Sunday, March 23, 2014
Created By:
Ummi Kulsum
#Class Review 6
Chrysalis Ideologi
Jum’at, 14 Maret 2014 hari yang sungguh mengejutkan ketika di pagi buta
telah memulai mata kuliah dengan cuaca yang bergelumur kabut dan begitu terasa
sejuknya. Pagi itu, udara sejuk terasa di sekujur tubuh serta hembusan angin
sepoi-sepoi yang begitu terasa dinginnya. Walaupun dengan cuaca dan keadaan
seperti itu, hal ini tak menghalangi untuk melanjutkan mata kuliah Writing and
Composition 4. Indahnya mengukir sejarah yang tak pernah dilupakan selama hidup
di dunia ini. Pengalaman yang benar-benar mengesankan serta apapun yang
dihadapi tak semulus jalan yang lurus tetapi selalu menemukan tikungan-tikungan
yang tajam. Dalam tikungan inilah pengalaman yang sangat mengesankan karena hal
ini dilakukan dengan sungguh-sungguh serta membutuhkan perjuangan yang luar
biasa untuk mendapatkan hasil yang baik.
Selama perkuliahan mata kuliah ini masih membahas tentang Colombus. Kita
akan mengupas tuntas tentang sejarah karena sejarah merupakan hal yang sangat
penting untuk di ketahui, terutama seluruh dunia telah mengetahui tentang
Colombus adalah penemu Benua Amerika. Tetapi disamping itu, terdapat seorang
sejarawan yang berani mengungkapkan bahwa Colombus adalah bukan penemu Benua
Amerika yang sesungguhnya. Seorang sejarawan yaitu Howard Zinn, mengapa beliau
mengatakan seperti itu? Karena beliau memiliki bukti-bukti dalam karya bukunya
yang berjudul “A People’s
History of the United States” yaitu bahwa Colmbus hanyalah seseorang yang ingin pergi berlayar karena
ia berniat jahat untuk memperkosa para wanita, membunuh dan lainnya. Ini adalah
salah satu fakta yang di ungkapkan oleh Howard Zinn, sebenarnya apa tujuan
beliau untuk mengungkapkan fakta sejarah tentang Colombus? Tujuan
Zinn adalah untuk memberikan pandangan alternatif dan untuk membuat
pembaca menganggap secara kritis tentang "resmi" versi kisah serta
dugaan netral dari buku. Untuk menganggap bahwa para pembaca Zinn tidak
memahami dimana ia akan datang dari atau tidak dapat membaca pekerjaannya
secara kritis adalah menggurui. inilah beberapa catatan yang perlu kita tahu,
bukan hanya tentang Colombus tetapi tentang penulisnya juga yang menceritakan
bahwa Colombus bukan penemu benua biru yaitu Howard Zinn.
Selain itu, seperti biasanya Mr.Lala
memberikan materi kepada kita semua dengan judul yang baru dalam pertemuan
keenam ini “Strengthening
Thesis Statement: Another journey in understang
Columbus” yaitu terdapat kutipan yang
mencerahkan bagi mahasiswa ketika di pagi hari itu :
“Katanya, tugas mereka yang tercerahkan--kaum
literat--adalah meneroka ceruk ceruk 'baru' tempat pengetahuan dan
keterampilan yang mereka pungut, kumpulkan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya
sebagai bagian sederhana dari cinta mereka pada pengetahuan dan pemberi
pengetahuan. Mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari 'suara-suara
penuh kuasa' di bidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang
tercerahkan--literat; mereka baru pada fase awal; peniru.
Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita merasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita dengan pongahnya mengatakan 'ini salah itu tak benar", tanpa dasar yang 'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari "Rejim kebenaran tak terbantahkan".
Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kita sedikit ketahui.”
Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential tanda tanda yang terserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita merasa sudah mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita dengan pongahnya mengatakan 'ini salah itu tak benar", tanpa dasar yang 'tak bergetar' pada mereka yang berada di titik awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita menjadi bagian dari "Rejim kebenaran tak terbantahkan".
Begitu banyak yang harus dipelajari, dipahami lalu dimaknai; lebih banyak dari alasan menjadi sombong sebab apa yang baru kita sedikit ketahui.”
-Mr.Lala-
Ideologi adalah istilah kunci dalam sastra, budaya, dan studi.
Pemahaman saat ini istilah Ideologi berakar dalam tulisan-tulisan filsuf
Jerman Karl Marx dan Friedrich Engels. Menurut Fowler (tahun 1991) dan
Fairclough (tahun 1995), sedangkan fungsi
ideational merujuk kepada pengalaman para pembicara di dunia dan fenomena, yang
merupakan perwujudan fungsi interpersonal yang memasukkan para pembicara
sendiri sikap dan evaluasi tentang fenomena alam dalam pertanyaan, dan
membangun hubungan antara para pembicara dan para pendengar. Ini penting kepada
dua fungsi ini adalah fungsi tekstual. Ini adalah melalui tekstual fungsi
bahasa pembicara yang mampu menghasilkan teks yang dipahami oleh para
pendengar. Ini adalah fungsi yang memungkinkan menghubungkan wacana untuk
ko-teks dan con-teks dalam mana ia terjadi.
Van Dijk (tahun 1995 ) pada dasarnya mengesani wacana analisis sebagai ideologi
analisis, karena menurut dia "ideologi biasanya walaupun tidak eksklusif,
mengungkapkan dan dilahirkan di dalam wacana dan komunikasi, termasuk
non-verbal Hermeneutik pesan seperti gambar, foto dan film" (ms. 17).
Pendekatan-Nya untuk menganalisis ideologi memiliki tiga bagian:
analisis sosial, analisis kognitif, dan wacana analisis (tahun 1995, 30 ).
Sedangkan analisis
sosial berkaitan untuk mengkaji "secara keseluruhan struktur sosial,"
(konteks), wacana analisis terutama berbasis teks (sintaks, Lexicon, soal
semantik lokal, topik, berbentuk skematik struktur, dsb. ). Dalam pengertian ini, van Dijk pendekatan
menggabungkan dua pendekatan secara tradisional dalam media pendidikan dibahas
sebelumnya: interpretatif (teks) dan tradisi sosial (konteks berdasarkan), ke
dalam satu analytical framework untuk menganalisis media wacana. Namun, apa
yang jelas membedakan van Dijk
pendekatan lain dari pendekatan dalam CDA adalah ciri lain dari pendekatan-nya:
kognitif analisis.
Dalam pengertian ini, untuk van Dijk,
"ideologi ... adalah secara keseluruhan, abstrak mental sistem yang
mengatur ... sosial sikap bersama" (p.18).
Ideologi, oleh itu, "tidak langsung mempengaruhi pribadi kognitif
anggota grup" dalam perbuatan mereka dari pemahaman dari wacana di antara
tindakan lainnya dan interaksi (p.19 ).
Dia memanggil mental representasi dari individu selama sosial seperti
tindakan dan interaksi "model" .Untuk dia, "model mengontrol
bagaimana orang-orang bertindak, berbicara atau menulis, atau bagaimana mereka
memahami praktik sosial dari orang lain" (ms. 2).
Sangat penting di sini adalah bahawa, menurut van Dijk, mental representasi
"sering artikulasi bersama kami versus mereka dimensi, di mana para
pembicara di salah satu grup akan secara umum cenderung untuk menampilkan diri
atau kelompok sendiri dalam istilah positif, dan kelompok lain dalam istilah
negatif" (p.22).
Kutipan yang menarik menurut Mr.Lala dan harus di jaga ataupun dipelihara
dalam pikiran kita :
¡ Fowler (1996: 10): “Like the historian critical
linguist aims to understand the values which underpin social, economic,
and political formations, and diachronically, changes in values and changes
in formaitons.
¡ Fowler (1996: 12): “Ideology is of course both a
medium and an instrument of historical processes.”
¡ Ideology is omnipresent in every single text
(spoken, written, audio, visual or the combinations of all of them) (Fowler
1996)
¡ Text productions is never neutral! (Fairclough
1989; 1992; 1995; 2000; Lehtonen 2000)
¡ Literacy is NEVER neutral (Alwasilah 2001; 2012)
¡ Therefore, reading and writing is always
ideologically motivated
¡ Writing in college often takes the form of persuasion—convincing
others that you have an interesting, logical point of view on the subject you
are studying.
¡ Persuasion is a skill you practice regularly in your daily life.
¡ In college, course assignments often ask you to make a persuasive
case in writing.
Ideologi ini akan memberikan warna dalam writing dan ideologi adalah salah
satu cara untuk meningkatkan kualitas tulisan kita. Karena “reading and writing is alway ideologically motivated.” Disamping
itu, cara untuk memahami baca tulis ini dengan cara “Values”, yang memiliki dua
sets of building yaitu medium dan instrument.
Disini, kita
sedang menjajaki ceruk-ceruk baru dalam perjalanan mata kuliah Writing and
Composition, kita baru dalam tahapan meniru, lalu menemukan dan menciptakan
tulisan. Dari sinilah kita membutuhkan daya baca yang tinggi. Hanya orang-orang
literatlah yang menguasai affordance dan meaning potential. Seperti halnya,
kita masih dalam tahapan “Chrysalis” atau tahap-tahap perkembangan atau
pertumbuhan dimana untuk menjadi reader dan writer harus mempunyai daya baca
yang tinggi, ceruk-ceruk baru yang telah kita temukan adalah sebagai simbol
tahap awal untuk menuju ke tahap create hal-hal yang baru.
Ideologi ini adalah intisari 'kenyataan'. Konsepsi yang berbeda dari
ideologi adalah dirumuskan oleh Louis
Althusser. Althusser 'ideologi' tidak sebuah versi dari realitas, tetapi
suatu gambaran individu yang berhubungan dengan masyarakat. Kenyataannya,
kebenaran dan yang batil tidak aspek dari ideologi ini, tetapi ia adalah sebuah
organisasi menyatakan praktik yang membentuk perihal sosial. Ada suatu analogi
dengan sastra teks di sini, atau sekurang-kurangnya satu konsepsi sastra teks.
Sebagai Eagleton menjelaskan:
Salah Satu mungkin berkata bahwa ideologi. Kurang hal usul dari 'pseudo-usul'. Ia cukup sering muncul di permukaan
tatabahasa akan referensial (deskriptif dari negara urusan) sementara yang diam
'emotif' (ekspresif dari kenyataan hidup manusia dari mata pelajaran) atau
'conative' (diarahkan ke arah pencapaian dari efek tertentu). Jika demikian, maka ia akan tampak bahwa ada
semacam slipperiness atau sikap bermuka dua dibangun ke dalam bahasa ideologis,
dan bukannya dari jenis yang Immanuel Kant mengira bahwa ia telah ditemukan
dalam sifat estetika peradilan. Ideologi, Althusser klaim, 'mengungkapkan yang
akan, sebuah harapan atau nostalgia, dan bukannya menjelaskan kenyataan', yang
pada dasarnya adalah sebuah hal rasa takut dan mencela, reverencing dan caci
maki, semua yang kemudian kadang mendapat dikodekan ke dalam sebuah wacana yang
kelihatan seolah-olah ia menggambarkan cara sesuatu sebenarnya.(Eagleton tahun 1991: 19 ). Ideologi di
sini adalah sesuatu yang subjektif tergelincir ke dalam wacana dan berlagak
untuk menggambarkan kenyataan. Pada sebuah makro, sastra itu sendiri dapat
dilihat sebagai sebuah contoh dari 'ideologi'; pada tingkat mikro, teks sastra
dapat dilihat untuk berisi ideologi dalam cara yang sama seperti semua wacana.
Ideologi, kemudian, mungkin lebih luas tertanam dalam ideologi tertentu:
ideologi tertentu, misalnya, tertanam dalam makro-ideologi 'literatur'. Althusser
dirinya tidak membuat perbezaan antara ideologi ini, lebih memilih untuk
mengatur istilah 'ideologi' dalam oposisi global untuk 'ilmu pengetahuan';
tetapi mungkin akan bermanfaat dalam penggambaran sastra dan analisa teks.
Selanjutnya
pembahasan tentang buku Roger Fowler. Terdapat tiga representasi dari bahasa
yang merujuk kepada karya dari para cendekiawan yang komitmennya untuk bahasa
dan memang tidak dinafikan secara substansial, yaitu :
- Yang pertama adalah sikap yang bermasalah yang menganggap bahasa dalam literatur sebagai obyek.
- Kedua sikap tidak membantu untuk bahasa yang memperlakukan mereka sebagai medium melalui literatur yang akan ditransmisikan.
- Implicit apa yang telah dikatakan menurut Roger Fowler: "saya adalah keengganan untuk menerima satu andaian lebih lanjut tentang bahasa yang tersebar luas di stylistics dan kritik.
Jadi linguistik kritikus, seperti biasa atau Maha Mendengarlagi Maha
pembaca, tidak dapat hanya mengakui linguistik struktur dan konsultasi
pragmatie kompetensi-nya, menetapkan kepentingan. Pandangan yang lebih
realistis linguistik dari interaksi adalah proses yang kita teks ini sebagai
wacana, yang, sebagai sebuah kesatuan teks dan konteks -daripada sebagai
struktur dengan fungsi terpasang.


Subscribe to:
Post Comments (Atom)