebut tidak bisa mengidentifikasi sebuah prosa. Pertama, mahasiswa itu
kurang motivasi dalam membaca dan menulis. Kedua, factor dosen yang kurang
berkompetensi. Saya sangat setuju sekali dengan kalimat pak Haidar, bahwa dosen
hanya mengulang waktu beliau menjadi mahasiswa dan menerapkannya kepada
mahasiswanya sendiri. Padahal ituadalah sebuah pembodohan. Bagaimana tidak, dosen
itu hanya menjiplak pengalaman beliau saat beliau belajar di bangku
perkuliahan. Padahal sekarang ini adalah zaman tekhnologi, semua hal berkembang
dengan sangat pesat. Bahkan ilmu pengetahuan juga dinamis mengikuti
perkembangan zaman.maka dari itu, dosen harus semakin pintar dan semakin
berkompetensi. Dosen harus update dalam proses belajar mengajar. Jangan sampai
dosen dibodoh-bodohi oleh mahasiswa. Jika penjiplakan itu masih saja
dipergunakan, maka kapan pendidikan di Indonesia akan maju? Oleh karena itu
harus ada kesadaran dari semua pihak, baik dosen maupun mahasiswa untuk
sama-sama memajukan pendidikan di Indonesia.
Ketiga artikel diatas sangat bagus
sekali untuk dibaca oleh dosen dan mahasiswa. Ketiganya saling berkaitan satu
sama lain. Kesimpulan dari ketiganya yaitu kita harus mempersiapkan diri dari
sekarang untuk siap menulis karya-karya ilmiah. Bila perlu, persiapan itu harus
ditepakan sejak duduk di bangku sekolah, agar kita terbiasa untuk menulis. Jika
kita sudah bisa menulis buku teks sendiri, maka tidak aka nada kejadian kita
menggunakan buku yang diproduksi dari luar negeri (buku import). Selain itu,
system pendidikan di Indonesia juga harus diubah, bukan lagi membaca
berorientasi, tapi harus membaca dan menulis berorientasi. Agar sitem pendidikan
di Indonesia maju, semua pihak harus berpartisipsi. Mahasiswa harus sadar bahwa
tugasnya adalah belajar, dosen juga harus lebih kompetensi dalam menarik minat
belajar mahasiswa.
Dengan membaca ketiga artikel tersebut,
saya berharap saya bisa berpartisipasi dalam memajukan system pendidikan
pendidikan di Indonesia. Selain itu saya harap saya bisa jadi lebih sadar akan
tugas saya sebagai mahasiswa. Bukan hanya membuat orangtua bangga dengan
prestasi, tapi juga bangga bisa memajukan system pendidikan di bangsa kita
tercinta ini.
Name :
Liana Nurbakti
NIM :
14121320241
Class :
PBI-D/4
1st Class Review


Subscribe to:
Post Comments (Atom)