Saturday, March 22, 2014

Straight Path Through Enlightened Literate


Class Review 6
Straight Path
Through Enlightened Literate

            Kutipan kata yang menginspirasi menjadi pengantar pertemuan writing class yang ke 6. Kutipan yang disuguhkan di pagi hari itu seolah sarapan pagi yang menyegarkan pikiran dan membuka jendela wawasan yang seolah siap untuk menyerap ilmu yang akan diterima. Pada saat itu inisiatif kelas untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar pada pukul 05:45, sebuah keputusan yang berat untuk diambil sebagai kapten di kelas. Tidak mudah untuk mempertimbangkan dan memutuskan sebuah keputusan, harus menjadi penengah agar keselarasan antara keputusan dosen dan mahasiswa dapat berjalan lurus. Terjadi kegalauan tersendiri ketika sebagai pemegang tanggung jawab di kelas harus memutuskan apakah siap dengan keputusan itu atau bahkan menolak untuk memberikan kenyamanan terhadap mahasiswa? Mr. Bumela bukan tidak mempunyai alasan mengadakan kelas pagi, karena beliau berhalang hadir pada jadwal yang sudah tentu maka beliau memberikan kebijakan untuk mengadakan kelas pagi bahkan sangat pagi. Sebagai penanggung jawab tentu saja harus memikirkan matang-matang, di sisi lain ingin menjadi mahasiswa yang tahan banting dan mampu menghadapi segala tantangan, namun ada juga pemikiran bahwa kapten kelas hanya berpihak pada keputusan dosen. Pada akhirnya dapat diambil kesimpulan, mengikuti keputusan dosen bukan berarti memihak, ada tujuan positif dibalik semua itu namun ada kalanya harapan ketika mahasiswa dapat menghargai setiap keputusan seorang kapten karena sejatinya tidak ada yang mau membuat anggotanya terjelembab pada jurang keputus asaan, kita mampu dan kita bisa.

            Kembali pada perihal sosok kaum literat yang tercerahkan, kata kunci yang harus digaris bawahi adalah “Enlightened” atau yang tercerahkan. Dalam konteks ini disinggung mengenai kaum literat yang tercerahkan. Berdasarkan “Quote of The Day” yang disajikan oleh Mr. Bumela:
¡  Katanya, tugas mereka yang tercerahkan--kaum literat--adalah meneroka ceruk ceruk 'baru' tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, kumpulkan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana dari cinta mereka pada pengetahuan dan pemberi pengetahuan. Mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari 'suara-suara penuh kuasa' di bidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang tercerahkan--literat; mereka baru pada fase awal; peniru.
Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita merasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita dengan pongahnya mengatakan 'ini salah itu tak benar", tanpa dasar yang 'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari "Rejim kebenaran tak terbantahkan".
Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kita sedikit ketahui.
            Adapun karakteristik dari kaum literat itu adalah yang tercerahkan atau enlightened termasuk pemula dalam dunia writing. Langkah awal untuk menjadi seorang yang literat itu beranjak dari seorang peniru. Dalam konteks peniru ini bukan berarti yang diidentikkan dengan tindakan plagiarisme, namun ini merupakan tindakan menuju pencerahan yang berakhir menjadi tercerahkan. Meniru adalah wahana penulis untuk memperkaya ilmu pengetahuan dengan cara berliterasi. Dengan cara ini menjadi acuan yang mampu membawa seseorang untuk menjadi innovator atau dapat menemukan dan menciptakan hal yang baru, sehingga menjadi peniru adalah jalur untuk menjadi tercerahkan – kaum literat.
“Seperti para linguis dan sejarawan bertujuan untuk memahami nilai-nilai yang mendukung formasi social, ekonomi, dan politik, dan diakronis, perubahan nilai dan perubahan formasi”. (Fowler:1996:10)
            Pernyataan yang diungkap oleh Fowler ini memberikan direksi bahwa sejarah yang diungkap oleh para sejarawan itu mempunyai indikator untuk mempermudah pemahaman mengenai beberapa nilai yang mencakup nilai formasi sosial, ekonomi, bahkan merasuk pada formasi politik. Secara idelogis usaha membaca dan menulis itu tidak bersifat netral, sejalan dengan yang diungkap oleh Lehtonen (Fairclough 1989:1992:1995:2000, Lehtonen 2000). Begitupun dengan literasi tidak pernah netral.
            Dalam penciptaan sebuah karya tulis tidak terlepas dari beberapa struktur yang membangunnya. Terutama dalam hal ini adalah menyinggung tentang thesis statement. Dengan penyajian thesis statement yang menghipnotis pembaca untuk membacanya diperlukakn penyajian yang indah, menarik, untuk dibaca. Terlebih akan terlihat baik apabila dapat disuguhkan pada awal paragraf atau yang dikenal dengan paragraf deduktif.
            Kesuksesan penulis untuk mengambil hati pembaca adalah terletak pada awal paragraf dan akan lebih baik diberikan aksen yang menjadi penghipnotis para pembaca. Sehingga konteks tercerahkan pada hal ini dapat diraih dengan baik. Sukses dengan ilustrasi tercerahkan membawa pemikiran kita dituangkan ke dalam tulisan. Seperti yang telah diketahui kekuatan dari sebuah buku dapat merubah pandangan, pemahaman hinggal ideology seseorang. Maka dari itu penciptaan sebuah buku harus diperhatikan unsure pengaruh yang akan ditimbulkan. Bagaimana bisa seseorang yang berlabel “belum” tercerahkan, dengan kualitas literasi yang rendah ingin merubah paradigm setiap orang?
            Samuel Elliot Morrison sang Professor yang menguasai sejarah ini mendapatkan tentangan atas bukunya yang bertajuk “A Biography of Christopher Columbus” dari pesaingnya Howard Zinn dengan masterpiecenya “A People’s History of United States” yang menggemparkan dunia tentang paradigm dan pemahaman penemu benua Amerika. Morrison mengungkap kepahlawanan yang dilakukan oleh Columbus atas penemuan benua Amerika walau di sisi lain ia memberikan tekanan bahwa Columbus adalah sosok yang bengis. Tentangan yang kuat muncul dari Zinn yang tidak sejalan dengan pendapat Morrison ini, yang sedikit menjanggalkan adalah tidak nampaknya keberanian Howard Zinn dalam mengungkap siapa yang sebenarnya penemu benua Amerika. Inilah apa yang ditimbulkan dari “Enlightened” untuk dapat mempengaruhi orang lain dibutuhkan tahapan yang amat sulit tidak dengan cara yang instan. Zinn tidak akan menjadi kaum literat apabila tidak melalui tahapan meniru.
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment