Saturday, February 22, 2014

A way to be a good writer


Class Review Kedua, On 17th February 2014
A way to be a good writer
          Pada pertemuan kedua dengan Mr. Lala, merupakan hari yang sangat mendebarkan bagi saya, karena pada pertemuan kedua tanggal 17 februari 2014 saya harus memperlihatkan tugas saya yang pertama pada mata kuliah Writing 4 ini.  Tugasnya yaitu memberikan opinion essay terhadap tiga artikel yang telah di tentukan sebelumnya.  Tetapi, Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan tugas tersebut dengan tepat waktu.

            Pada awal pembelajaran di kelas Mr. Lala menjelaskan tentang:


Melihat bagan tersebut, teaching orientation itu dibagi menjadi beberapa sub pokok yang di dalamnya terdapat academic writing, critical thiking, dan writing.  Pada academic writing terdapat empat point yaitu:
  1. Rigid=Kaku
Maksudnya yaitu dalam academic writing erat kaitannya dengan literasi yang tinggi. Apabila sudah mencapai tingkat literasi yang tinggi, bahasa yang terdapat dalam teks atau bacaan tersebut akan sulit untuk di pahami.  Karena sudah menggunakan kosa kata yang lebih luas, sehingga untuk dapat memahami isi teks bacaan tersebut perlu beberapa kali untuk membacanya.
  1. Impersonal
Impersonal berkaitan dengan sudut pandang atau point of view.  Seperti yang telah saya sampaikan pada class review pertama, bahwa dalam academic writing jangan  menggunakan sudut pandang orang pertama seperti I, Me, We, Our, dan sebagainya.
  1. References
Dalam academic writing references adalah hal yang sangat perlu untuk diperhatikan, karena academic writing bukan sekedar pelajaran menulis biasa.  Academic writing lebih mengarah kepada argumentative essay, jurnal, skripsi, dan thesis.  Sehingga apabila menyertakan argument harus di dukung dengan referensi yang jelas, bukti yang nyata, dan data yang otentik.
  1. Formal
Yang dimaksud formal yaitu bahasa yang digunakan dalam penulisannya harus menggunakan bahasa yang sopan, bahasa baku, dan tidak menggunakan tulisan yang di singkat-singkat.  Dan juga harus bisa memilah dan memilih kosa kata yang layak untuk kita tulis.
            Selanjutnya, pada sub yang kedua dari teaching orientation terdapat critical thiking.  Apa yang dimaksud dengan critical thiking? Menurut (Tony dwi susanto.wordpress.com) salah satu definisi critical thinking adalah kemampuan untuk memberikan alasan yaitu argumentasi, pembenaran bukti-bukti, secara objektif untuk suatu pendapat akademik atau menurut istilah lain critical thinking dapat dimaknai sebagai strategi untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain.  Disamping itu pada critical thingking terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan yaitu:
v Critical Reader
Critical reader atau pembaca kritis merupakan pendahuluan penting untuk menjadi penulis yang kritis atau critical writer.  Hal-hal penting yang perlu diperhatikan untuk menjadi seorang critical reader yaitu:
*        Dapat memeriksa atau menemukan bukti dan argument yang dipersembahkan oleh penulis.
*      Dapat memeriksa setiap pengaruh pada bukti atau argument.
*      Dapat memeriksa keterbatasan desain penelitian atau fokus.
Selain itu kita juga perlu mengambil pendekatan kritis untuk membaca, karena kita tidak hanya bisa menerima keputusan dari topic yang kita baca.  Tetapi, kita juga harus mampu dan harus siap untuk melangkah ke perdebatan akademis, dan juga mampu membuat evaluasi anda sendiri seberapa banyak anda bersedia untuk menerima apa yang anda baca.  Tetapi perlu di garis bawahi bahwa tujuan dari membaca kritis bukan hanya mencari kesalahan, tapi untuk menilai kakuatan bukti dan argumen.  Hal ini hanya berguna untuk menyimpulkan bahwa sebuah penelitian, artikel menyajikan bukti yang sangat kuat dan argumen yang beralasan. (Resource from: University of Leicester)
v Critical Writer
Critical writer merupakan proses yang melibatkan berbagai keterampilan dan kualitas yang di munculkan oleh penulis.  Tetapi, untuk menjadi critical writer yang berkualitas tidaklah mudah, perlu keterampilan dan percaya diri dalam mengeksplor kemampuan dalam menulis.  Pada critical writer terdapat pula point-point yang harus diperhatikan yaitu:
*   Presentasi yang jelas tentang bukti, dan argumen yang mengarah kepada kesimpulan yang kita buat.
*   Adanya sebuah pengakuan keterbatasan bukti, argumen dan kesimpulan pada tulisan yang kita buat.  (Resource from: University of Leicester)
Dan kemudian dari sub topic yang ketiga membahas tentang writing.  Writing mempunyai beberapa ke untungan yaitu:
1)      A way of knowing something
Maksudnya yaitu dengan menulis kita bisa mengetahui sesuatu yang sebelumnya kita ketahui.  Karena sebelum menulis terdapat beberapa hal yang perlu di persiapkan di antaranya pengetahuan, untuk menjadi bahan atau materi yang akan kita tulis.  Seperti yang saya alami saat ini, sebelum melakukan penulisan saya perlu mempersiapkan atau mencari materi yang akan saya jadi kan bahan atau referensi yang akan saya tulis.
2)      A way of  representing something
Menulis bisa juga dikatakan jalan untuk menggambarkan sesuatu.  Contoh dalam menulis deskriptif teks, pada saat menulis deskriptif teks kita sebagai penulis di tuntut untuk mampu menggambarkan sebuah objek yang hendak kita sampaikan melalui sebuah tulisan tersebut.
3)      A way of reproducing something
Maksud dari statement ini yaitu, melalui menulis kita dapat mereproduksi atau melahirkan sesuatu.  Contoh, dari sebuah opini kita bisa menjadikan sebuah tulisan yang di sebut dengan artikel opini dan setelah itu, bisa kita pajang pada surat kabar kemudian kita juga bisa mendaptkan  ke untungan financial.
Setelah menjelaskan tentang teaching orientation, kemudian Mr. Lala melakukan perubahan proses pembelajaran yaitu dengan cara membagi kami ke dalam dua kelompok kecil.  Hal ini di lakukan agar Mr. Lala mudah untuk mengoreksi tugas yang telah kami buat, dan kemudian masing-masing mahasiswa mendapatkan satu pertanyaan mengenai literasi, ysng berkaitan dengan tiga artikel yang telah kami baca.
            Tidak membutuhkan waktu lama untuk Mr. Lala mengoreksi tugas yang telah kami buat, selanjutnya pembelajaran di kelas kembali seperti semula.  Mr. Lala menjelaskan materi melalui slide-slide power point, topic yang akan di jelaskan oleh Mr. Lala pada pertemuan kali ini yaitu “Knowing Who We Really Are” sungguh topic yang sangat menarik untuk di kaji.  Slide yang pertema menampilkan tentang “ Who are you in my class”.  Pertanyaan tersebut menyadarkan saya, siapakah diri saya sebenarnya pada Writing 4 ini?
  • Apakah hanya seorang mahasiswa yang mendaftar di kelas writing, tanpa mengetahui tujuannya;
  • Hanya seorang mahasiswa yang menulis hanya untuk mendapatkan nilai yang tepat;
  • Hanya seorang mahasiswa yang menulis tanpa jiwa;
  • Hanya seorang mahasiswa yang mencoba untuk menyelesaikan kontrak belejar secara menyeluruh.
Saya berharap, semoga saya tidak termasuk salah satu mahasiswa yang hanya berniatan untuk asal masuk dalam mata kuliah writing 4. Tetapi saya berharap bisa memperdalam literacy, sehingga bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.  Seperti yang di gambarkan pada peta konsep  berikut ini.

Dengan mempelajari literasi, khususnya membaca dan menulis dapat meningkatkan kualitas hidup kita.  Karena, dengan ilmu pengetahuan yang kita daptkan melalui membaca dan menulis kita bisa bersaing dengan negara lain, dan kita tidak di anggap rendah oleh mereka, sehingga dengan sendirinya kita bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. 

Selanjutnya yaitu Mr. Lala menampilkan slide yang lebih spesifik mengenai menulis dan membaca menurut para ahli.  “Menurut Hyland (2004:4), menulis adalah praktek yang didasarkan pada harapan, peluang pembaca menafsirkan maksud penulis meningkat jika penulis mengambil kesulitan untuk mengantisipasi apa yang pembaca mungkin mengharapkan didasarkan pada teks-teks sebelumnya ia telah membaca dari jenis yang sama.”
Penulis dan pembaca = Penari?
            Menurut Hoey (2001), seperti yang dikutip dalam Hyland (2004), mengibaratkan para pembaca dan penulis seperti penari yang mengikuti langkah-langkah masing-masing, setiap rasa perakitan dari teks dengan mengantisipasi hal lain yang kemungkinan akan dilakukan dengan membuat koneksi teks sebelumnya.  Dengan kata lain, bagi saya penulis-pembaca membuat sambungan disebut seni.
Maksud pernyataan ini yaitu, sebagai penulis dan pembaca harus bisa berjalan seiringan jangan sampai bertolak belakang, karena dengan membaca adalah gerbang menuju penulis yang berkualitas.  Jadi, intinya antara membaca dan menulis saling berkaitan.
Lehtonen (2004:74) pada Barthes
Dimana bahasa Saussure adalah suatu sistem yang didefinisikan sendiri maknanya, Barthes melihat peran orang-orang yang berlatih dengan aktivitas linguistic, menjadi pusat dalam pembentukan makna.  Penulis bukanlah seseorang yang sebelumnya melakukan tindakan penulisan, tetapi mengambil bentuk salah satunya ketika menulis.  Barthes memang menyatakan kematian penulis, sekaligus menandakan kelahiran pembaca.
Lehtonen lebih jauh berpendapat bahwa pembaca naik ke inti dari pembentukan makna, dan membaca menjadi tempat dimana makna dimiliki.  Teks dan pembaca tidak pernah ada secara independen satu sama lain, tetapi sebenarnya menghasilkan satu sama lain.  Membaca termasuk memilih apa yang harus dibaca, mengorganisir dan menghubungkan mereka bersama-sama dalam rangka membentuk makna, serta membawa pengetahuan pembaca sendiri ke teks.
Dari buku yang telah saya baca, Lehtonen mengungkapkan bahwa:
1  Teks
Teks adalah artefak-artefak yang berbicara, dengan kata lain, alat-alat komunikasi yang dihasilkan oleh manusia.  Sebagai artefak, teks telah diproduksi/dihasilkan melalui bantuan berbagai teknologi.  Teks bisa juga dalam bentuk tulisan, pidato, gambar, musik atau symbol lainnya.  Point utamanya adalah mereka merupakan kombinasi symbol yang ada dan diatur secara relative terlihat menjadi agak lebih jelas dan tegas.
1  Konteks
Konteks merupakan bagian dari teks.  Konteks ada sebelum penulis (author) atau teks, namun konteks tidak akan ada diluar mereka.  Konteks dan teks selalu ada secara bersamaan.  Bagaimanapun, kebersamaan ini selalu berarti di dalam teks
1Pembaca
Menurut lehtonen, teks dan pembaca tidak pernah bisa berdiri sendiri, artinya keduanya itu saling berhubungan satu sama lain, tetapi sebenarnya menghasilkan satu sama lain.  Teks tanpa pembaca tetap teks, tapi tidak akan ada pembaca tanpa adanya teks.  Oleh karena itu, teks dan pembaca saling mempengaruhi satu sama lain, karena teks tanpa pembaca, maka hanya akan sebagai lembaran yang tak bermakna.
1  Makna
Makna merupakan hal yang ingin disampaikan penulis pada pembaca.  Makna juga merupakan hal yang didapat atau diciptakan oleh pembaca dari teks.  Pembaca pun berperan untuk membangun makna yang hendak disampaikan oleh penulis dalam teks tersebut.

Kemudian setelah adanya hubungan antara text, context, reader, writer, dan meaning kita sudah merasa cocok.  Maka dengan sendirinya akan  timbul roh sebagai pecinta literasi.
Kesimpulan
      Huh…akhirnya tiba juga pada tahap kesimpulan.  Seperti yang dikatakan oleh Mr. Lala pada pertemuan kemarin bahwa semakin kesini nulisn itu semakin rumit, dan itu pun yang saya rasakan saat ini.  Untuk sekedar menulis class review saja perlu beberapa hari untuk menyelesaikannya, ini bukan di karenakan saya malas untuk mengerjakan tetapi, karena banyaknya pertimbangan yang di lakukan sebelum menulis seperti membaca buku, dan mencari sumber lain untuk melengkapi materi yang akan ditulis.
            Well, dari pemaparan materi diatas saya bias menyimpulkan bahwa:
ü  Teaching orientation itu mempunyai beberapa point penting yaitu, nature of academic writing, critical thinking, dan writing.
ü  Nature of academic writing terdiri dari rigid, impersonal, references, dan formal.
ü  Pada critical thinking terdapat dua sub topic yaitu critical reader dan critical writer.  Pengertian dari critical thinking adalah kemampuan untuk memberikan alasan, baik argumentasi, dan pembenaran bukti-bukti secara objektif.   Kemudian untuk menjadi critical reader dan critical writer yang baik terdapat point-point yang perlu di perhatikan.
ü  Sebagai critical reader kita harus mampu melakukan hal-hal berikut: 
Ø  Dapat memeriksa/menemukan bukti atau argument yang dipersembahkan oleh penulis.
Ø  Memeriksa setiap pengaruh pada bukti atau argument.
Ø  Dapa memeriksa keterbatasan desain penelitian.
ü  Adapun sebagai critical writer yang baik juga perlu memperhatikan hal-hal berikut:
Ø       Menumbuhkan rasa percaya diri untuk menjadi penulis yang berkualitas.
Ø Mampu mempersentasikan bukti yang jelas, dan argument yang mengarah kepada kesimpulan yang kita buat.
Ø Mampu mengakui keterbatasan bukti, argument, dan kesimpulan.
ü  Selanjutnya sub topic yang terakhir dari teaching orientation yaitu writing.  Writing merupakan a way of knowing something, a way to representing something, a way to reproducing something.
Pada class review yang kedua ini, hanya itu yang bisa saya sampaikan.  Saya menyadari bahwa tulisan saya kali ini belumlah sempurna, sehingga saya memohon maaf atas kesalahan yang terdapat dalam tulisan ini.  Semoga dengan pengetahuan yang saya dapatkan dari Mr. Lala pada pertemuan yang akan datang, bias membuat saya lebih baik lagi dalam menulis.  Terimakasih atas segala perhatiannya J wassalam…
Chapter Review 1
Power of Literacy
            Untuk meningkatkan kualitas bangsa agar bisa lebih maju, salah satu factor pendukungnya yaitu peran literacy.  Tetapi untuk mengetahui lebih dalam tentang literasi, alangkah lebih baiknya untuk membaca sebuah buku karya A. Chaedar Alwasilah yang berjudul Pokoknya Literasi, sebuah wacana pada bab 6 yang berjudul “Rekayasa Literasi” akan mengupas tuntas, mengapa literacy itu sangat penting.
Yang pertama yaitu mengenai:

1.      Pendekatan structural, fokus pembelajarannya hanya pada tata bahasa atau grammar.
2.      Pendekatan audiolingual, focus pembelajarannya terletak pada latihan dialog-dialog pendek.
3.      Pendekatan kognitif, focus pada siswa untuk menyesuaikan bahasa dengan lingkungannya.
4.      Pendekatan komunikatif, hanya memfokuskan siswa untuk berbahasa dan berkomunikasi secara komunkatif  dan spontan.
5.      Pendekatan literasi/pendekatan genre-based.  Yang menonjol dalaam pendekatan ini adalah pengenalan berbagai genre wacana lisan maupun tulisan untuk dikuasai oleh siswa.
Selanjutnya pada artikel tersebut terdapat definisi literasi menurut beberapa sumber yaitu:
1)      Menurut (7th Edition Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2005:898), literasi dalah kemampuan membaca dan menulis.
2)      Menurut Setiadi 2010, istilah literrasi jarang dipakai, yang sering dipakai adalah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa.
3)      Zaman dahulu, literasi di artikan sebagai pendidikan, namun untuk sekarang pendidikan dasar tidak cukup mengandalkan baca dan tulis.
4)      Literasi adalah praktik cultural berkaitan dengan persoalan social dan politik.  Namun, pada hakikatnya literasi tidak hanya membaca dan menulis.  Bahkan kini ada ungkapan literasi computer, literasi virtual, literasi matematika, literasi IPA, dan sebagainya.  Nah, itu merupakan salah satu contoh bahwa untuk sekrang pemahaman literasi sudah sangat luas.
Pada Wacana Rekayasa Literasi ini juga di jelaskan mengenai model literasi.  Menurut Freebodu dan Luke ada empat macam model literasi yaitu:
1)      Memahami kode dalam teks.
2)      Terlibat dalam memakai teks.
3)      Menggunakan teks secara fungsional.
4)      Melakukan analisis dan mentransformasi teks secara kritis.
Tetapi, untuk lebih mempelajari model literasi keempat model tersebut dapat diringkas ke dalam lima verba yaitu: Memahami, melatih, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks.  Nah, itulah hakekat berliterasi secara kritis.
Topik selanjutnya, literasi tetap berurusan dengan penggunaan bahasa, dan kini merupakan kajian lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yaitu:
a.       Dimensi Geografis
Literasi seseorang dapat dikatakan berdimensi local, nasional, regional, atau internasional, tergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring social dan vokasionalnya.  Diplomat harus memiliki literasi internasional daripada bupati.
b.      Dimensi Bidang
Literasi dalam dimensi bidang meliputi, pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dan lain sebagainya, seseorang yang mempunyai kualitas tinggi maka akan menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula.
c.       Dimensi Keterampilan
Pada dimensi keterampilan literasi meliputi membaca, menulis, menghitung, dan berbicara.  Untuk menjadi seorang yang literat, maka harus menguasai empat aspek tersebut.
  d.      Dimensi Fungsi
Orang yang berliterat dan berpendidikan mampu memecahkan dan menyelesaikannya, mudah mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan hidupnya, dan pandai mengembangkan serta memproduksi juga memproduksi ulang ilmu pengetahuan.
e.       Dimensi Media
Pada era yang canggih ini, menjadi seseorang yang berliterat tidak cukup dengan mampu membaca dan menulis teks yang alfabetis saja, melainkan harus mampu membaca dan menulis cetak, visual, dan digital.  Penguasaan informasi teknologi pun memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari kita.  Oleh karena itu, hiduplah dengan membaca, menulis, dan juga bermedia (teknologi).
f.       Dimensi Jumlah
Jumlah dapat merujuk pada banyak hal, misalnya bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu, media, dan sebagainya.  Perlu diketahui orang yang berliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi, waktu dan ruang yang tumbuh karena proses pendidikan yang berkualitas tinggi. 
g.      Dimensi Bahasa
     Pada dimensi bahasa terdapat etnis, local, nasional, regional, dan internasional.  Dan pada dimensi bahasa juga terdapat literacy singular dan literacy plural. Kemudian seseorang dikatakan literat apabila mampu menguasai berbagai bahasa.  Namun, ketika kita pandai berbahasa Indonesia, dan bahasa Inggris, tetapi tidak pandai bahasa jawa atau sunda maupun bahasa daerah masing-masingnya, maka literasinya payah.
      Kemudian dari wacana yang telah saya baca, terdapat pula gasan kunci mengenai literasi yang menunjukkan perubahan paradigm literasi sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan modern ini, yaitu:
1.      Ketertiban Lembaga-lembaga social
Para pejabat masyarakat dari RT, RW, Kelurahan, DPR, dan bahkan Presiden merupakan satu kesatuan birokrasi untuk menjamin ketertiban social.  Lembaga-lembaga tersebut menjalankan perannya dengan fasilitas bahasa, sehingga muncul bahasa birokrat atau bahasa politik.  Tidak ada literasi yang netral, semua praktik literasi dan teks tulis memiliki ideology, yakni didikte oleh lingkungan social politiknya.
2.       Tingkat kefasihan relative
Setiap interaksi membutuhkan kefasihan berbahasa dan literasi yang berbeda.  Perlu dikuasai kefasihan dan literasi untuk memainkan peran fungsional dalam setiap interaksi.
3.      Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Literasi juga dapat mengembangkan potensi diri, untuk berekspresi dan mengekspresikan  bahasa ibu untuk memproduksi ilmu pengetahuan.
4.      Standar dunia
Pada tahap ini, mengapa kita harus memperlajari literasi, karena literasi merupakan nilai ukur kualitas bangsa.
5.      Warga masyarakat demokratis
Literasi juga memfasilitasi warga Negara dalam menjunjung tinggi nilai demokratis.
6.      Keragaman lokal
Pada tahap ini literasi dapat menyadarkan manusia tentang keragaman local budaya, dengan demikian secara tidak langsung literasi membentuk manusia yang berwawasan global, semakin sensitive, dan semakin antisifatif terhadap keragaman local (local wisdom literacy).
7.      Hubungan global
Literasi sebagai hubungan global mengharuskan semua orang mempunyai literasi tingkat internasional.
8.      Kewarganegaraan yang efektif
Maksdunya yaitu kita sebagai warga negara harus aktif dalam segala bidang.
9.      Bahasa Inggris ragam dunia
Bahasa Inggris merupakan bagian-bagian dari literasi global, jadi tidak heran Bahasa Inggris di pengaruhi oleh kekentalan bahasa dan budaya lokalnya.
10.  Kemampuan berfikir kritis
Literasi bukan hanya membaca dan menulis saja, tetapi kita harus menggunakan literacy secara fasih dan kritis, serta mengajarkan keterampilan berfikir kritis.
11.  .  Masyarakat semiotic
Semiotic adalah ilmu tentang tanda, termasuk persoalan ikon, tipologi tanda, kode, struktur, dan komunikasi.  Budaya adalah system tanda, dan untuk memaknai  tanda manusia harus menguasai literasi semiotik.  Membaca dan bernegosiasi mengenai dunia symbol, dan mengonstruksi diri kita sendiri secara semiotic, dari cara kita berkomunikasi non-verbal sampai cara kita berpakaian (Luke, 2003).  Kita semua adalah praktisi semiotic.
Memang apabila berbicara tentang literasi, pokok bahasannya sangatlah luas.  Dalam wacana ini juga terdapat, pendidikan bahasa berbasis literasi setidaknya dilaksanakan dengan mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Literasi adalah kecakapan hidup (life skills) yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
2.      Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan
3.      Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.  Pendidikan bahasa melatih siswa berfikir kritis.  Bahasa adalah alat berfikir.
4.      Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.  Pendidikan bahasa seharusnya mengajarkan pengetahuan budaya.
5.      Literasi adalah kegiatan refleksi (diri).  Pendidikan seyogyanya menanamkan pada diri (maha)siswa kebiasaan melakukan refleksi atas bahasa sendiri maupun bahasa orang lain.  Yakni kesadaran terhadapa metakomunikasi..  kemudian refleksi juga sangant penting, refleksi adalah konstruk atau pemahaman yang terus berkembang dan semakin canggih.
6.      Literasi adalah hasil kolaborasi.  Penulis menulis sesuatu yang sekiranya pembaca paham dengan tulisannya, sedangkan pembaca pun harus paham dengan maksud tulisannya penulis tersebut.
7.      Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.  Penulis mengintepretasikan alam semesta dan pengalamannya lewat kata-kata, dan pembaca memaknai interpretasi penulis tersebut.

Rapor Merah Literasi Anak Negeri
Dari wacana yang berjudul rekayasa literasi ini, terdapat pula penjelasan tentang”Rapor Merah Literasi Anak Negeri”.  Jika disimpulkan pada pembahasan ini, menyatakan bahwa Indonesia memiliki tingkat literasi yang rendah, jauh tertinggal dengan negara lainnya.  Maja untuk mengejar ketertinggalan itu perlu di adakannya peningkatan sumber daya manusia.  Selain itu, Indonesia juga tertinggal dalam produksi buku yaitu Indonesia hanya mampu memproduksi 6000 buku/tahun.  Padahal jumlah dosen yang ada di Indonesia banyak, sekitar 231.786, apabila dibandingkan dengan jumlah dosen yang ada di Indonesia, seharusnya Indonesia mampu menghasilkan 77.000 buku/tahun.
Nah untuk mengatasi permasalahan ini, ujung tombaknya terlerak pada pendidikan literasi yaitu guru seharusnya dapat melakukan hal-hal berikut ini:
1)      Komitmen professional;
2)      Komitmen etis;
3)      Strategi analitis dan reflektif;
4)      Efikasi diri;
5)      Pengetahuan bidang studi, dan
6)      Keterampilan literasi numerasi (Cole dan Chan,1994 dikutip oleh Setiadi 2010).
Implementasi
        Rekayasa literasi adalah merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi yaitu:
1.      Dimensi pengetahuan kebahasaan(focus pada teks)
2.      Dimensi pengetahuan kognitif (focus pada minda)
3.      Dimensi perkembangan (focus pada pertumbuhan)
4.      Pengetahuan sosiokultural (focus pada kelompok)

Perlu diketahui bahwa pengajaran bahasa ( language arts) yang baik menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan empat dimensi ini secara aktif, serempak, dan terintegritasi.  Dia menggunakan bahasa secara efektif dan efisien. Dan kemudian kegiatan literasi, seperti yang terlihat dalam gambar diatas selalu secara serentak melibatkan keempat dimensi(bahasa, kognitif, social, dan perkembangan).  Literasi tidak sederhana sekedar menguasai alphabet/sekedar mengerti hubungan antara bunyi dengan symbol tulisannya, tetapi symbol itu difungsikan sebagai bernalar dalam konteks social.  Dan kualitas literasi berkembang seiring dengan kematangan diri.
Selanjutnya pengajaran literasi pada intinya, menjadikan manusia yang secara fungsional mampu membaca-menulis, terdidik, cerdas, dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra.  Jangan sampai, banyak sarjana ahli sastra dan linguistic yang tidak bisa menulis.  Kemudian banyak ilmuwan bergelar professor dan doctor tapi tidak bisa menulis buku teks sebagai bendera kepakarannya(seperti yang terdapat dalam wacana (Bukan) Bangsa Penulis.
Kemudian, untuk mempelajari literasi setidaknya diawali oleh tiga paradigm yang harus dimiliki yaitu:
1.      Decoding, penguasaan kode bahasa.  Awalnya harus diberi pengetahuan tentang kode-kode bahasa.
2.      Keterampilan, siswa menguasai sistem morfemik bahasa.
3.      Bahasa secara untuh, yaitu siswa menguasai teks otentik yang kontekstual sehingga mendapatkan makna baru bukan kosa kata baru.  Dan kemudian, belajar literasi itu berlangsung seperti bayi belajar bahasa ujaran dari sekitar, yakni berlangsung induktif.
Tabel.  Perubahan paradigm pengajaran literasi
No.
Tadinya
Kini
1.
Bahasa adalah sistem struktur mandiri
Bahasa adalah fenomena social.
2.
Fokus pengajaran pada kalimat-kalimat yang terisolasi.
Fokus pada serpihan-serpihan kalimat yang terhubung.
3.
Berorientasi ke hasil.
Berorientasi ke proses.
4.
Fokus pada teks sebagai display kosakata dan struktur tata bahasa.
Fokus pada teks sebagai realisasi tindakan komunikasi.
5.
Mengajarkan norma-norma preskiptif dalam berbahasa.
Perhatian pada variasi register dan gaya ujaran.
6.
Fokus pada penguasaan keterampilan secara terpisah(discrete).
Fokus pada ekspresi diri.
7.
Menekan makna denotative dalam konteksnya.
Menekankan nilai komunikasi.

Jika melihat table diatas, terlihat jelas bahwa pengembangan literasi itu saling berkesinambungan dari tingkat pra SD, SMP, SMA, hingga tingkat PT.  literasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya merupakan fondasi untuk pengembangan literasi tahap berikutnya.

My Perspektiv
     Setelah saya membaca wacana yang berjudul “Rekayasa Literasi” saya merasa kagum.  Karena ternyata literasi itu tidak hanya focus kepada budaya membaca dan menulis, tetapi pada kenyataannya dalam literasi itu terdapat beberapa prinsip, dimensi pendekatan literasi, dan sebagainya.  Dalam konteks sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas, literasi berarti melek teknologi, politik, berfikir kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar.   Menurut Krish dan Jungeblut dalam buku literacy: Profile of America young Adult mendefinisikan literacy kotemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak, untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat.  Lebih jauhnya seorang bisa dikatakan literat, jika ia sudah mampu memahami sesuatu karena membaca dan melakukan ssesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.
          Tetapi pada kenyataannya tidak mudah untuk melahirkan orang-orang yang literat.  Kaena di Indonesia khususnya, masih kurang kesadaran terhadap pentingnya literasi.  Sehingga untuk menumbuhkan kesadaran akan literasi, menurut saya harus diadakannya lingkungan literasi.   Karena dengan mengadakan lingkungan literasi yang kondusif, bisa menciptakan generasi yang literat.  Tetapi, hal ini membutuhkan proses dan sarana yang kondusif, langkah yang baik untuk menciptakan lingkungan literasi itu dimulai dari hal yang terkecil, seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
            Hal yang pertama dilakukan yaitu bisa dari lingkungan keluarga, karena keluarga sangat dominan dalam perkembangan literasi anak yang harus ditumbuhkan sejak dini.  Umumnya anak mulai membaca dan menulis dari orang tua di rumah.  Mereka akan gemar membaca jika melihat orang tua dan anggota keluarga lainnya dirumah sering membaca buku, koran, atau majalah.  Hal ini juga berkaitan dengan salah satu dimensi rekayasa literasi yaitu dimensi perkembangan, dan hal ini juga berkaitan kepada salah satu point yang ada pada wacana rekayasa literasi hal 181 “Terlihat jelas bahwa pengembangan literasi itu saling berkesinambungan dari tingkat pra SD, SMP, SMA, hingga tingkat PT.  literasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya merupakan fondasi untuk pengembangan literasi tahap berikutnya.”


Created by : Mega Widiastuti
PBI-D 4th Semester


Comments
0 Comments

0 Comments:

Post a Comment