Sunday, February 16, 2014

Pembahasan Baru dalam Writing


Pembahasan Baru dalam Writing
Malam semakin larut, bulan pun bersinar dengan terang, sehingga berganti pagi yang cerah.  Menawali hariku dengan mata kuliah writing 4, dan mulai bertanya-tanya dosen siapa yang akan masuk ke kaelas Pbi-D ?.  ketika mengetahui ternyata yang masuk adalah Mr.Lala Bumela.  Kita tidak menyangka akan bertemu beliau kembali, perasaan ku campur aduk.

            Saat itu aku dan kawan-kawan bergegas membereskan kelas dan menghapus papan tulis.  Tak menyangka jantungku berdetak kencang seperti hilang kendali, merasakan kegelisaan yang sangat luar biasa.  Ada salah satu temen kita berada di luar ruangan, pada saat itu dia langsung kembali ke kelas, karena Mr. Lala Bumela sudah menuju kelas kita, dan kita semua mempersiap kan semuanya.
            Setelah kita mempersiapkan semuanya, Mr.Lala Bumela dengan mengucapakan salam.  Sama seperti writing sebelumnya setiap pertemuan kita harus membuat class review.  Sebelum pada pada inti, Mr Lala membahas tentang  jadwal  yang berada di syllabus.  Di dalam pembahasan syllabusnya Mr. Lala Bumela. Mr Lala menjelaskan tujuan syllabus dan ingin menjadikan writing ini menjadi academic writing adalah membuat jurnal.
            Academic writing bisa diartikan dlam tulisan maksudnya seperti ini “ Menjadikan Tulisan itu lebih baku”.  Perbedaan writing dan academic writing adalah pada writing yang semester kemarin kita pelajari hanya writing biasa, penulisaan kalimat didomonasi oleh kalimat yang berbentuk aktif, sedangkan pada academic  writing, kalimat digunakan adalah kalimat aktif.
Contohnya bisa dilihat pada kalimat dibawah ini :
“ I conducted this research in a year “
            Jika ingin membuat kalimat seperti itu, dan ingin menjadikan kalimat tersebut menjadi academic writing, kata I harus dihilangkan dan diganti menjadi kalimat yang pasif.
This research
Kata I dihilangkan atau tidak dimunculkan oleh karena itu, hal ini dinamakan dengan impersonal.  Yang dimaksud impersonal “sendiri”.  Contoh di dalam teks terdapat kalimat diatas, sang penulis itu tidak menyatakan dirinya sendiri melainkan menyatakan yang umum.  Seorang penulis yang academic writing nya jarang memunculkan kata I dalam tulisannya, mereka banyak menggunakan kalimat-kalimat pasif dimana subject tidak dimunculkan, dan mulai sekarang kita akan belajar menulis lebih academic dari pada sebelumnya.
            Untuk mengawali writing for academic ini, setidaknya ada beberapa teks Mr.Lala Bumela berikan kepada kami, diataranya  yaitu tiga teks lagi yang belum kita copy, yaitu : Rekayasa Literasi, teks bacaan karya Zinn, dan terus teks bacaan karya Eben.  Teks bacaan karya Zinn membahas tentang colombus, yaitu seorang penemu benua America.  Zinn mengubah perspektifnya mengenai colombus, bahwasannya colombus bukan merupakan orang baik.  Sedangkan teks bacaan karya Eben membahas tentang West Papua.
            Setelah membahas tentang gambaran mengenai writing for academic purpose, beserta tugas-tugas yang sekarang atau nanti harus kita penuhi, selanjutnya kita akan membahas tentang syllabus dengan bantuan slide pada microsoft power point yang berisi highlight on the syllabus.  Sebelum ke power point Mr.Lala Bumela menggambar segitiga.  Di dalam segitiga itu terdapat text, context, reader.  So, text, context itu tidak akan kokoh jika tidak ada reader nya.
                  
          Text                            Context

                        Reader
            Kemudian Mr.Lala Bumela menampilkan sebuah peringkat.  Kita semua sangat bahagia, namun kita tetap semangat tidak menyerah begitu saja.  Kita (mahasiswa/i) sangat bangga.  Mr.Lala Bumela akan menerapkan writing academic pada semester 4 ini.  Pada semester ini akan menulis ke arah yang akademik, bukan lagi menulis asal-asalan seperti menulis kenangan, diary, dan ini akan jauh lebih rumit seperti menguras fikiran, berkifir keras.  Di semester ini  juga kami akan diajarkan bgaimana menjadi pengajar writing. Seperti yang pernah Mr.Lala Bumela katakan, sebagai dosen writing beliau harus memenuhi tiga point penting yaitu


                         Theory                               Research
  
                                           Activities                     
            Pada semester 4 ini juga banyak hal baru yang kami temui diantara nya kami harus membuat satu blog yang akan digunakan oleh bersama-sama dalam satu kelas.  Semester 4 ini class review tetap ada, namun ada penambahan halaman pada class review ini tetap ada sama seperti kemaren, class review saat ini minimal 5 halaman.  Selain class review, ada juga appetizer, chapter review dimana kami harus menulis minimal 5 halaman lagi berdasarka teks yang telah diberikan Mr.Lala Bumela, dan tidak diperbolehkan menggunakan bahsa inggris.

A highlight on writing 4 course
   (Hyland 2003 ; Hyland 2004)
·         Learning how to write in a second language is one of the most challenging aspects of second language learning (Hyland 2003)
·         Even for those who speak English ass a first language, the ability to write effectively is something that requires exensive and specialised instruction.
(Hyland 2003 ; Hyland 2004)
            Belajar bagaimana menulis menggunakan bahas apertama sudah kita kuasai atau sudah kita bisa di katakan mampu menulis menggunakan bahasa kedua merupakan tantangan berat.  Tetapi bila bahasa pertama sudah kita kuasai atau kita sudah bisa dikatakan mampu menulis dengan bahasa pertama maka tidak menutup kemungkinan kita mampu untuk menulis menggunakan bahasa kedua, dan bahkan oirang yang menjadikan bahasa inggris sebagai bahasa pertamanya belum tentu menulis dengan bahasa inggris.
            Jadi kesimpulannya yaitu semester 4 ini kami akan lebih belajar tentang academic writing yang akan mengarahkan kami supaya di akhir masa kuliah nanti atau ketika menulis skripsi kami tidak menjadi mahasiswa yang latah.  Tetapi kami mampu untuk memilih judul yang tepat dan emnarik dan mampu memproduksi tulisan yang luar biasa, dan selain itu academic writing juga akan melatih kami untuk menjadi guru yang mampu menulis.
                                          
                                   

Berperang dengan Menulis dan Membaca
            Menulis dan menulis.  Mungkin kita tidak asing mendengar kata menulis, karena sejak kita duduk dibangku SD kita diajarkan menulis dengan guru kita.  Sebelum memasuki bangku SD kita mendapatkan bimbingan dari kedua orang tua kita tenyang menulis dan membaca.  Saat kita be;lajar menulis pada saat kita memasuki bangku SD, mungkin setelah kita lulus dalam bangku SD menulis tidak berhenti sampai disini.  Saat kita belajar di bangku SMP kita tidak hanya mengenal tulisan pada bangku SD, yang hanya belajar menulis huruf besar.
            Secara pandangan kita mungkin menulis itu mudah, namun jika kita sudah mengetahui betapa sulitnya menulis, kita baru bisa merassakan bagaimana rasanya menjadi penulis.  Mungkin ditingkat SMP kita mampu mengarang bebas, pada saat itu sehabis liburan, namun tidak sama hal nya di perkuliahan.  Mungkin di SMP itu mudah, namun itu belum apa-apa.  Pada saat kita dilatih untuk benar-benar menulis. 
            Dalam teks yang berjudul((Bukan Bangsa Penulis).  Didalam teks ((Bukan Bangsa Penulis) dijelaskan bahwa oleh Dirjen Pendidikan Tinggi adalah orang pertama  yang paling bertanggung jawab mengawal publikasi ilmiah dikalangan perguruan tinggi.  Wajar jika ia “jengkel” karena mayoritas sarjana lulusan PT kita tidak bisa menulis.  Bahkan para dosennya pun mayoritas tidak bisa menulis.
            Didalam teks pertama yang berjudul ((Bukan) Bangsa Penulis) dijelaskan bahwa negara Indonesia tertinggal oleh negara tetangga yaitu Malaysia.  Selain unggul dalam hal panor, ternyata Malaysia juga unggul dalam karya ilmiah.  Sekarang jumlah karya dari perguruan tinggi Indonesia secara total masih sangat rendah jika dibandingkan dengan karya ilmiah dari Malaysia, yakni sekitar sepertujuh.  Malaysia lebih banyak memproduksikan buku, dibandingkan Indonesia.
            Bukan hanya dengan negara Malaysia, Indonesiapun rendah dibandingkan America Serikat.  Di negara America Serikat banyak yang menulis essay atau laporan.  Sedangkan, jika di Indonesia lebih menonjolkan dengan tesis, di Amerika Serikat tidak menulis tesis.  Indonesia lebih menerapkan skripsi atau tesis.
            Pada umumnya yang lebih mudah dibaca oleh kalangan masyarakat itu adalah artikel opini dibandingkan jurnal.  Artikel opini itu lebih mudah dan dimengerti atau dipahami oleh para-para dosen.  Media pencerdas bangsa ini bukan hanya jurnal.  Artikel opini dikoran jauh lebih besar dampaknya karena bisa dibaca dua juta pembaca.  Sementara itu ada sekitar 2,7 juta mahasiswa diperguruan tinggi negri dan swasta yang memerlukan bacaan dalam bentuk buku teks.
            Di dalam teks pertama ada seorang peneliti bernama Krahsen (1984) bahwa di perguruan tinggi America Serikat menunjukan bahwa para penulis produktif dewasa adalah mereka yang sewaktu di SMA-nya, antara lain.  Banyak membaca karya sastra, berlangganan koran atau majalah, dan dirumahnya ada perpustakaan.  Jadi untuk memproduksi mahasiswa dan dosen yang produktif menulis.  Perlu penambahan pembelajaran baca-tulis yang benar di tingkat SMA.
            Mungkin pengajaran di America Serikat seoerti itu, tidak halnya di indonesia, mungkin perbedaan itu sangat jauh berbeda.  Karena di Indonesia tidak diterapkan seperti itu.  Namun, saya sangat tertarik pada apa yang dikatakan olehy A. Chaedar Alwasilah, beliau mengatakan “yang tidak  bisa menulis jangan pernah bermimpi untuk menjadi dosen”.
Karena menurut saya menulis itu penting, jika seorang dosen tidak mampu mengajarkan mahasiswa nya menulis, bagaimana kita bisa menciptakan buku yang luar biasa?.  Sedangkan para dosen di Indonesia sendiri mengimport buku dari luar.
            Pada teks kedua yang berjudul “ Penulis Kuat dibandingkan Pembaca tak Berdaya”.  Yang dimaksud dengan pembaca tak berdaya itu menilai dirinya ssendiri tidak seimbang dengan apa yang dibacanya.  Mungkin dengan alasan bahasa nya itu tidak mudah untuk dipahami atau bahasa nya terlalu tinggi.  Bapak Chaedar berpendapat bahwa jika para dosen lulusan luar negri memakai buku pedoman yang berasal dari luar negri.
            Terkadang ketika kita membaca suatu teks kita malah bertanya pada diri sendiri sebenarnya apa isi dari teks nya, apa yang ingin disampaikan atau terkadang kita menganggap bahasa yang digunakan si penulis itu teralu tinggi sehingga isi dari tulisannya tidak bisa sampai kepada para pembaca.  Itu bisa terjadi dikarenakan faktor kurangnya konsentrasi pada saat membaca, bukan hanya seorang pembaca yang harus berskonsentrasinya pada apa yang dibaca nya, namun seorang penulis juga harus berkonsentrasi dengan apa yang dia tulis dan menggunakan bhasa yang sesuai tahapannya.
            Pertama, pendekatan koneksi membaca-menulis percaya bahwa tingkat mebaca anda menentukan kekuatan tulisan anda.  Pengetahuan terakumulasi melalui membaca, sementara menulis adalah menempatkan pengetahuan kedalam kertas.  Jadi membaca-menulis itu harus seimbang dan sangat berkesinambungn.  Jika kita menulis, tapi kemauan membaca kita berkurang kita tidak akan bisa menulis karena ilmu kita kurang dan kita tidak mempunyai ide ide yang cemerlang.
            Teks kedua itu sangat terjadi dikehidupan kita, saya sendiri merassakannya.  Karena pada saat saya menulis dan saya menyelesaikan tulisan saya, saya membandingkan dengan teman.  Apa yang terjadi ? karangan atau tulisan saya lebih bagus dibanding saya, karena teman saya gemar membaca, sehingga ilmu yang lebih besar dan karangan yang sangat menarik dengan kata-kata yang tidak membuat bosen sang pembacaq.  Tidak hanya mahasiswa yang mampu menulis, dosen pun harus menulis buku, jangan import dari luar, ia menilai bahwa buku tulisan Indonesia lebih rendah dari buku luar, karena apa, karena banyak dosen yang import dari luar.  Padahal buku dari luar itu belum tentu mudah di mengerti dikalangan mahasiswa.
            Seperti yang tertera pada teks ketiga (Learning and Teaching Process : more about readers and writers) bahwa penggunaan kurikulum disekolah sebaiknya tidak diterapkan, jika diterapkan mungkin tidak semua nya diterapkan.  Karena kurikulum yang diterapkan sekolah itu kurang baik.  Seharusnya guru-guru lebih memperhatikan kebutuhan seorang muridnya.  Pada saat penelitian di UPI, mahasiswa tidak bisa menganalisis prosa.  Mungkin dengan peristiwa tersebut guru-guru harus merubah proses belajar atau kurikulumnya.
            Pada saat dosen itu masih status menjadi seorang mahasiswa seperti kami, tepat nya pengalaman dosen.  Dosen pun merasakan apa yang kita rasakan pada saat ia menjadi mahasiswa.  Banyak dosen yang menerapkan sistem belajar nya dengan pengalamanya saat ia kuliah.
            Didalam teks ketiga ini memiliki hubungan langsung dengan teks kedua.  Agar tidak terjadi hal seperti itu, saya fikir bahwa menulis memaksa para penulis untuk mereflesikan kontruksi kalimat, urutan dimana mereka diletakan bersama-sama, hubungan antara yang satu dengan yang lainnya, unsur-unsur dari sepotong teks.
            Jadi kesimpulannya dari tiga teks tersebut rendah nya literasi dikalangan mahasiswa dan dosen, sedangkan persamaan dari tiga teks tersebut adalah : tiga teks tersebut membuktikan betapa tak berdaya nya kualitas literasi antara dosen dan mahasiswa, dosen dan mahasiswa harus bisa menulis, sehingga menghasilkan karya yang bisa dibanggakan untuk Indonesia, jangan kalah dengan negara Malaysia yang sepertujuh dari negara Indonesia, pembelajarannya kurang efektif, so pembelajaran di Indonesia harus lebih ditingkatkan, dan pengaplikasikan sistem belajar antara luar negri dan Indonesia, so mahasiswa atau murid itu jangan semua nya menggunakan sistem luar negri terapkan juga sistem Indonesia sehingga mereka bisa menilai sistem mana yang mudah mereka ikuti.  Jangan prnah berfikir menulis itu mudah. Merangkai kata-kata dengan benar akan menghasilkan tulisan yang menarik.
            Jika kita menulis hanya bisa menulis dari mana kita mendapatkan sebuah pengetahuan yang luas.  Jadi kita harus menyeimbangi menulis dan membaca sehingga mendapatkan hasil yang sempurna.  Aku selalu teringat dengan kata-kata pak chaedar jika kita tidak bisa  menulis jangan pernah bermimpi untuk menjadi dosen”, jika dosen kita tidak bisa menulis berarti kita tidak akan mempunyai karya tulis sendiri untuk dikenang.  Jangan pernah berhenti mencari ide dan insipirasi dengan membaca, sehingga menciptakan sebuah karya tulis yang sempurna.

Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment