Monday, March 31, 2014

Literasi ( Poet, Historian, Linguist ) Hubungan yang tidak bisa dipisahkan


Clas Review 7
Cirebon, 25 Maret 2014
Mr Lala Bumela, M.pd

Literasi
( Poet, Historian, Linguist )
Hubungan yang tidak bisa dipisahkan
 
Writing is a matter of lishtening ourselves. Bahwa menulis merupakan tindakan yang dapat mencerahkan diri kita. Kita tidak akan bisa membawah perubahan dapatorang lain, jika diri kita sendiri belum mampuh tercerahkan. Seseorang tidak akan bisa menulis sebelum ia meniru merupakan bagian terpenting dari menemukan, lalu menciptakan.


Emulating _ Discovering _ Crating

Kundera  memaparkan konsepnya dari novel Eropa. Di era paradoks terminal, novel tidak bisa hidup dalam damai dengan semangat jaman kita. Jika dia masih ingin bergerak sebagai sebuah novel, dia bisa melakukan itu terhadap kemajuan dunia.

Sebuah teks di khususkan broch, kafka dan yang lain yang pertama kebaris yang terakir refleksi kundera adalah referensi kostan untuk penulis yang merupakan pilar sejarah pribadi dari novelnya Rabelais dan Cervantes. Karakter kundera sering secara eksplisit di identifikasi sebagai isapan jempol dari imajinasi sendiri, mengommentari dalam first person-on karakter dalam cerita yang sama sekali. Kundera lebih peduli dengan kata-kata yang membentuk atau membentuk karakter ketimbang dengan ketrampilan fisik karakter.

Banyak karakter kundera di maksudkan sebagai eksposisi dari salah satu teman ini dengan mengembangkan kemanusiaan mereka sepenunya dikembangkan sepesifik dalam kaitanya dengan karakter cenderung agak kotor, sering kali lebih dari satu karakter utama yang di gunakan dalam novel.

Kundera menganggap dirinya untuk menjadi penulis tanpa pesan. Komentar milan kundera ( di Lart duroman 1986 ) untuk menulis, berarti untuk penyair untuk menghncurkan dinding di belakang yang sesuatunya selalu ada. Dlam hal ini, tugas penyair tidak bebeda dari karya sejarah, yang juga menemukan dari pada menciptakan.

Sejarah seperti penyair, menggunakan dalam situasi yang selaluh baru, kemungkinan manusia sampai sampi sekarang tersembunyi. Salah satu tugas utama penulis adalah untuk mengungkap kemungkinan – kemungkinan pemahaman baru.

 Kundera juga menjelaskan bawa tidak hanya penerbit yang salah tentang keberadaan pesan tersebut dalam pekerjan.menjangkau bentuk-bentuk baru dari pemahaman melipu tiga tahap penting. menulis adalah masalah menciptakan affordances dan mengeksplorasi potensi makna.pernyataan tesis merupakan tahapan yang sangat penting untuk membuat dialog awal dengan pembaca.

 Mengenai penguraian tiga komponen pengertian atau konsep tentang sejarah,yaitu:sejarah sebagai peserta ,kisah dan seni.pengaruh positivisme dalam sejarah menurut kuntowijoyo (2000),setidaknyada tiga pengandaian dalam ilmu-ilmu sosial positivis.pertama,prosedur-prosedur metodologis dalam ilmu-ilmu alam dapat langsung diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial.kedua,hasil-hasil penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk-bentuk hukum seperti dalam ilmu-ilmu alam.
 Ketiga,ilmu-ilmu sosial itu harus bersifat instrumental,murni,netral,dan bebas nilai

Hubungan literasi dengan sejarah .

            Disini kita dapat lihat bahwa sejarah dan literasi tidak bisa dipisakan karena saling membutukan.namun yang lebih dominan membutukan bantuan adalah sejarah guna mengungkap suatu masalah.perkembangan sejarah setelah perang dunia ke-II menunjukan kecenderungan kuat untuk mempergunakan ilmu-ilmu sosial dengan kajian sejarah.Dasar pemikirannya adalah pertama sejarah deskriptif-naratif sudah tidak memuaskan lagi untuk menjelaskan berbagai masalah atau gejala yang serba kompleks dalam peristiw sejarah.

           
Kedua, pendekatan multidimensionl yang bertuhju pada penggunaan konsep dari teori sosial paling tepat untuk memahami gejala atau masalah yang kompleks itu. ketiga, dengan bantuan teori-teori sosial, yang menunjukan hubungan antara berbagai faktor, keempat, teori-teori osiaal, biasanya berkaitan dengan struktur umum dalam kenyatan sosial-historis.

Hubungan literasi dengn ideologi

 Menurut fowler (1996:10) : ”seperti sejarawan linguistik kritis bertujuan untuk memahami nilai-niai yang mendukung formasi sosial, ekonomi, dan poitik, dan diakronis perubahan formasi”. Dalam hal ini, perubahan nilai ataw folue banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat. Value itu sendiri yaitu menurut fraenkel (1977:6), adalah ide atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang dipikirkan seseorang ataudianggap penting oleh seseorang, biasanya mengacu pada estetik, etika, pola prilaku, logika benar salah, dan keadilan.

 Pandangan hallidaiy pada pokok pikiran bahwah wacana hakikatnya adalah pratik ideologi. Dalam pandangan kritis, wacana dipandang sebagai praktik ideologi, atu pencerminan dari ideologi tertentu. Ideologi yang berada dibalik penghasil teksnya akan selalu mewarnai bentuk  wacana tertentu. Penghasil teks yang berideologi liberalisme atau sosialisme tentu akan menghasilkan wacana yang dimiliki karakter sendiri.

Hal itu semakin di perkuat dan dieksplisitkan dengan pernyatan fowler ( 1996 ) bahwa ideologi itu terdapat dimana-mana disetiap teks tunggal, baik itu lisan, aodio,visual atau kombinasi dari semua itu, oleh karena itu, membaca dan menulis yang didalamnya tentu terdapat teks dan wacana selalu termotivasi secara ideologi.

Halliday juga berpendapat pada pokok pikiran bahwa wacana hakikanya yang muncul adalah pertarungan kekuasaan. Dalam paradikma kritis, setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan, atau apapu, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral, tetapi merupakan bentuk. Pertarungan kekuasaan.



Manusia hidup dalam sistem representasi, lalu ideologi adalah sebuah sistem makna yang dengan orang-orang yang hidup didalamnya, atau memasukan perbedaan dalam realitas yang dihadapinya. Dalam persepektif konstruksi pengalaman-pengalaman manusia adalah produk dari manusia itu sendiri.

 Althusser mendefinisikan ideologi sebagai suatu sisten yang mereprentasi dimana orang-orang hidup diluar gambarnya akan eksitensi dirinya.

 Pembeljaran sastra meningkatkan literasi.

            Tidak mudah memumbuhkan kebiasaan membaca pada masyaakat. Apalagi bila masyarakat inonesia masih dalam budaya lisan/oral. Salah satu tantangan terbesar dalam pemberdayaa bangsa ini adalah mninggalkan tradisi lisan untuk memasuki tradisi tulisan.

 Tujuan pembelajran sastra adalah untuk membentuk sikap kritis dan kreatif sastra kepekaan terhadap fenomena kehidupan dilingkungan sosial budaya maupun alam sekitar. Sastra dapat menumbuhkan kehalusan budi pekerti, menguatkan karakter bangsa, dan meningkatkan baca.

            Meulis juga disebut semogenesis yaitu disitu kita mempelajari memahami setelah paham kita memaknainya sendiri. Saat menulis, yang terpenting adalah thesis statement karen meupakn hal yang sangat rumit sebagai milestonies (batu lompatan) untuk membuat permulaan dalam dialog dengan atau seuai harapan pembacanya.

 Sastrawan adalah sebutan bagi penulis sastra, pujangga, ahli sastra atau cendekia dan jauhari dalam diksi klasik. Sejarawan adalah (soe Hok Gie) orang yang harus mengetahui dan megalami hidup lebih berat. Seorang sejarawan adalah orang yang harus mengetahui mempelajari dan menulis tentang masa lalu dianggap sebagai toritas diatasnya.

 Perbedaan sastrawan dan sejarawan tidak jahu beda dari pekerjaan sejarawan yang juga menemukan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya dibandingkan hanya sekedar membuat hal tidak perlu.
Kesimpulan:

 Jadi untuk linguist, hstorian, poet harus terpaku pada kaidah (aturan) yang menghancurkan diterapkannya unity dan koheren. Apa yang dituliskan harus tepat secara faktanya, kaidah penulisannya, fungsinya serta tujuan dari setiap pakar masing-masing (historian, poet, linguist).   
Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment